Reporter: Nina Dwiantika | Editor: Sanny Cicilia
JAKARTA. Bank Indonesia (BI) akan menawarkan penempatan berjangka valuta asing atau term deposit valuta asing (TD valas) bagi bank syariah. Mirza Adityaswara, Deputi Gubernur Senior BI mengatakan, potensi penyerapan TD valas untuk bank syariah ini besar, karena selama ini bank syariah menempatkan kelebihan dana valas di luar negeri atau bank konvensional.
"Potensi penempatan TD valas dari bank syariah sebesar US$ 250 juta - US$ 300 juta," kata Mirza. Menurut dia, dana valas bank syariah yang nangkring di luar negeri jumlahnya tidak besar. Sebagai perbandingan, total dana pihak ketiga (DPK) bank syariah hanya 11% atau 185,50 triliun per Mei 2014, terhadap total DPK perbankan sebesar Rp 1.580,36 triliun per Mei 2014.
Mirza menambahkan, perbankan syariah masih memiliki kelebihan likuiditas valas meskipun mengalami pengetatan likuiditas. Pasalnya, bank-bank syariah menyisihkan sebagian DPK valas mereka untuk menjaga rasio likuiditas dan pembiayaan jangka panjang. "Selain itu, penempatan dana valas bank syariah di BI ini akan membantu penambahan cadangan devisa," tambahnya.
Imam Teguh Saptono, Direktur Bisnis Bank Negara Indonesia (BNI) Syariah, mengatakan, pihaknya tengah mempelajari aturan tersebut, karena ada sejumlah persyaratan yang masih menunggu respon dari BI. Misalnya, masukan untuk menurunkan syarat minimal penempatan awal dan transaksi melalui pialang.
"Harapan perbankan nasional syarat awal penempatan TD valas lebih rendah dari US$ 5 juta dan transaksi dapat langsung tanpa melalui pialang," kata Imam. Adapun, BNI Syariah memiliki dana valas sekitar US$ 18 juta. Saat ini, sebagian besar dana atau sekitar 65% dana disalurkan dalam bentuk pembiayaan. Sisa dari kelebihan likuiditas akan ditempatkan di induk bank yakni BNI.
Menurutnya, aturan ini tidak memberikan dampak besar bagi bank syariah atau efeknya netral, karena penempatan tidak dapat dihitung sebagai pembiayaan dalam rasio pembiayaan terhadap simpanan atau finance to deposit ratio (FDR).
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News