kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45898,78   -24,72   -2.68%
  • EMAS1.326.000 0,53%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

UU Cipta Kerja permudah akses investor mendirikan bank syariah


Senin, 12 Oktober 2020 / 18:43 WIB
UU Cipta Kerja permudah akses investor mendirikan bank syariah


Reporter: Laurensius Marshall Sautlan Sitanggang | Editor: Anna Suci Perwitasari

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pemerintah melalui Undang-Undang Cipta Kerja alias Omnibus Law telah merombak aturan mengenai pendirian bank syariah oleh pihak asing di Indonesia. Hal itu tertuang dalam Paragraf 4 pasal 79 UU Cipta Kerja. 

Singkatnya, UU baru tersebut mengubah aturan yang sebelumnya tertuang dalam pasal 9 UU Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah. Kalau dirinci secara sekilas, sebenarnya tidak terlalu terlihat perubahan aturan dalam kedua pasal tersebut. Namun, jika ditelusuri ternyata perbedaannya cukup besar. 

Pengamat Ekonomi Syariah Adiwarman Karim menjelaskan, dalam pasal baru di UU Cipta Kerja ada dua perbedaan yang mencolok. Pertama, dalam butir 3 tentang permodalan. Dalam UU sebelumnya, aturan mengenai permodalan diatur sesuai dengan regulasi Bank Indonesia. Nah, dalam UU Cipta Kerja peraturan tersebut kini diatur oleh regulator penanaman modal. 

Baca Juga: Kapan naskah final UU Cipta Kerja dipublikasikan? Ini jawaban Menkominfo

Kedua, dalam butir 1 tentang kepemilikan bank semula diatur mengenai ketentuan pelengkap (pairing). Namun, dalam UU Cipta Kerja pairing tersebut dihilangkan, dengan kata lain menjadi lebih mudah.

Sebagai penjelasan, dalam butir 1 pasal 9 UU Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah berbunyi Bank Umum Syariah hanya dapat didirikan dan/atau dimiliki oleh:

a. warga negara Indonesia dan/atau badan hukum Indonesia;

b. warga negara Indonesia dan/atau badan hukum Indonesia dengan warga negara asing dan/atau badan hukum asing secara kemitraan; atau

c. pemerintah daerah.

Nah, dalam UU Cipta Kerja hal itu diubah menjadi Bank Umum Syariah hanya dapat didirikan dan/atau dimiliki oleh: 

a. warga negara Indonesia; 

b. badan hukum Indonesia; 

c. pemerintah daerah; dan/atau 

d. badan hukum asing secara kemitraan.

"Aturan pengganti ini tidak ada pairingnya. Dapat bermakna pemiliknya bisa berupa campuran dari ketiga jenis pemegang saham," kata Adiwarman kepada Kontan.co.id, Senin (12/10).

Hanya saja, Adiwarman bilang, aturan tersebut merupakan pengkajian dari draf UU Cipta Kerja. Artinya, dimungkinkan berbeda dengan UU Cipta kerja yang sudah disahkan oleh DPR. 

Namun bila tidak diubah, maka bisa dibilang UU Cipta Kerja yang baru justru memudahkan investor untuk mendirikan bank syariah di Tanah Air. Adiwarman juga menambahkan, kemungkinan Pemerintah akan segera merilis aturan turunan mengenai UU baru tersebut, untuk memberi penjelasan lebih lanjut.

Menanggapi aturan baru tersebut, beberapa pelaku usaha perbankan syariah memilih untuk tidak berkomentar. Direktur Utama PT Bank BCA Syariah John Kosasih misalnya yang mengatakan pihaknya masih mengkaji lebih lanjut aturan tersebut. 

Baca Juga: Merger dengan Bank Interim, modal BCA Syariah bakal makin kokoh

Hanya saja, menurut John, beleid baru ini dibuat justru untuk memperjelas ketentuan kepemilikan di perbankan syariah. 

"Asing tetap boleh memiliki (bank syariah) tetapi dengan pola kemitraan dan ada batas ketentuan kepemilikan yang harus dipatuhi," katanya kepada Kontan.co.id, pekan lalu. 

Begitu juga dengan Sekretaris Perusahaan PT Bank BRI Syariah Tbk (BRIS) Mulyatno yang menyebut ketentuan tersebut tentunya telah dipertimbangkan oleh Pemerintah. 
"Mengenai hal tersebut akan lebih pas jika ditanyakan ke regulator," pungkas dia.

Selanjutnya: UU Cipta Kerja tak berdampak signifikan turunkan biaya operasional bank

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
EVolution Seminar Supply Chain Management on Sales and Operations Planning (S&OP)

[X]
×