Reporter: Laurensius Marshall Sautlan Sitanggang | Editor: Handoyo .
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Memasuki kuartal II-2019 diprediksi suku bunga kredit bakal terkerek naik. Bank Indonesia (BI) dalam Survei Perbankan menyatakan kenaikan ini terjadi seiring dengan kenaikan suku bunga dana perbankan.
Bank Sentral memperkirakan, berdasarkan jenis kreditnya, peningkatan akan terjadi pada kredit konsumsi dan kredit modal kerja. Pada kuartal II 2019 suku bunga kredit konsumsi dan kredit modal kerja diperkirakan meningkat masing-masing sebesar 6 basis poin (bps) dan 1 bps menjadi 12,91% dam 13,38%. Sementara suku bunga kredit investasi justru diproyeksi turun sebesar 4 bps dibandingkan kuartal I 2019 menjadi 11,51%.
Bila dirinci, kenaikan suku bunga di kredit konsumsi terjadi pada kredit kendaraan bermotor (KKB) dan kartu kredit masing-masing 3 bps dan 1 bps menjadi 12,07% dan 24,99%.
Sementara itu suku bunga kredit pemilikan rumah/apartemen (KPR/KPA) dan multiguna diproyeksi turun secara kuartalan menjadi 11,22% dan 12,77% dari kuartal I 2019 13,39% dan 12,81%.
Sepakat dengan BI, sejumlah bankir yang dihubungi Kontan.co.id juga mengamini bahwa peningkatan kredit akan terjadi di semester I 2019 hingga penghujung 2019 sebagai penyesuaian dari kenaikan bunga dana di tahun lalu.
Meski begitu, PT Bank Central Asia Tbk (BBCA) tidak berniat untuk menaikkan suku bunga kredit sampai sejauh ini. Direktur BCA Santoso Liem beranggapan pihaknya sudah mengantisipasi kenaikan bunga sejak tahun 2018 lalu.
"Pada semester II 2018, BCA telah menaikkan suku bunga kredit komersial dan SME (UKM) sebesar 50 bps," terangnya kepada Kontan.co.id, Kamis (18/4). Sementara untuk tahun 2019, ruang peningkatan kredit memang masih terbuka. Hanya saja BCA memilih melihat perkembangan kondisi ekonomi dan suku bunga acuan lebih dulu.
Sebagai gambaran saja, per Maret 2019 suku bunga dasar kredit (SBDK) BCA untuk kredit korporasi sebesar 9,75%, kredit ritel 9,9%. Sementara kredit konsumsi KPR 9,9% dan non KPR 8,98%.
Sementara itu, Direktur Keuangan PT Bank Pembangunan Daerah Jawa Timur Tbk (Bank Jatim) Ferdian Timur Satyagraha beranggapan, selain bergantung pada suku bunga acuan. Kenaikan bunga kredit sangat berkaitan pada likuiditas di pasar.
"Kalau melihat perkembangan global, BI akan mempertahankan atau mungkin ada penurunan jika dirasa memungkinkan," katanya. Namun di sisi lain, likuiditas di pasar saat ini masih terbilang ketat. Alhasil, perbankan akan melakukan pricing dana pihak ketiga (DPK) untuk menjaring dana yang bisa berdampak pada meningkatnya biaya dana.
Meski begitu, lantaran kondisi likuiditas perseroan masih sangat longgar. Tercermin dari loan to deposit ratio (LDR) stabil di 69,8% maka Bank Jatim masih memilih untuk mempertahankan tingkat bunga kredit yang ada saat ini.
"Kami wait and see sambil melihat kompetitor," singkatnya. Catatan saja, per Maret 2019 SBDK Bank Jatim berdasarkan segmen bisnisnya berada di posisi 7,13% untuk kredit korporasi, 8% untuk kredit ritel, 11,52% kredit mikro. Sementara KPR 7,19% dan non KPR 8,46%.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News