Reporter: Tendi Mahadi | Editor: Uji Agung Santosa
JAKARTA. Aturan penyetaraan aturanĀ uang muka pembiayaan syariah dan asuransi konvensionalĀ menekan bisnisĀ asuransi umum syariah di tahun kemarin. Bahkan perolehan preminya sampai turun cukup besar secara year on year.
Wakil Ketua Bidang Riset dan Statistik Asosiasi Asuransi Syariah Indonesia (AASI) Taufik Marjuniadi menerangkan perolehan premi asuransi umum syariah dan reasurnasi syariah mengalami penurunan sampai 18,5%. "Dengan aturan LTV (loan to value) yang masih disamakan dengan pembiayaan konvensional maka masih banyak konsumen yang beralih dari pembiayaan syariah," kata dia.
AASI mencatat di tahun kemarin perolehan premi asuransi umum syariah dan reasuransi syariah hanya mencapai Rp 1,4 triliun. Padahal di kahir tahun 2013 perolehan preminya sempat mencapai Rp 1,7 triliun.
Perlambatan bisnis di pembiayaan syariah memang masih berdampak besar bagi pelaku usaha asuransi umum syariah. Maklum sekitar 60% sampai 65% kontributor di segmen ini masih berasal dari pengusaha leasing syariah.
Ternyata kontribusi perlambatan bukan cuma berasal dari aturan uang muka pembiayaan, namun juga dampak dari surat edaran Otoriras Jasa Keuangan (OJK) nomor SE-06/D.05/2013 yang diantaranya mengatur tarif premi asuransi harta benda. Berbeda dengan bisnis asuransi umum konvensional yang rata-rata tarif preminya naik, di bisnis asuransi umum syariah justru menurun.
Pasalnya pebisnis asuransi umum syariah kebanyakan bermain di asuransi harta benda di pasar ritel. "Tarif yang naik kebanyakan untuk pasar korporat seperti untuk pabrik atau kantor sedangkan untuk pasar ritel justru tarifnya mengalami penurunan," ungkapnya.
Premi yang menurun juga mengakibatkan pangsa pasar asuransi umum syariah dan reasuransi syariah ikut melorot. Dari penguasaan pasar sebesar 3,64% di akhir 2013 lalu menurun jadi 2,54% di akhir tahun kemarin.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News