Reporter: Issa Almawadi, Nina Dwiantika | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie
JAKARTA. Nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika Serikat (AS) terus lunglai. Tak cuma pebisnis, para bankir juga mulai menghitung efek negatif pelemahan kurs, khususnya terhadap kredit valuta asing (valas). Mirza Adityaswara, Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia (BI) bilang, pihaknya bakal menstabilisasi kurs rupiah. Selain itu, "Bagi utang valas yang jatuh tempo dihimbau untuk hedging," ujar dia, Rabu (17/12).
Parwati Surjaudaja, Presiden Direktur Bank OCBC NISP mengakui, pelemahan rupiah akan berimbas buruk bagi debitur korporasi yang memiliki pinjaman valas. Ia bilang, pihaknya telah mengantisipasi efek buruk pelemahan kurs dengan meminta debitur melakukan lindung nilai (hedging) valas.
Strategi lain, memprioritaskan kucuran kredit valas kepada debitur yang memiliki pendapatan valas. “OCBC NISP hanya memberikan kredit valas kepada debitur yang berpendapatan valas, sehingga risiko pinjaman valas rendah," kata Parwati. Saat ini, di OCBC NISP porsi kredit valas sebesar 30% terhadap total kredit yang mencapai Rp 66,61 triliun per September 2014.
Tahun depan, OCBC NISP masih berminat mempertahankan porsi kredit valas sebesar 30%. Senada, Tri Joko Prihanto, Direktur Keuangan Bank Bukopin menuturkan, rasio kredit bermasalah atau non performing loan (NPL) berpotensi menanjak.
Beruntung, kredit valas Bank Bukopin cuma secuil. “Sejauh ini, kenaikan NPL sangat kecil karena pendapatan debitur dalam valas dan porsi kredit valas di Bukopin hanya ratusan miliar dari total kredit Rp 45 triliun,” jelas Tri Joko.
Ada efek positif
Berbeda, Roy A. Arfandy, Direktur Utama Bank Permata menilai, pelemahan rupiah turut membawa berkah bagi bank. Sebab, total nilai kucuran kredit bank seolah-olah terdongkrak naik karena tercatat di pembukuan bank dalam rupiah. "Tapi pelemahan rupiah mendadak memang buruk, terutama untuk nasabah yang terkait impor dan pendapatan dalam rupiah," ujar Roy.
Saat ini porsi kredit valas Bank Permata sekitar 20%-25% terhadap total kredit. "Kami belum menghitung dampaknya karena kurs masih fluktuatif," imbuh Roy.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News