Reporter: Anggar Septiadi | Editor: Handoyo .
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Bertepatan dengan hari Kemerdekaan Indonesia, Sabtu (17/8) Bank Indonesia resmi meluncurkan QR Code Standard Indonesia (QRIS). Pasca resmi, kini perbankan menunggu taji QRIS yang punya sifat interkoneksi dan interoperablitas guna mendorong pendapatan bank.
Alasannya, saat meresmikan QRIS, bank sentral juga telah menetapkan biaya mechant baik antar jaringan (on us) maupun lintas jaringan (off us) sebesar 0,7%. Sementara untuk merchant khusus punya tarif yang berbeda misalnya pendidikan, bahan bakar, dan kegiatan sosial masing-masing 0,6%, 0,4%, dan 0%.
Biaya terbut kelak akan didistribusikan untuk issuer sebesar 37%, untuk acquirer 39%, lembaga switchig 18%, lembaga service 4%, dan lembaga standardisasi sebesar 2%. Ini yang bisa jadi peluang tambahan pendapatan bank, sebab bank biasanya berfungsi sebagai issuer atau acquirer.
Baca Juga: Aset Bank BTN tumbuh 16,58% di semester I 2019
PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BRI) misalnya, meskipun saat ini hanya berfungsi sebagai acquirer masih optimistis QRIS meningkatkan transaksi via mesin electronic data captured (EDC).
Sebagai informasi, transaksi QR dilakukan dengan basis merchant presented mode (MPM) dengan dua mekanisme: statis melalui kode QR berupa stiker dan dinamis melalui kode QR yang dihasilkan dari mesin EDC.
“Diperkirakan dengan adanya QRIS yang diimplementasikan menyeluruh tahun 2020 akan meningkatkan seluruh transaksi dalam industri. BRI menargetkan pertumbuhan transaksi melalui EDC sebesar 15%-20% baik dari jumlah transaksi maupun nominal transaksi,“ kata EVP Retail Payment BRI Arif Wicaksono kepada Kontan.co.id, Senin (19/8).
Pertumbuhan tersebut tercipta lantaran kode QR yang dihasilkan EDC milik BRI yang telah memenuhi ketentuan QRIS dapat digunakan oleh uang elektronik lain mulai dari bank lain maupun platform teknologi finansial (Tekfin) macam Go Pay, OVO, Dana, hingga uang elektronik asing macam Alipay, dan WeChat Pay.
Meski demikian Arif mengaku untuk menghitung kontribusinya terhadap pendapatan komisi akan tergantung dari nilai transaksi yang dihasilkan. Sebagai tambahan transaksi berbasis QRIS sendiri bisa dilakukan dengan nilai maksimum Rp 2 juta.
“Saat ini sudah ada sekitar 1.300 mesin EDC yang berstandar QRIS, kami juga sudah gandeng vendor untuk menyelesaikan pengembangan akseptasi mesin EDC kami yang hingga akhir Agustus 137.016 mesin EDC kami bisa berstandar QRIS,” lanjutnya.
Baca Juga: BNI Syariah yakin POJK sinergi bakal percepat bisnis
Bank pelat merah lainnya, yaitu PT Bank Mandiri Tbk (BMRI) juga ambil langkah serupa. Bank berlogo pita emas ini terus memperluas akseptasi mesin EDC agar sesuai ketentuan QRIS.
“Saat ini hampir 60.000 dari total 250.000 mesin EDC kami sudah sesuai dengan ketentuan QRIS,” kata SEVP Consumer and Transaction Bank Mandiri Jasmin kepada KONTAN.
Perluasan akseptasi sesuai QRIS disebut Jasmin sejatinya tak mudah. Sebab, perseroan mesti melakukan pembaruan sistem satu per satu terhadap mesin EDC milik perseroan.
Meski demikian hal tersebut akan tetap dilakukan oleh bank berlogo pita emas ini. Sebab, kata Jasmin pertumbuhan transaksi sejatinya telah terlihat kala uang elektronik milik perseroan yatu e cash melebur menjadi LinkAja bersama bank pelat merah lainnya. Sedangkan hingga Juni 2019 transaksi EDC Bank MAndiri telah mencapai 95 juta kali, dengan pertumbuhan 9%-10%.
“Sejak Maret 2019 ketika mesin EDC kami sudah bisa menerima pembayaran via LinkAja hingga Juli 2019 rata-rata transaksinya mencapai 300.000 kali per bulan,” lanjutnya.
Adapula PT Bank Pembangunan Daerah Jawa Barat dan Banten Tbk (BJBR) yang telah memproyeksikan implementasi QRIS akan mendorong pendapatan komisinya hingga 20%. Padahal, perseroan baru pada Sabtu (17/8) lalu meluncurkan uang elektronik berbasis server yang bisa digunakan via platform kode QR.
“Saat ini posisi pendapatan komisi kami itu sekitar 12%-13% dibandingkan pendapatan bunga. Dengan ekspansi digital, termasuk implementasi QRIS kami berharap bisa meningkatkan pendapatan komisi hingga 35%, atau tumbuh sekitar 20% lebih,” papar Direktur IT, Treasury, dan International Banking BJB Rio Lanasier di Bursa Efek Indonesia, Senin (19/8).
Baca Juga: BEI targetkan semester I-2020 green index dapat diluncurkan
Rio optimistis sebab implementasi QRIS sejatinya seiring dengan pengembangan pintar. Pun jumlah penduduk Jawa Barat dan BAnten yang besar disebutnya juga menjadi nilai tambah bagi ekspansi digital perseroan.
“Target kami nantinya seluruh pasar trandisional di Jawa Barat dan Banten bisa menggunkan produk kami. Juga dengan pengembangan smart city untuk membayar transportasi misalnya. Saat ini pangsa pasar kami di Jawa Barat dan Banten baru sekitar 10%, dengan adanya ekspansi digital yang kami lakukan kami berharap bisa mencapai 50%,” lanjutnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News