Reporter: Galvan Yudistira | Editor: Hendra Gunawan
JAKARTA. PT Bank Permata Tbk telah melakukan stress test untuk menguji kekuatan kinerja perusahaan menghadapi gejolak nilai tukar yang tidak menentu. Stress test ini, menurut Bank Permata dilakukan secara rutin untuk mengantisipasi kondisi makro ekonomi yang diasumsikan memburuk.
Nah, beberapa faktor yang diuji, di antaranya adalah kinerja debitur, peningkatan pencadangan, NPL, perubahan RWA Risk-weighted asset, dan CAR.
Direktur Utama Bank Permata Roy Arfandi mengatakan, untuk melihat dampak perubahan faktor risiko tertentu terkait dengan antisipasi kondisi ekonomi, perseroan juga melakukan scenario test.
Hal ini menurut Roy seperti terkait dengan penurunan harga batubara dan besi, dan pengaruhnya ke kinerja debitur. Nah, terkait dengan stress test, Bank Permata mengaku menggunakan minimum tiga skenario nilai tukar.
Satu mewakili kondisi nilai tukar yang mungkin terjadi, moderate, dan nilai tukar yang paling ekstrem yang diskenariokan.
“Dampak perubahan nilai tukar (stress test) ini terhadap NOP (Posisi Devisa Neto) bank relatif tidak memberikan dampak signifikan terhadap kinerja bank, karena posisi terbuka dalam valuta asing bank relative kecil,” ujar Roy kepada KONTAN, Jumat (14/8).
Dalam skenario bahwa nilai tukar berada di level Rp 14.000 per dollar, menurut Roy hal ini tidak akan memberikan dampak signifikan terhadap kinerja Bank Permata. Baik terhadap NPL, CAR maupun LDR. Dampak pelemahan rupiah ini, menurut Roy lebih besar pengaruhnya terhadap debitur bank yang sensitif terhadap perubahan nilai rupiah khususnya debitur importir.
Bank Permata yakin ke depannya, BI dan OJK bisa mengendalikan nilai tukar ke level aman. “Memperhatikan eksposure kami di valuta asing yang relatif kecil, serta NOP kami yang juga relatif rendah maka kami yakin perubahan nilai tukar yang tidak terlalu volatile dan tidak berjangka panjang tidak akan memberikan dampak buruk ke kinerja Bank Permata,” katanya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News