Reporter: Maizal Walfajri | Editor: Tendi Mahadi
Lanjut Heru, bagi bank digital juga bisa menekan biaya premi risiko. Lantaran telah menggunakan teknologi analisa kredit yang didukung oleh artificial intelligence. Sehingga proses pengukuran kelayakan kredit lebih cepat dan tepat.
“Itu semua bisa menekan suku bunga dan lebih rendah, karena operasionalnya lebih murah. Mereka bisa bersaing karena suku bunga mereka lebih rendah dibandingkan bank konvensional,” tambah Heru.
Ia menambahkan pada pertengahan 2021, regulator akan merilis rancangan peraturan OJK (POJK) tentang bank umum di Indonesia. Dalam aturan itu akan ada aturan mengenai pendirian bank baru harus memiliki bank bermodal inti Rp 10 triliun.
Baca Juga: Bank BJB (BJBR) membagikan dividen dengan yield 6,10%, catat jadwalnya
“Rancangan OJK tentang bank umum, kami atur kapasitas permodalan kalau didirikan full digital maka harus punya tata kelola yang baik digital, modal, dan kemampuan mengelola bisnis digital. Pendirian bank baru (bukan digital bank) kita syaratkan 10 triliun, itu sekaligus antisipasi kalau akan layani layanan digital,” kata Heru.
Ia menyatakan angka itu muncul setelah OJK melakukan penelitian yang menunjukkan agar bank bisa berjalan secara baik dan efisien maka harus memiliki modal inti mulai dari Rp 3 triliun hingga Rp 10 triliun.
Ini pulalah alasan OJK meminta perbankan di Indonesia memiliki modal inti minimum Rp 3 triliun di 2022 dan bagi bank pembangunan daerah pada 2023.
Selanjutnya: OJK: Bank digital bisa berikan suku bunga kredit lebih murah
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News