Reporter: Arthur Gideon |
JAKARTA. Bila tidak ada aral melintang, bulan ini Bank Indonesia (BI) akan menerbitkan Peraturan Bank Indonesia (PBI) mengenai modal dasar yang harus dipenuhi oleh Unit Usaha Syariah (UUS) yang berniat melepaskan diri atawa spin off menjadi Bank Umum Syariah (BUS).
Direktur Perbankan Syariah BI Ramzi A. Zuhdi menyatakan, BI masih menyelesaikan aspek legalitas. “Kalau membuat peraturan kan tidak boleh bertentangan dengan aturan yang sudah ada. Jadi, kami sedang meneliti apakah aturan yang akan terbit ini bertentangan tidak dengan aturan yang telah ada,” tutur Ramzi, akhir pekan lalu (27/2).
PBI baru itu bertujuan mendorong bank untuk mengangkat status UUS yang mereka miliki menjadi BUS.
Poin terpenting dalam PBI yang segera akan terbit itu adalah pelonggaran ketentuan modal dasar untuk pembentukan BUS. Selama ini, BI mewajibkan modal dasar minimal Rp 1 triliun untuk pembentukan BUS baru. Namun, khusus untuk spin off UUS, BI hanya akan mewajibkan modal dasar Rp 500 miliar.
Ramzi menambahkan, ketentuan permodalan minimal Rp 1 triliun hanya berlaku untuk pembentukan BUS baru dan konversi bank konvensional menjadi BUS.
Ketentuan modal minimal Rp 500 miliar itu hanya berlaku bagi UUS yang hendak menjadi BUS. Dengan kata lain, peraturan permodalan tadi tidak berlaku surut bagi BUS yang sudah beroperasi.
Kemungkinan besar, bank yang akan langsung menikmati pelonggaran ketentuan modal itu adalah PT BNI Tbk. Seperti kita tahu, Bank BNI berniat melakukan spin off UUS BNI menjadi BUS.
Membebani investor
Jika Bank BNI merealisasikan spin off itu setelah PBI berlaku, BNI tidak perlu menyediakan modal hingga Rp 1 triliun, melainkan cukup menyetor dana Rp 500 miliar alias separuhnya saja.
Menanggapi rencana BI tersebut, pengamat perbankan syariah Adiwarman A. Karim mengatakan, keringanan yang diberikan BI itu mungkin bisa mendorong bank pemilik UUS melakukan spin off, menjadi BUS.
Namun, Adiwarman ragu ketentuan permodalan baru tersebut bisa menarik investor dari luar negeri melakukan investasi dalam perbankan syariah Indonesia.
Ia menuding, ketentuan modal minimal Rp 1 triliun untuk pembentukan BUS dan Rp 500 miliar untuk spin off tadi justru memberatkan investor. “Para investor luar negeri masih menghitung-hitung. Mereka pikir bisnisnya saja belum mulai kenapa saya harus menaruh dana yang cukup besar,” katanya.
Adiwarman menyarankan agar BI memberi kelonggaran berupa pemenuhan ketentuan modal minimal secara bertahap. Sebaliknya, BI berkeyakinan ketentuan permodalan tadi diperlukan untuk menjaring investor yang benar-benar serius dan berkomitmen kuat untuk mengembangkan perbankan syariah.
Menurut Adiwarman, setidaknya saat ini ada tiga investor yang serius untuk masuk ke industri syariah Indonesia.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News