kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.978.000   -2.000   -0,10%
  • USD/IDR 16.435   -56,00   -0,34%
  • IDX 7.736   -94,43   -1,21%
  • KOMPAS100 1.079   -10,72   -0,98%
  • LQ45 789   -8,41   -1,06%
  • ISSI 262   -2,74   -1,04%
  • IDX30 409   -4,48   -1,08%
  • IDXHIDIV20 475   -5,51   -1,15%
  • IDX80 119   -1,13   -0,94%
  • IDXV30 129   -0,75   -0,58%
  • IDXQ30 132   -1,48   -1,11%

Biaya Pencadangan Naik, Perbankan Antisipasi Risiko Kredit Macet


Senin, 01 September 2025 / 20:20 WIB
Biaya Pencadangan Naik, Perbankan Antisipasi Risiko Kredit Macet
ILUSTRASI. Hingga tujuh bulan pertama tahun 2025, profitabilitas perbankan belum lepas dari tekanan biaya pencadangan yang tinggi. ? KONTAN/Baihaki/13/5/2025


Reporter: Adrianus Octaviano | Editor: Herlina Kartika Dewi

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Hingga tujuh bulan pertama tahun 2025, profitabilitas perbankan belum lepas dari tekanan biaya pencadangan yang tinggi. Langkah ini mencerminkan bahwa bank semakin berhati-hati dalam menjaga risiko kredit macet yang berpotensi naik.

Memang, secara industri, rasio kredit macet atau NPL gross perbankan per Juni 2025 berada di level 2,22%. Capaian tersebut sedikit lebih baik jika dibandingkan periode sama tahun sebelumnya yang berada di level 2,26%.

Nah meskipun NPL mengalami kenaikan, beberapa bank juga tetap mencatat kenaikan untuk biaya pencadangan. Hal tersebut juga tak hanya dialami oleh bank-bank bermodal kecil, namun juga dialami oleh bank dengan modal besar.

Baca Juga: Biaya Pencadangan Turun Signifikan, Begini Kata Bos Maybank Indonesia

Ambil contoh, PT Bank Tabungan Negara Tbk (BTN) yang mencatatkan biaya pencadangan senilai Rp 3,04 triliun per Juli 2025. Padahal, jika dibandingkan dengan periode sama tahun sebelumnya, biaya pencadangan BTN hanya sekitar Rp 1,12 triliun.

Direktur Manajemen Risiko BTN Setiyo Wibowo mengakui bahwa memang ada kenaikan biaya pencadangan yang terjadi hingga Juli 2025. Namun, ia melihat ini bukan karena kinerja yang memburuk tapi merupakan langkah antisipasi yang dilakukan.

“Karena PPOP (pre-provision operating profit) kami tumbuh dengan baik sehingga memberi ruang yang lebih kuat untuk memperkuat pencadangan,” ujar Setiyo, Senin (1/9/2025).

Ia menegaskan meski kualitas kredit terus membaik, BTN tetap harus mengantisipasi potensi kenaikan NPL di masa mendatang. Terutama mengingat kondisi makro ekonomi dan dinamika pasar properti yang masih bisa berfluktuasi. 

“Dengan memperkuat pencadangan, kami memastikan alokasi risiko ke depan lebih sehat, sehingga ketahanan permodalan dan likuiditas BTN tetap terjaga,” tambahnya.

Baca Juga: Biaya Pencadangan Susut, Kinerja Bank Investor Korea Makin Menanjak

Ke depan, ia melihat tren biaya pencadangan akan sangat bergantung pada perkembangan kualitas kredit. Jika risiko kredit semakin pulih, beban cadangan dapat lebih terkendali. Namun untuk saat ini, langkah memperkuat pencadangan adalah strategi prudent agar BTN tetap tangguh dan berkelanjutan sesuai dengan prinsip Built to Last.

Hal yang serupa juga terjadi pada PT Bank Central Asia Tbk. Biaya pencadangan bank swasta terbesar di Indonesia ini mencapai Rp 1,9 triliun per Juli 2025. Jika dibandingkan dengan periode Juli 2024, biaya pencadangan tersebut naik sekitar 58,33%, kenaikan tertinggi jika dibandingkan dengan bank KBMI 4 lainnya.

 EVP Corporate Communication & Social Responsibility BCA Hera F. Haryn bilang biaya pencadangan dibentuk sejalan dengan perkembangan kualitas aset keuangan. Namun, ia menyebutkan NPL BCA yang berada pada tingkat terjaga di level 2,2% pada semester I-2025.

Ia menegaskan BCA senantiasa mendorong penyaluran kredit ke berbagai segmen dan sektor secara prudent. Tentunya, dengan mempertimbangkan prinsip kehati-hatian dan menerapkan manajemen risiko secara disiplin. 

Baca Juga: Jaga Kualitas Kredit, Perbankan Bisa Kurangi Biaya Pencadangan

“Ditopang oleh likuiditas yang memadai, kami berkomitmen untuk menjaga pertumbuhan kredit berkualitas serta senantiasa mengamati dinamika perekonomian, kondisi bisnis, dan pasar,” ujarnya.

Sedikit berbeda, PT Bank Mandiri Tbk justru mampu menurunkan biaya pencadangan yang dimiliki per Juli 2025. Bank berlogo pita emas ini mencatatkan penurunan biaya pencadangan mencapai 10,26% YoY menjadi Rp 5 triliun.

Corporate Secretary Bank Mandiri, M. Ashidiq Iswara penurunan itui mencerminkan strategi pengelolaan risiko yang adaptif dan tetap prudent. Ia mengklaim cadangan kerugian yang telah dibentuk pada periode sebelumnya berada pada tingkat yang memadai, sehingga kebutuhan tambahan pencadangan dapat dioptimalkan tanpa mengurangi prinsip kehati-hatian. 

“Dengan coverage ratio yang tetap terjaga pada level konservatif, Bank Mandiri memiliki ruang untuk mengelola beban pencadangan secara lebih efisien,” ujarnya.

Ia pun menegaskan bahwa Bank Mandiri akan terus menyesuaikan pencadangan secara dinamis sejalan dengan perkembangan ekonomi dan profil risiko debitur. Tak hanya itu, kualitas portofolio juga akan terus diperkuat melalui strategi diversifikasi pembiayaan dan monitoring berbasis pendekatan forward-looking.

Selain itu, ia menambahkan bahwa fokus pembiayaan akan diarahkan pada sektor-sektor yang resilien dan prospektif, selaras dengan arah pembangunan nasional. Dengan langkah tersebut, beban pencadangan diharapkan tetap terjaga pada tingkat optimal sekaligus mendukung pertumbuhan bisnis yang sehat dan berkelanjutan.

Selanjutnya: Kenapa Kim Jong Un Lebih Suka Naik Kereta Daripada Pesawat? Ini Alasannya

Menarik Dibaca: Ini Cara Menetapkan Tujuan Keuangan yang Tepat untuk Masa Depan

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
[Intensive Workshop] AI-Powered Scenario Analysis AYDA dan Penerapannya, Ketika Debitor Dinyatakan Pailit berdasarkan UU. Kepailitan No.37/2004

[X]
×