kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 2.122.000   32.000   1,53%
  • USD/IDR 16.630   72,00   0,43%
  • IDX 8.051   42,68   0,53%
  • KOMPAS100 1.123   6,98   0,62%
  • LQ45 810   0,68   0,08%
  • ISSI 279   2,38   0,86%
  • IDX30 423   1,81   0,43%
  • IDXHIDIV20 485   2,83   0,59%
  • IDX80 123   0,38   0,31%
  • IDXV30 132   0,38   0,29%
  • IDXQ30 135   0,57   0,43%

Persaingan Imbal Jasa Bisa Pengaruhi Laba Industri Penjaminan


Sabtu, 20 September 2025 / 16:00 WIB
Persaingan Imbal Jasa Bisa Pengaruhi Laba Industri Penjaminan
ILUSTRASI. Adanya persaingan Imbal Jasa Penjaminan (IJP) yang bisa memengaruhi kinerja laba industri penjaminan.


Reporter: Ferry Saputra | Editor: Khomarul Hidayat

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Asosiasi Perusahaan Penjaminan Indonesia (Asippindo) membeberkan ada sejumlah tantangan yang bisa memengaruhi pencapaian laba industri penjaminan hingga akhir 2025.

Sekretaris Jenderal Asippindo Agus Supriadi menyampaikan salah satu tantangannya, yakni adanya persaingan Imbal Jasa Penjaminan (IJP) yang bisa memengaruhi kinerja laba industri.

Agus menerangkan fenomena itu bisa dilihat berdasarkan nilai IJP yang terkontraksi lebih dalam dibanding volume penjaminan. Data Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat Rp 4,44 triliun per Juli, atau terkontraksi 12,85% secara Year on Year (YoY). Adapun volume penjaminan sebesar Rp 408,36 triliun atau terkontraksi 1,62% secara YoY.

"Artinya, tarif penjaminan atau margin bisa turun akibat persaingan tarif, penawaran agresif, atau struktur pasar yang berubah," katanya kepada Kontan, Kamis (18/9/2025).

Baca Juga: Laba Industri Penjaminan Melonjak 14,30% per Juli 2025, Ini Kata Asippindo

Lebih lanjut, Agus mengatakan, tantangan lainnya berupa modal dan kapasitas keuangan penjaminan yang terbatas. Dia bilang banyak perusahaan penjaminan di daerah yang modalnya belum cukup kuat untuk ekspansi besar atau menanggung risiko yang lebih tinggi.

Tantangan lainnya, yakni adanya regulasi baru POJK 11 Tahun 2025 yang mengatur soal risk sharing. Agus menyebut hal itu bisa saja berdampak positif dalam jangka panjang, tetapi dalam jangka pendek memberi tekanan karena perusahaan harus menanggung sebagian risiko, menyesuaikan sistem, dan memperbaiki manajemen risiko sesuai ketentuan baru.

Agus mengatakan kondisi makro ekonomi juga bisa memengaruhi laba industri. Dia bilang perlambatan ekonomi, inflasi, suku bunga tinggi, hingga penurunan daya beli masyarakat dapat memengaruhi kredit baru dan permintaan penjaminan, serta meningkatkan risiko gagal bayar.

Kata Agus, apabila kredit macet di sektor kredit makin tinggi, perusahaan penjaminan akan menghadapi risiko klaim lebih besar, cadangan kerugian lebih besar, hingga beban pada neraca. Hal itu juga bisa memengaruhi laba yang dicetak industri.

"Selain itu, jika penggunaan subrogasi lambat atau tidak efisien dan klaim memanjang, tentu bisa membebani cash flow dan neraca. Hal itu bisa berdampak juga terhadap laba industri," tuturnya.

Agus menambahkan tantangan lainnya berupa keterbatasan kompetensi sumber daya manusia di daerah, sistem teknologi informasi yang belum memadai, serta kurang digitalisasi atau otomasi dapat menurunkan kecepatan respons dan efisiensi. 

Sebagai informasi, data OJK mencatat laba industri penjaminan mencapai Rp 879 miliar per Juli 2025. Nilainya meningkat 14,30%, jika dibandingan pencapaian pada periode sama tahun lalu yang sebesar Rp 769 miliar per Juli 2024.

Baca Juga: Industri Penjaminan Diproyeksi Cetak Laba Lebih dari Rp 1,51 Triliun pada 2025

Selanjutnya: Ini 5 Situs UNESCO dengan Satwa Unik, Ada Komodo!

Menarik Dibaca: Rekomendasi 7 Film Komedi Indonesia Paling Lucu dan Bikin Ngakak

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News


Tag


TERBARU

[X]
×