kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.541.000   21.000   1,38%
  • USD/IDR 15.880   50,00   0,31%
  • IDX 7.196   54,65   0,77%
  • KOMPAS100 1.104   9,46   0,86%
  • LQ45 877   10,80   1,25%
  • ISSI 221   0,74   0,34%
  • IDX30 449   6,10   1,38%
  • IDXHIDIV20 540   5,33   1,00%
  • IDX80 127   1,26   1,00%
  • IDXV30 135   0,57   0,43%
  • IDXQ30 149   1,56   1,06%

Jadi bank gagal, salah satu risiko bank pelaksana program pemulihan ekonomi


Sabtu, 16 Mei 2020 / 08:20 WIB
Jadi bank gagal, salah satu risiko bank pelaksana program pemulihan ekonomi
ILUSTRASI.


Reporter: Anggar Septiadi | Editor: Tendi Mahadi

KONTAN.CO.ID -  JAKARTA. Bank pelaksana dalam program pemulihan ekonomi nasional (PEN) menghadapi pandemi dibayang-bayangi risiko yang besar. Bank pelaksana bisa ditetapkan jadi bank gagal jika melakukan gagal bayar pinjaman likuiditas dari bank jangkar alias bank perantara

Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Wimboh Santoso bilang guna mengurangi risiko, penempatan dana pemerintah di bank jangkar akan dijamin oleh Lembaga Penjamin Simpanan (LPS).

Baca Juga: Skema bank jangkar dibayangi risiko besar

“Yang diberi jaminan adalah bank peserta jika bank pelaksana gagal mengembalikan pinjaman likuiditasnya,” kata Wimboh kepada Kontan.co.id, Jumat (15/5).

Secara umum, skema bank jangkar dijelaskan Wimboh sebagai berikut. Pemerintah akan menempatkan dana di bank jangkar yang direncanakan mencapai Rp 35 triliun. Bank pelaksana nanti akan mengajukan pinjaman likuiditas kepada bank jangkar yang akan meneruskan permohonan ke pemerintah.

Pinjaman likuiditas dari bank jangkar akan dijamin oleh portofolio kredit bank pelaksana yang direstrukturisasi akibat pandemi. Nah, jika bank pelaksana mengalami gagal bayar, LPS yang akan melakukan penjaminan terhadap dana yang pemerintah di bank jangkar.

Baca Juga: Bank jangkar bisa dapat tambahan pendapatan

Wimboh klaim dengan skema ini bank jangkar bebas risko. Nyatanya tak demikian, jika terjadi gagal bayar, bank jangkar tetap harus membayar bunga simpanan pemerintah, sementara potensi pendapatan dari jasa perantara likuiditas ke bank pelaksana lenyap.

Deputi komisioner Logistik dan Humas OJK Anto Prabowo bilang sejatinya bank jangkar emang tetap punya risiko. Hal ini dibebankan agar mencegah penyelewengan , agar bank jangkar tidak asal memperantarai likuiditas ke bank pelaksana.

Lebih lanjut, risiko terbesar justru akan ditanggung oleh bank pelaksana jika mengalami gagal bayar. Beberapa konsekuensi akan diterima mereka, paling parah bank pelaksana bisa ditetapkan sebagai bank gagal.

Baca Juga: Hadapi pandemi, ini empat langkah yang wajib dilakukan perbankan menurut OJK

“Jika bank pelaksana tidak bisa membayar pinjaman maka rekening giro mereka di Bank Indonesia bisa didebet langsung untuk kepentingan pemerintah. Karena prinsipnya, dana pemerintah punya hak (penjaminan) prioritas, termasuk misalnya kemudian bank pelaksana ditetapkan sebagai bank gagal yang penanganannya dilakukan LPS,” kata Anto kepada Kontan.co.id terpisah.

Ketua Dewan Komisioner LPS Halim Alamsyah belum merespon pertanyaan Kontan.co.id untuk mengonfirmasi hal ini.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Working with GenAI : Promising Use Cases HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective

[X]
×