Reporter: Adrianus Octaviano | Editor: Noverius Laoli
Bank sentral Singapura mempertahankan pengaturan kebijakan moneter yang ketat, bahkan ketika mata uang lokal yang tangguh meredam tekanan harga.
Laba bersih UOB pada kuartal kedua kemungkinan tertekan oleh pertumbuhan kredit hipotek yang lebih rendah, di tengah tindakan pendinginan properti Singapura dan tekanan margin.
Tak berbeda, pertumbuhan pendapatan OCBC kemungkinan juga bakal tertahan, karena pertumbuhan pinjaman tetap rendah. Meskipun, pendapatan berbasis biaya berpotensi menguat, dipimpin oleh bisnis kekayaan yang memberikan dorongan.
Baca Juga: AMRO Memangkas Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi ASEAN+3
Di Indonesia sendiri, kondisi tekanan suku bunga tinggi juga turut dirasakan oleh bank-bank besar. Ditambah, isu pemburukan kualitas kredit juga mendorong bank membentuk pencadangan yang lebih besar.
Misalnya, PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BBRI) yang merupakan bank dengan laba terbesar di tanah air yang mencapai Rp 29,7 triliun. Bank tersebut pun juga turut mengalami penurunan Net Interest Margin (NIM) bank only sebanyak 40 basis poin (bps) menjadi 6,41%.
Di sisi lain, bank yang akrab dengan segmen UMKM ini juga sedang tertekan dengan kualitas kredit di segmen tersebut. Bank tersebut harus menaikkan biaya pencadangan hingga 52,2% YoY atau mencapai Rp 21,35 triliun.
Sedikit berbeda, PT Bank Central Asia Tbk (BBCA) masih mampu mencatatkan kenaikan NIM sebesar 10 bps menjadi 5,7% di semester I-2024. Alhasil, labanya pun naik 11,1% YoY menjadi Rp 26,9 triliun.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News