kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.533.000   0   0,00%
  • USD/IDR 16.180   20,00   0,12%
  • IDX 7.096   112,58   1,61%
  • KOMPAS100 1.062   21,87   2,10%
  • LQ45 836   18,74   2,29%
  • ISSI 214   2,12   1,00%
  • IDX30 427   10,60   2,55%
  • IDXHIDIV20 514   11,54   2,30%
  • IDX80 121   2,56   2,16%
  • IDXV30 125   1,25   1,01%
  • IDXQ30 142   3,33   2,39%

22 Perusahaan Fintech Lending Punya TWP90 di Atas 5%, Ini Kata Pengamat


Minggu, 10 November 2024 / 18:13 WIB
22 Perusahaan Fintech Lending Punya TWP90 di Atas 5%, Ini Kata Pengamat
ILUSTRASI. OJK melaporkan bahwa ada 22 dari 97 perusahaan finterch atau peer to peer (P2P) P2P lending dengan TWP90 di atas 5% per September 2024.


Reporter: Nadya Zahira | Editor: Wahyu T.Rahmawati

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) melaporkan bahwa ada 22 dari 97 perusahaan finterch atau peer to peer (P2P) P2P lending dengan TWP90 di atas 5% per September 2024. Jumlah ini setara dengan 22,68% pemain. 

Namun secara jumlah, kredit macet di pinjol relatif turun pada September 2024, yakni menjadi 2,38% dari yang sebelumnya 2,82% pada periode yang sama tahun lalu.   

Menanggapi hal tersebut, Ekonom dan Direktur Ekonomi Digital Center of Economic and Law Studies (Celios), Nailul Huda menyebutkan, ada tiga hal penyebab yang membuat perusahaan P2P lending berkutat pada masalah kredit macet atau TWP90 di atas 5%. 

Pertama, Nailul bilang, credit scoring yang digunakan perusahaan P2P lending belum mampu menunjukkan kemampuan bayar yang sebenarnya dari calon borrower. 

Baca Juga: 97 Pinjol Berizin OJK Per November 2024 Pasca Izin Usaha Investree Dicabut

Selama ini, menurutnya, di sektor produktif pun penghitungan credit scoring masih menggunakan data alternatif. 

“Maka dari itu, diharapkan integrasi dengan Sistem Layanan Informasi Keuangan (SLIK) OJK oleh pemain fintech P2P lending dapat segera dilakukan. Hal tersebut tentunya sebagai strategi untuk penyaring debitur yang buruk,” kata Nailul kepada Kontan.co.id, Sabtu (9/l1). 

Kedua, ia mengatakan adanya ketiadaan opsi asuransi kredit sektor produktif juga menjadi penyebab kredit macet meningkat. Padahal, hingga saat ini sebagian besar debitur adalah pelaku Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) karena plafon yang ditawarkan maksimal Rp 2 miliar.  

Baca Juga: OJK: Aturan Khusus BNPL Masih Digodok

“Maka seharusnya ada opsi asuransi kredit dan dijadikan sebagai salah satu value dalam credit scoring, serta ditampilkan di halaman borrower sehingga lender bisa mengetahui apakah calon borrower mempunyai asuransi atau tidak,” imbuhnya. 

Lebih lanjut, Nailul mengatakan penyebab yang ketiga yaitu, sektor produktif memiliki risiko kredit macet lebih tinggi. Ia mencatat data kredit macet untuk badan usaha juga mengalami peningkatan dan secara agregat lebih dari 5%. Sedangkan untuk kredit macet perorangan mencapai 2%.  

Dengan begitu, artinya untuk sektor produktif mempunyai risiko yang lebih tinggi dibandingkan dengan sektor konsumtif. Nailul menilai, hal ini yang menyebabkan platform P2P lending lebih memilih menyalurkan ke sektor konsumtif, selain pangsa pasarnya juga lebih besar sektor konsumtif. 

Selanjutnya: Harga Pangan Terkini di Jawa Barat, 10 November 2024: Harga Beras dan Kedelai Naik

Menarik Dibaca: Penyebab Sinyal Wi-Fi Lambat, Salah Cara Memasang Router

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective Bedah Tuntas SP2DK dan Pemeriksaan Pajak (Bedah Kasus, Solusi dan Diskusi)

[X]
×