Reporter: Benediktus Krisna Yogatama | Editor: Sanny Cicilia
JAKARTA. Industri multifinance tahun ini berhasil mencetak pertumbuhan kucuran pembiayaan di tengah tantangan industri. Namun, pertumbuhan menggembirakan tersebut belum tercetak di laba industri.
Pelambatan ekonomi, kenaikan bunga acuan Bank Indonesia (BI) dan kemudian bunga kredit bank, menjadi sebagian penyebab laba industri multifinance terkoreksi. Dari awal tahun sampai akhir September 2013, laba industri multifinance terkoreksi 10,65%. Berdasarkan data Otoritas Jasa Keuangan (OJK), laba industri multifinance di ujung September lalu sebesar Rp 10,9 triliun. Sedangkan setahun sebelumnya sebesar Rp 12,2 triliun.
Pengawas Asosiasi Perusahaan Pembiayaan Indonesia (APPI), Wiwiek Kurnia, mengatakan ada beberapa penyebab terkoreksinya laba industri pembiayaan. "Ada fenomena, persaingan sudah semakin berat. Selain itu, ketika perbankan menaikkan bunga, multifinance belum bisa menaikkan bunga," ujar Wiwiek, Selasa (12/11).
Ia menjelaskan, hal-hal tersebut menyebabkan biaya dana atau cost of fund perusahaan multifinance mengembang. Alhasil, laba tidak sekinclong dibandingkan periode-periode sebelumnya.
Suwandi Wiratno, Ketua Umum APPI, menambahkan banyak hambatan dalam perkembangan perusahaan pembiayaan tahun ini. "Industri masih sedikit banyak terkena dampak aturan uang muka, pelemahan rupiah dan kenaikan suku bunga," kata dia.
Meski laba bersih terkoreksi, industri multifinance pada kuartal ketiga tahun ini berhasil menyalurkan pembiayaan Rp 340 triliun. Angka ini naik 8,58% ketimbang periode yang sama tahun lalu di Rp 310,8 triliun.
NPF diambang batas
Persaingan ketat industri multifinance tak hanya berpengaruh pada laba, tapi juga penurunan kualitas kredit. Dumoly F. Pardede, Deputi Komisioner OJK untuk Industri Keuangan Non-Bank, mengatakan baru-baru ini memanggil 15 perusahaan multifinance terkait tingginya rasio pembiayaan bermasalah atau non-performing finance (NPF).
Menurut Dumoly, pemanggilan ini merupakan langkah OJK memonitor industri keuangan non-bank sejak dini, terutama yang memiliki sumber pembiayaan valuta asing dan bank. Sedangkan hasil monitor asuransi dan dana pensiun masih normal.
Rasio kredit bermasalah 15 perusahaan ini sudah berada di ambang batas ideal, tapi masih di bawah 5%. "Masih oke, hanya agak naik," kata dia. Mereka merupakan multifinance yang menawarkan pembiayaan kendaraan bermotor dan rumah.
Beberapa di antara perusahaan ini mengaku, debitur mereka mengalami keterlambatan membayar setelah jatuh tempo. Alasan lain, dampak konsolidasi sistem keuangan akhir tahun. Dumoly berjanji tetap memonitor hingga akhir tahun.
OJK sendiri merencanakan perluasan kegiatan usaha multifinance. "Kemungkinan menjadi, pembiayaan investasi, pembiayaan modal kerja, dan pembiayaan konsumsi," ujar Aloysius Saragih, Direktur Pengawas Pembiayaan OJK.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News