kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45903,33   4,58   0.51%
  • EMAS1.313.000 0,00%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

PKPU koperasi bertambah, begini penjelasan Kemenkop UKM


Kamis, 03 September 2020 / 09:31 WIB
PKPU koperasi bertambah, begini penjelasan Kemenkop UKM
ILUSTRASI. Koperasi Simpan Pinjam. (KONTAN/Cheppy A. Muchlis)


Reporter: Maizal Walfajri | Editor: Herlina Kartika Dewi

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Semakin banyak kasus koperasi yang diajukan penundaan kewajiban utang (PKPU) baik oleh kreditur maupun anggotanya. Berdasarkan Sistem Informasi Penelurusan Perkara (SIPP) Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, sejak awal tahun hingga akhir Agustus 2020, terdapat 10 koperasi yang tengah mengikuti proses Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU).

Melihat hal ini, Deputi Bidang Pengawasan Kemenkop UKM Ahmad Zabadi melihat pandemi Covid-19 telah menekan semua sektor usaha termasuk perkoperasian. Hal ini terjadi akibat efek samping pembatasan sosial guna memutus rantai penyebaran pandemi.

Baca Juga: Tertekan Pandemi, 10 Koperasi Dalam Proses Permohonan PKPU

“Terlebih koperasi simpan pinjam yang bergerak di sektor keuangan. Ada kekhawatiran dari anggota maupun mitra koperasi untuk menarik dana yang telah disimpan. Padahal di sisi lain, koperasi menjalankan tugasnya memberikan pinjaman kepada anggota, namun usaha yang tengah dijalani anggota juga tertekan Covid-19,” ujar Ahmad kepada Kontan.co.id, Rabu (2/9).

Ia menambahkan, hal ini membuat anggota sulit melakukan pengembalian pinjaman. Ahmad melihat pada beberapa koperasi terjadi penarikan dana dalam jumlah besar. Sedangkan dana yang masuk kecil bahkan tidak ada.

“Otomatis terjadi gangguan likuiditas. Mungkin satu atau dua koperasi tidak bisa mengembalikan simpanan anggota. Sehingga beberapa pihak mengambil langkah hukum PKPU di pengadilan niaga,” jelas Ahmad.

Terkait likuditas, Ahmad mengaku tidak bisa dihindari. Ia bilang dari 123.048 koperasi aktif di Indonesia memang ada beberapa yang mengalami kesulitan. 

Oleh sebab itu, sejak awal, Kemenkop  telah mengingatkan agar koperasi menyiapkan rencana bisnis agar kondisi tak terduga seperti pandemi bisa dilalui.

Ia menyebut juga telah menyampaikan kepada para pengurus koperasi untuk menyelesaikan persoalan likuiditas secara aturan dan mekanisme yang berlaku. Satu-satunya cara yang bisa ditempu dengan musyawarah melalui rapat anggota tahunan (RAT) luar biasa.

“Di koperasi, selain pengguna jasa, anggota koperasi juga sekaligus pemilik. Sehingga tidak ada istilah gagal bayar, sebab senang dirasakan bersama. Ketika sulit, harus tetap loyal dan menjaga keberlangsungan koperasi milik sendiri,” tutur Ahmad.

Baca Juga: Akibat pandemi, kasus gagal bayar koperasi diproyeksi meningkat

Ia menilai musyawarah dalam RAT sama halnya dengan mengajukan PKPU. Sebab langkah hukum itu juga bertujuan untuk mendamaikan pihak terkait. Kendati demikian, Ahmad menghormati langkah PKPU yang diambil oleh anggota.

“Kita hormati saja proses hukum yang pihak tidak puas. Saya pesan, selama Koperasi tidak melakukan penyimpangan. Maka ikuti saja PKPU, ini sabagai salah satu bentuk jaminan atau rasa aman untuk anggota,” kata Ahmad.

Ahmad menekankan, tekanan likuiditas bisa dihindari bila industri koperasi memiliki lembaga penjamin simpanan seperti perbankan. Sehingga anggota nyaman dan yakin untuk menempatkan dananya dan tidak perlu menarik dana saat krisis.

“Ini kita usahakan UU koperasi, dan UU cipta kerja omnibus law pengaturan tentang adanya LPS anggota koperasi. Ini sedang dibahas oleh pemerintah dan DPR. Itu ke depan, bisa diatur oleh peraturan perundang-undangan,” tambah Ahmad.

Selain itu, lewat UU ini, Ia mengaku maka fungsi pengawasan koperasi akan semakin tangguh. Lantaran selama ini, pengawasan teknis terhadap koperasi masih ada pada aturan setingkat deputi.

“UU 25 tahun 1992 tentang Perkoperasian yang jadi payung hukum kekoperasian, ini terkait sanksi baru administrasi belum pidana. Masih teguran pertama kedua, penutupan, dan pembubaran koperasi. Ini tentu dalam konteks pelaksanaan kurang efektif menimbulkan efek jera,” papar Zabadi.

Ia menegaskan koperasi hanya boleh melayani anggota sendiri. Tidak boleh menawarkan layanan simpan maupun pinjam bagi masyarakat non anggota maupun badan hukum lainnya. Sehingga Ia menilai UU ini perlu sebagai landasan pemberian efek jera nantinya.

Sejak akhir Mei 2020 lalu, Kemenkop UKM fokus mengevaluasi pengawasan dengan melakukan moratorium pemberian izin usaha baru bagi pendirian koperasi. Selain itu, moratorium selama tiga bulan itu, juga ditujukan agar oknum tak bertanggung jawab tidak menggunakan nama koperasi saat pandemi.

Berikut 10 koperasi yang tengah mengikuti proses hukum PKPU di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat:

  • Koperasi Simpan Pinjam Sejahtera Bersama
  • Koperasi Simpan Pinjam Indosurya Cipta
  • Koperasi Simpan Pinjam Lima Garuda
  • Koperasi Simpan Pinjam dan Pembiayaan Syariah Pracico Inti Utama
  • Koperasi Jasa Arta Mandiri Abadi Indonesia
  • Koperasi Simpan Pinjam Dan Pembiayan Syariah Berkah Bersama
  • Koperasi Simpan Pinjam Alto
  • Koperasi Simpan Pinjam Timur Pratama Indonesia
  • Koperasi Hanson Mitra Mandiri
  • Koperasi Tass Indonesia Nusantara

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
EVolution Seminar Practical Business Acumen

[X]
×