kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 2.464.000   2.000   0,08%
  • USD/IDR 16.682   19,00   0,11%
  • IDX 8.650   -10,84   -0,13%
  • KOMPAS100 1.191   -1,19   -0,10%
  • LQ45 853   4,51   0,53%
  • ISSI 308   -5,08   -1,62%
  • IDX30 440   5,88   1,36%
  • IDXHIDIV20 509   7,43   1,48%
  • IDX80 133   -0,35   -0,26%
  • IDXV30 138   -0,06   -0,04%
  • IDXQ30 140   2,14   1,55%

AAUI: Rencana Asuransi Wajib Bencana Perlu Dibangkitkan Kembali


Senin, 15 Desember 2025 / 20:09 WIB
AAUI: Rencana Asuransi Wajib Bencana Perlu Dibangkitkan Kembali
ILUSTRASI. Ketua Umum AAUI Budi Herawan (KONTAN/Ferry Saputra)


Reporter: Ferry Saputra | Editor: Herlina Kartika Dewi

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Asosiasi Asuransi Umum Indonesia (AAUI) menilai rencana implementasi asuransi wajib bencana perlu dibangkitkan kembali. Maklum, Indonesia merupakan wilayah yang rawan bencana. Yang terbaru, bencana banjir besar terjadi di Sumatra dan berdampak besar bagi masyarakat. 

Terkait perkembangannya, Ketua Umum AAUI Budi Herawan menyampaikan komunikasi mengenai asuransi wajib bencana sebenarnya sudah terjadi dalam beberapa tahun terakhir. 

"Namun, memang tampaknya pemerintah selalu menunggu kejadian dulu baru terbangun. Sekiranya dapat dibangkitkan kembali untuk diimplementasikan asuransi wajib bencana," kata Budi saat konferensi pers di kawasan Jakarta Selatan, Senin (15/12/2025).

Baca Juga: AAUI: Estimasi Nilai Klaim Akibat Bencana Banjir Sumatra Rp 567,02 Miliar

Budi menambahkan komunikasi mengenai asuransi wajib bencana antara AAUI dengan Kementerian Keuangan cukup intens. Menurutnya, diperlukan juga masukan dari DPR RI mengenai asuransi wajib bencana apabila diimplementasikan. 

Terkait skema, Budi mengatakan banyak model yang bisa diambil apabila asuransi wajib bencana memang diimplementasikan ke depannya.

Dia mengatakan modelnya bisa saja berbasis parametrik terhadap bencana alam. Skema itu juga sudah beberapa kali sebenarnya dikomunikasikan dengan Kementerian Keuangan. 

Mengenai pembayaran preminya, Budi menyebut perlu adanya sinergi untuk mencari jalan keluar bersama dengan berbagai stakeholder, termasuk pemerintah, agar menemukan skema yang pas. Di saat yang sama, masyarakat juga sudah membayar pajak. 

"Mekanismenya mungkin nanti antara pemerintah dan parlemen juga harus duduk sama-sama. Kami sebagai bagian dari yang akan menerima mitigasi risiko tentunya berharap bisa diajak bicara sejak awal perencanaan," tuturnya.

Apabila diimplementasikan, Budi menekankan tata kelola hingga akuntabilitasnya juga harus dipikirkan secara matang dan bertanggung jawab. 

"Tentunya dengan tidak membebankan masyarakat luas ke depannya. Sebab, asuransi wajib bencana merupakan program nasional, tentu harus duduk sama-sama dicari jalan keluarnya. Apakah pemerintah memberikan subsidi awal atau sifatnya penugasan? Kami masih menunggu," ucap Budi.

Baca Juga: AAUI: Usulan Kewajiban Asuransi Perjalanan bagi Wisawatan Asing Dalam Tahap Diskusi

Di sisi lain, Budi mengatakan tantangan paling utama apabila asuransi wajib bencana diimplementasikan adalah sosialisasi kepada masyarakat. Oleh karena itu, perlu upaya juga agar implementasinya bisa berjalan optimal dan dapat melindungi masyarakat dari risiko tak terduga. 

Sebelumnya, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menilai Indonesia membutuhkan program asuransi wajib bencana.

Kepala Eksekutif Pengawasan Perasuransian, Penjaminan dan Dana Pensiun OJK Ogi Prastomiyono mengatakan hal itu mengingat eksposur risiko bencana di Indonesia sangat tinggi. Sebagai pengingat, sepanjang tahun ini saja terdapat beberapa bencana alam yang terjadi, seperti bencana banjir besar di Bali dan Sumatra.

"Indonesia tentunya membutuhkan skema asuransi wajib bencana, karena eksposur risiko bencana di Indonesia sangat tinggi dengan kondisi geografis yang berada di ring of fire," ucapnya saat konferensi pers RDK OJK, Kamis (11/12/2025).

Ogi juga menyampaikan, sebenarnya ketentuan mengenai asuransi wajib untuk bencana alam telah diamanatkan dalam Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (UU P2SK). 

Dalam Pasal 39A UU P2SK, disebutkan pemerintah dapat membentuk program asuransi wajib sesuai dengan kebutuhan. Program asuransi wajib, di antaranya mencakup asuransi tanggung jawab hukum pihak ketiga (third party liability) terkait kecelakaan lalu lintas, asuransi kebakaran, dan asuransi rumah tinggal terhadap risiko bencana.

Dijelaskan juga dalam Pasal 39A ayat (2) hingga (4) bahwa pemerintah dapat mewajibkan kepada kelompok tertentu dalam masyarakat untuk ikut serta dalam program asuransi wajib, pemerintah dapat mewajibkan kepada kelompok tertentu dalam masyarakat untuk membayar premi atau Kontribusi keikutsertaan sebagai salah satu sumber pendanaan program asuransi wajib, kemudian ketentuan lebih lanjut mengenai penyelenggaraan program asuransi wajib diatur dengan Peraturan Pemerintah setelah mendapatkan persetujuan dari DPR.

"Dalam Pasal 39A, salah satu asuransi wajib yang dapat dilaksanakan adalah asuransi rumah tinggal terhadap risiko bencana. Namun, implementasinya memerlukan pengaturan teknis lebih lanjut," kata Ogi.

Lebih lanjut, Ogi menjelaskan definisi bencana alam atau natural catastrophe sangat luas. Untuk Indonesia sendiri, secara perlindungan risiko terdapat kelompok yang mencakup earthquake, volcanic eruption, dan tsunami.

Selain itu, ada kelompok typhoon, storm, flood, water damage, bisa juga wildfire, atau bencana alam lainnya.

Selanjutnya: Man United vs Bournemouth, Prediksi, Live Streaming & Jadwal Liga Inggris 2025-2026

Menarik Dibaca: Menu Diet Turun Berat Badan Tanpa Nasi untuk Seminggu, Coba yuk!

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
Mitigasi, Tips, dan Kertas Kerja SPT Tahunan PPh Coretax Orang Pribadi dan Badan Supply Chain Management on Practical Inventory Management (SCMPIM)

[X]
×