Reporter: Laurensius Marshall Sautlan Sitanggang | Editor: Anna Suci Perwitasari
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pandemi virus corona (Covid-19) telah membuat kondisi perekonomian Indonesia melambat tajam. Hampir seluruh sektor terkena perlambatan, tanpa terkecuali sektor perbankan.
Sebab, dalam situasi seperti saat ini mayoritas debitur yang usaha atau sumber penghasilannya terdampak Covid-19 berpotensi untuk kesulitan melunasi fasilitas kredit. Untuk meredam potensi tersebut, pemerintah pun telah mengeluarkan sederet kebijakan stimulus ekonomi.
Baca Juga: Asyik, kartu debit BCA kini bisa dipakai buat belanja online
Terbaru adalah Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 23/2020 tentang pelaksanaan Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN). Dalam program ini, pemerintah menyiapkan anggaran sekitar Rp 34,15 triliun untuk subsidi bunga kredit yang akan diberikan kepada 60,66 juta rekening mikro.
Dari anggaran tersebut, pemerintah menempatkan Rp 27,26 triliun untuk subsidi bunga yang kreditnya diajukan melalui perbankan, BPR, dan perusahaan pembiayaan.
Debitur UMKM di lembaga keuangan tersebut akan memperoleh penundaan angsuran dan subsidi bunga sebesar 6% selama 4 bulan pertama, dan 3% selama 3 bulan berikutnya. Sedangkan, untuk usaha menegah diberikan sebesar 3% selama 3 bulan pertama, dan 2% selama 3 bulan berikutnya.
Lalu untuk UMKM yang mengajukan kredit melalui KUR, UMi, Mekaar, dan Pegadaian akan diberikan subsidi bunga Rp 6,4 triliun dan juga penundaan angsuran pokok selama 6 bulan. Sementara, UMKM yang mengajukan kredit melalui koperasi, LPDB, LPMUKP akan diberikan relaksasi subsidi sebesar 6% selama 6 bulan dengan anggaran Rp 490 miliar.
Perbankan pun menyambut baik kebijakan tersebut. Sebab, bukan hanya membantu debitur, kebijakan subsidi bunga juga memberikan angin segar bagi arus kas perbankan yang terbilang seret.
Baca Juga: Penjaminan kredit modal kerja bakal kerek bisnis industri penjaminan
Asal tahu saja, salah satu syarat debitur agar dapat menerima subsidi bunga antara lain merupakan pengusaha UMKM atau koperasi dengan plafon kredit di bawah Rp 10 miliar. Direktur Utama PT Bank Mayapada Tbk Haryono Tjahjarijadi menyebut, aturan ini sangat membantu lantaran ada sebanyak 20%-25% debitur perusahaan yang memiliki plafon di bawah Rp 10 miliar.
Walau tidak seluruhnya membutuhkan keringanan atau restrukturisasi, Haryono menyebut kebijakan ini bisa memberikan sedikit tambahan penghasilan bagi perusahaan. "Relaksasi ini sangat membantu perbankan, namun kami masih harus menjabarkannya untuk merealisasikan relaksasi ini," katanya kepada Kontan.co.id, Rabu (13/5) lalu.
Haryono berpendapat, pihaknya kini sedang merancang aturan internal untuk secepatnya melaksanakan kebijakan tersebut. Tetapi, untuk bisa lebih rinci menurutnya diperlukan peraturan turunan dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK) sebelum perbankan bisa mengimplementasikan. Kalau baru PP, OJK harus mempersiapkan Peraturan OJK (POJK) baru setelah itu perbankan bisa membuat aturan internal untuk pelaksanaannya," tegasnya.
Baca Juga: Simak, deretan promo dari BNI di Ramadan ini
Bank kecil seperti PT Bank Mayora juga memastikan pihaknya akan memanfaatkan pelonggaran ini. Sebab, sekitar 25% portofolio pinjaman perusahaan saat ini merupakan segmen UMKM. "Diharapkan hal ini dapat mendukung likuiditas dan NPL bank bisa lebih baik lagi," ungkap Irfanto Oeij, Direktur Utama Bank Mayora kepada Kontan.co.id, Kamis (14/5).
Menurutnya, kebijakan ini sudah sesuai dengan kebutuhan perbankan. Sebab, mayoritas debitur yang usahanya terdampak Covid-19 memang merupakan nasabah UMKM. Sekaligus, tentunya hal ini bisa menjadi penyejuk di tengah meningkatnya pengeluaran bank.
Senada, Sekretaris Perusahaan PT Bank BRI Agroniaga Tbk (BRI Agro) Hirawan Nur mengatakan PP terbaru ini juga bisa membantu perbankan dalam memitigasi risiko terutama debitur UMKM. "Untuk PP subsidi bunga yang baru diterbitkan cukup membantu bank dan juga debitur," katanya.
Baca Juga: Akhirnya, berkas lima tersangka kasus Jiwasraya dinyatakan lengkap
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News