kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45919,51   10,20   1.12%
  • EMAS1.350.000 0,52%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Sigma Citra Caraka belum ajukan izin ke BI


Sabtu, 18 Desember 2010 / 08:27 WIB
Sigma Citra Caraka belum ajukan izin ke BI


Reporter: Wahyu Satriani | Editor: Djumyati P.

JAKARTA. Wacana kongsi yang ingin dibentuk oleh BUMN, Himpunan Bank Negara (HIMBARA), dan PT Telekomunikasi Indonesia (Telkom) untuk bergabung dalam satu konsorsium masih jauh dari realisasi. Kepala Biro Direktorat Akunting dan Sistem Pembayaran Bank Indonesia (BI) Aribowo mengatakan bahwa hingga kini Sigma Citra Caraka, anak usaha PT Telekomunikasi Indonesia (Telkom) dengan brandnya ATM Link belum mengajukan izin untuk menjadi perusahaan switching jaringan Anjungan Tunai Mandiri (ATM).

Niat Sigma untuk menjadi perusahaan switching itu memang pernah disampaikan kepada BI. Namun, menurut Aribowo, sejauh ini baru sebatas konsultasi saja yang telah dilakukan lebih dari satu kali. "Belum ada, izinnya belum masuk tuh sampai sekarang," kata Aribowo kepada Kontan, Jumat (17/12).

Untuk menjadi perusahaan switching, Sigma harus melengkapi perlengkapan perizinan sesuai Peraturan Bank Indonesia (PBI) tentang Alat Pembayaran dengan Menggunakan Kartu (APMK). Dalam peraturan tersebut, menyebut bahwa perusahaan switching harus bisa memenuhi lima perizinan. Yakni prinsipal, issuer, acquire, kliring, serta settlement.

"Perusahaan switching memiliki lima peran itu dan itu semua belum masuk ke kami," tuturnya. Normalnya, proses pengajuan izin itu bisa rampung dalam 45 hari kerja. Hal itu bisa dilakukan apabila syarat-syarat perizinan lengkap. Namun, apabila tidak lengkap maka waktu yang dibutuhkan bisa lebih lama lagi.

Meski wacana Sigma yang ingin membentuk perusahaan switching semakin menguat, namun tampaknya BI belum mau memberi lampu hijau. Bank Sentral bersikukuh agar Sigma bergabung dengan perusahaan switching yang sudah ada. Dari tiga perusahaan switching yang ada di Indonesia, yakni PT Artajasa Pembayaran Elektronis (Artajasa), PT Rintis Sejahtera (Prima), dan PT Daya Network Lestari (ALTO), BI merestui Sigma untuk melebur dengan Artajasa. "Gabung saja ke ATM Bersama (nama brand Artajasa).

Aribowo menilai, masuknya Sigma sebagai perusahaan switching akan menambah jumlah pemain di sektor ini. Akibatnya, integrasi layanan ATM perbankan menjadi sulit. Nasabah juga akan dirugikan karena biaya interchange atas interkoneksi jaringan ATM tersebut justru bisa semakin membengkak.

"Kalau terlalu banyak (perusahaan switching) akan repot integrasinya dan menjadi enggak efisien. Katakanlah, nanti satu bank menjadi anggota keempat perusahaan switching yang ada, kan biayanya juga bisa mahal. Nanti transaksi yang dilakukan oleh nasabah juga bisa mahal biayanya," ujar Aribowo.

Tak hanya itu, Sigma juga harus merogoh kocek yang tidak sedikit untuk investasi apabila nanti menjadi perusahaan switching. Sebaliknya, apabila bergabung dengan perusahaan switching yang sudah ada, maka biaya investasi tersebut bisa ditekan. "Masalah keuntungan dan teknisnya kan bisa dibagi dan dibicarakan bersama," ujarnya.

Aribowo sendiri pesimistis konsorsium yang ingin dibentuk oleh perusahaan pelat merah itu bisa terealisasi. "Ya, lihat saja nanti. Jangan-jangan nanti enggak jadi-jadi," ujarnya.

Sementara Vice President Enterprise PT Telkom Budi Siswanto mengatakan hal yang senada. Menurut Budi, saat ini pihaknya belum mengambil langkah serius untuk menjadikan Sigma sebagai perusahaan switching. Oleh karena itu, ia belum mengurus perizinan secara resmi kepada BI untuk menjadi perusahaan switching.

"Kami belum ke sana, masih panjang. Link itu kan punya Telkom. Selama ini Telkom mendukung empat bank negara (BNI, BRI, Mandiri, dan BTN) sebagai penyedia switching. Kami masih memosisikan seperti itu," tandasnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×