Reporter: Nina Dwiantika | Editor: A.Herry Prasetyo
JAKARTA. Entah apa yang ada di benak pejabat Bank Indonesia (BI). Meski ditunggu banyak pihak, BI malah menunda penerbitan surat edaran (SE) tentang Lembaga Pengelola Informasi Perkreditan (LPIP). Padahal, LPIP atau populer disebut biro kredit swasta tak bisa beroperasi sebelum SE terbit.
Sebelumnya, BI menargetkan, aturan turunan tentang LPIP dirilis pada kuartal II 2013. Namun, BI menunda hingga akhir kuartal III 2013. Kini, BI berencana mengulur kembali penerbitan SE tersebut. Padahal, lembaga rating dan perbankan kini tengah menunggu aturan tersebut untuk mengetahui aturan main menjadi lembaga rating dan anggota lembaga rating.
Sani Eka Duta, Asisten Direktur Divisi Informasi Kredit Departemen Perizinan dan Informasi Perbankan BI, mengatakan draf SE tentang LPIP sejatinya sudah selesai. Namun, BI masih akan menunda penerbitan SE tersebut. Alasannya, BI masih menunggu pemulihan ekonomi domestik. Selain itu. BI juga masih menunggu transformasi pengawasan dari BI ke Otoritas Jasa Keuangan (OJK).
Sani menargetkan, SE akan terbit pada akhir tahun ini. Paling lambat, aturan main LPIP terbit pada tahun 2014 mendatang. BI juga menargetkan, biro kredit swasta di Indonesia bisa beroperasi pada akhir 2014 atau awal tahun 2015. Maklum, sebelum beroperasi, LPIP harus mengajukan dua izin pendirian usaha ke BI, yakni izin prinsip dan izin operasional. Proses dua perizinan tersebut bisa memakan waktu selama 1 tahun.
Menurut Sani, kedepan LPIP dapat menyaring debitur yang memiliki rekam jejak tidak bagus. Misalnya, seorang debitur memiliki kredit bermasalah berkategori macet. Namun, bisnis si debitur potensial untuk dikembangkan. Selain itu, simpanan dana masih bagus. Dalam situasi seperti itu, lembaga rating bisa memberi pertimbangan agar debitur kembali menerima kredit dengan syarat tertentu.
Sigit Pramono, Ketua Umum Perhimpunan Bank Umum Nasional (Perbanas), menilai perbankan sangat membutuhkan lembaga rating. Dengan adanya lembaga rating, perbankan akan terbantu mengecek data debitur yang akan menerima kredit. "Sebaiknya BI segera mengeluarkan aturan karena perbankan sudah membutuhkan data debitur untuk mengurangi risiko kredit," tegas Sigit.
Biro kredit partikelir ini akan membantu perbankan dalam pengecekan data debitur, seperti jenis usaha, risiko, rekam jejak debitur, hingga tingkat rating debitur. Karena itu, kebutuhan biro kredit swasta sangat mendesak.
Apalagi, Indonesia belum memiliki lembaga rating untuk debitur kredit perbankan. Padahal, di luar negeri, banyak lembaga rating yang sudah berdiri dan beroperasi. "Lembaga rating menginformasikan apakah debitur memiliki kredibilitas atau tidak," imbuh Sigit.
Yohanes Arts Abimanyu, Direktur Kepatuhan dan Hukum, PT Pemeringkat Efek Indonesia (Pefindo), mengatakan, Pefindo saat ini masih menunggu aturan main biro kredit swasta. Meski telah mematangkan rencana pendirian biro kredit swasta, Pefindo mesti menunggu aturan dari BI untuk mengajukan izin prinsip. "Mengenai kapan waktunya sepenuhnya menjadi kewenangan BI," ucapnya.
Jadi, selamat menunggu.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News