Reporter: Laurensius Marshall Sautlan Sitanggang | Editor: Tendi Mahadi
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pertumbuhan dana pihak ketiga (DPK) perbankan mulai mengalami perbaikan. Bank Indonesia (BI) mencatat per September 2019 total DPK perbankan sudah tumbuh 7,1% secara year on year (yoy) menjadi Rp 5.693,9 triliun.
Kendati demikian, bila dirinci pertumbuhan DPK dalam mata uang asing atau valuta asing (valas) semakin tertekan. Sampai akhir kuartal III 2019 lalu, total DPK valas hanya tumbuh tipis 2,6% secara yoy menjadi Rp 806,1 triliun. Pertumbuhan tersebut praktis lebih lambat dibandingkan rata-rata pertumbuhan DPK dalam mata uang Rupiah yang meningkat 7,9% yoy.
Baca Juga: Himbauan Jokowi pangkas bunga kredit bikin IHSG hari ini anjlok
Pun, dibandingkan dengan periode September 2018 lalu pertumbuhan DPK valas di tahun ini jauh lebih rendah. Kala itu, DPK valas perbankan mampu tumbuh dua digit sebesar 11,5% secara tahunan.
Lebih lanjut, bila dijabarkan berdasarkan jenis simpanannya, pada September 2019 lalu perlambatan paling tinggi terjadi pada giro dan tabungan (dana murah) valas. Giro dan tabungan valas nyaris tumbuh stagnan secara tahunan atau hanya naik masing-masing 0,3% dan 0,7% secara yoy. Keduanya jauh melambat dibandingkan periode Agustus 2019 yang masih sempat tumbuh sebesar 6,4% untuk giro dan 3,7% untuk tabungan.
Perbaikan pada DPK valas hanya terjadi pada jenis simpanan berjangka alias deposito. Tercatat deposito valas naik 5,7% yoy menjadi Rp 341 triliun di akhir September 2019 lalu. "Perlambatan DPK terutama terjadi pada giro milik nasabah perorangan dan simpanan berjangka milik nasabah korporasi dan perorangan," tulis bank sentral dalam analisis uang beredar yang dirilis pekan lalu (31/10).
Sejumlah bank pun mengamini bahwa porsi DPK valas memang melambat. Alasan utamanya, disebabkan oleh bank-bank besar tak mengandalkan DPK valas sebagai instrumen pendanaan. Ambil contoh PT Bank CIMB Niaga Tbk yang menyebut bahwa pihaknya tak berencana mencari DPK valas.
Baca Juga: Mulai dari Rp 100 ribu, OCBC NISP tawarkan asuransi rumah lewat aplikasi digital
"Kami fokus ke Rupiah, bukan valas. Jadi tidak ada pertumbuhan di DPK valas," katanya kepada Kontan.co.id, Rabu (6/11). Ia juga mengatakan bahwa porsi valas terhadap DPK masih sangat rendah dan kalaupun ada, dana tersebut hanya bersifat pelengkap kebutuhan nasabah saja.
Sementara itu, sampai September 2019 total DPK CIMB Niaga tercatat mencapai Rp 190,33 triliun atau turun 2,1% secara yoy. Penurunan ini disebabkan perseroan tengah fokus mendorong porsi dana tabungan. Tercatat dana tabungan CIMB Niaga naik 5,9% yoy menjadi Rp 56,43 triliun, sementara giro dan deposito masing-masing turun 8,9% dan 2,9% secara yoy.
"Kami tetap fokus di CASA, khususnya tabungan. Kami targetkan tabungan tumbuh 8% tahun ini," terangnya.
Sementara itu, PT Bank Woori Saudara Tbk (BWS) mengaku masih mengandalkan DPK valas sebagai sumber pendanaan. Maklum, Direktur Kepatuhan BWS I Made Mudiastra bilang bahwa beberapa kredit perseroan memang mengharuskan valas. Alhasil, 40% dari total DPK perusahaan masuk dalam mata uang asing. "DPK valas tetap perlu untuk kredit valas, terutama untuk eksportir," terangnya.
Baca Juga: Bank BNI raih Padmamitra+ Award 2019 dari Gubernur Anies
Meski tak merinci secara detail, Made mengungkap bahwa DPK valas memang cenderung stagnan di kuartal III 2019. Sebabnya, posisi DPK perseroan saat ini dinilai masih cukup untuk memenuhi penyaluran kredit yang dipandang belum terlalu agresif. Dus, perseroan pun tak memiliki target pertumbuhan DPK valas hingga akhir tahun alias hanya tumbuh secara organik.
Sebagai catatan, per September 2019 total DPK BWS tercatat mencapai Rp 19,86 triliun. Jumlah tersebut masih meningkat 27,22% dibandingkan perolehan tahun sebelumnya sebesar Rp 15,61 triliun.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News