Reporter: Ferry Saputra | Editor: Wahyu T.Rahmawati
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menerbitkan POJK Nomor 22 Tahun 2023 tentang Pelindungan Konsumen dan Masyarakat di Sektor Jasa Keuangan. Dalam POJK tersebut, berisi Pelaku Usaha Jasa Keuangan (PUJK) wajib mencantumkan biaya dan komisi atau imbalan kepada agen pemasaran atau perantara dalam perjanjian.
Aturan POJK Nomor 22 Tahun 2023 itu merupakan tindak lanjut atas amanat Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (UU P2SK) dan menggantikan POJK Nomor 6/POJK.07/2022 tentang Perlindungan Konsumen dan Masyarakat di Sektor Jasa Keuangan serta menyempurnakan beberapa POJK lainnya.
“Penerbitan POJK Pelindungan Konsumen dan Masyarakat di Sektor Jasa Keuangan merupakan respons cepat OJK selaku regulator atas amanat UU P2SK untuk memperkuat pelindungan konsumen dan masyarakat,” terang Kepala Eksekutif Pengawas Perilaku Pelaku Usaha Jasa Keuangan, Edukasi, dan Pelindungan Konsumen OJK Friderica Widyasari Dewi dalam keterangan resmi, Senin (8/1).
Baca Juga: OJK Mengatur Produk Asuransi yang Dikaitkan dengan Kredit oleh Asuransi Umum
Dalam POJK Nomor 22/2023 Pasal 44, secara rinci disebutkan PUJK harus memenuhi keseimbangan, keadilan, dan kewajaran dalam membuat perjanjian produk dan/atau layanan secara tertulis dan dapat juga dilengkapi dengan bahasa daerah atau bahasa asing. Selain itu, PUJK dilarang menyalahgunakan keadaan calon Konsumen dan/atau Konsumen dalam menyusun perjanjian produk dan/atau layanan.
Dalam perjanjian produk dan/atau layanan, PUJK wajib mencantumkan biaya dari produk dan/atau layanan yang harus dibayar Konsumen, lalu komisi/imbalan kepada agen pemasar/perantara produk dan/atau layanan yang diperoleh dari pembayaran yang dilakukan oleh Konsumen dalam hal PUJK memberikan komisi/imbalan kepada agen pemasar/perantara produk dan/atau layanan.
Dalam Pasal 44 ayat (5), disebutkan PUJK wajib mencantumkan kesepakatan pemilihan penyelesaian Sengketa melalui pengadilan atau di luar pengadilan dalam perjanjian produk dan/atau layanan antara PUJK dan Konsumen. Pada ayat (6), PUJK dilarang menyediakan perjanjian yang tidak menggunakan Bahasa Indonesia sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Baca Juga: OJK Catat 10 Perusahaan Asuransi Tak Memilih Spin Off, Begini Alasannya
Dalam ayat (8), disebutkan PUJK yang melanggar ketentuan tersebut bisa dikenai sanksi administratif berupa peringatan tertulis, pembatasan produk dan/atau layanan dan/atau kegiatan usaha untuk sebagian atau seluruhnya, pemberhentian pengurus, denda administratif, hingga pencabutan izin usaha.
Sanksi bisa dikenakan dengan atau tanpa didahului pengenaan sanksi peringatan tertulis. Dalam hal PUJK tidak memenuhi pelaksanaan sanksi administratif untuk pelanggaran ketentuan dalam jangka waktu yang tercantum dalam penetapan sanksi, PUJK dapat dikenai sanksi sesuai dengan undang-undang mengenai pengembangan dan penguatan sektor keuangan.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News