Reporter: Selvi Mayasari | Editor: Tendi Mahadi
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Persaingan penghimpunan dana di industri perbankan digital semakin memanas di tengah suku bunga tinggi. Demi menggali sumber pendanaan, tak sedikit pula bank digital yang menawarkan suku bunga deposito lebih tinggi dari rata-rata yang ditawarkan bank lain.
Suku bunga yang ditawarkan bank juga terkadang jauh di atas tingkat bunga pinjaman Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) yang sebesar 4,25%.
Berdasarkan penelusuran, rata-rata bank digital menawarkan suku bunga deposito di level 5% hingga 6%. Bahkan ada yang menawarkan bunga hingga 9%.
Seperti Krom Digital Bank. Pendatang baru milik Grup Kredivo ini berani memberikan tawaran bunga deposito hingga 8,75% untuk deposito berjangka tenor enam bulan. Selain itu ada Neo Bank yang menawarkan bunga deposito hingga 8,00% untuk deposito dengan tenor 12 bulan.
Baca Juga: Inflasi dan Momen Ramadan Berpotensi Menggerus Simpanan Nasabah Menengah Bawah
Juga ada Amar Bank yang menawarkan bunga deposito hingga 8,00% untuk tenor 24 bulan dan 9,00% untuk tenor 36 bulan.
Selain itu ada Allo bank juga menawarkan bunga tertinggi hingga 6%. Seabank Indonesia menawarkan produk deposito dengan suku bunga mencapai 6% per tahun, dengan kurun jatuh tempo 1, 3, dan 6 bulan.
Bank Neo Commerce juga menawarkan bunga yang kompetitif, yaitu 6% per tahun. Selanjutnya ada Bank Jago Tbk. (ARTO) menawarkan bunga deposito 5% per tahun. Blu BCA menawarkan bunga tertinggi mencapai 4,75%
Direktur Utama Allo Bank, Indra Utoyo mengatakan, secara umum, pihaknya percaya suku bunga produk pendanaan yang pihaknya tawarkan sudah cukup kompetitif dengan peer banks Allo Bank di pasar.
Di sisi lain, Indra mengaku akan menyesuaikan tingkat suku bunga produk pendanaan dengan kondisi pasar dan makroekonomi.
Hal ini sejalan dengan HBI Rate diprediksi akan turun ke 5,25% per akhir tahun 2024, dengan mempertimbangkan perkembangan arah kebijakan The Fed terhadap Fed Fund Rate dan ruang penurunan suku bunga didorong penguatan mata uang Rupiah, terkendalinya inflasi inti dan inflasi pangan serta penyaluran kredit perbankan yang optimal.
"Dalam menjaring dana nasabah, kami memfokuskan diri untuk mengembangkan kolaborasi dengan sektor-sektor baru yang dekat dengan berbagai aspek kehidupan nasabah sesuai dengan tagline kami 'Experience A Simple Life'," kata Indra kepada kontan.co.id, Senin (18/3).
Baca Juga: Perbankan Ramai-Ramai Siapkan Uang Tunai Lebih Besar untuk Kebutuhan Lebaran
Selain itu, Allo Bank juga mengembangkan fitur-fitur baru dari sisi pembayaran transaksional. Sepanjang tahun 2023 total transaksi di Allo Bank kurang lebih meningkat 3 kali lipat terutama untuk fitur-fitur utama dalam Aplikasi seperti QRIS, Transfer, Top-Up dan Bill Payment.
Di samping suku bunga simpanan yang menarik, agar nasabah terus menabung di Allo Bank, pihaknya juga memberikan keleluasaan kepada nasabah untuk melakukan transfer antar bank secara gratis.
Indra menerangkan, saat ini Allo Bank menjadi salah satu bank teraktif dalam hal jumlah transaksi sistem pembayaran ritel nasional melalui BI-Fast. Hal ini sejalan dengan komitmen regulator untuk mempercepat digitalisasi perekonomian dan keuangan nasional.
Digibank by DBS juga menawarkan bunga deposito hingga 5%. Natalina Syabana, Head of Liabilities, Secured Lending and Segmentation, Consumer Banking PT Bank DBS Indonesia menyebut, suku bunga deposito yang ditawarkan kepada nasabah biasanya dipengaruhi oleh beberapa faktor, termasuk kebutuhan likuiditas institusi dan juga keputusan suku bunga oleh OJK.
"Menurut DBS Group Research pada Maret 2024, suku bunga di Indonesia diprediksikan akan turun menjadi sekitar 5,25% pada akhir 2024 dari 6% saat ini. Oleh karena itu, kami melihat kemungkinan suku bunga deposito juga akan bergerak sesuai dengan itu," ungkapnya.
Dalam menjaring dana nasabah, pihaknya berupaya untuk memenuhi kebutuhan finansial para nasabah, pihaknya juga menyediakan berbagai macam produk di platform digital Digibank.
"Kami yakin langkah tersebut adalah strategi yang tepat dan akan terus kami jalankan," imbuhnya.
Sementara Ekonom Indef Nailul Huda menilai, yang menjadi persoalan adalah dana murah dengan suku bunga tinggi tersebut menjadi daya tarik bagi pengguna di tengah persaingan dengan bank konvensional.
Menurut Huda, Bank digital masih banyak yang kecil-kecil secara modal, mereka tidak mampu bersaing untuk menarik dana pihak ketiga dengan bank besar.
"Untuk menjaga likuiditasnya ya menggunakan instrumen dana murah dengan suku bunga tinggi. Tentu ini sangat berisiko bagi nasabah ketika terjadi fraud. Tidak ada jaminan untuk uang dalam bank digital. Tidak masuk dalam range penjaminan LPS," jelasnya.
Maka dari itu, kata Huda sistem pengawasan di bank digital harus sangat prudent. Terlebih digitalisasi di Indonesia masih cukup rawan kena fraud. Inilah yang harus diperhatikan.
"Bagi bank digital juga harus mengembangkan ekosistem digitalnya dengan berbagai cara. Kolaborasi atau masuk ke ekosistem digital platform digital lain bisa jadi solusi," tegasnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News