Reporter: Christine Novita Nababan | Editor: Sanny Cicilia
JAKARTA. Badan Penyelenggara Jaminan Pasti (BPJS) Ketenagakerjaan mewacanakan agar jaminan pensiun yang akan dilaksanakannya nanti menggunakan skema iuran pasti, bukan manfaat pasti. Ada preseden buruk jaminan pensiun dengan manfaat pasti seperti di negara-negara maju, Amerika atau Eropa, bakal membebani fiskal negara.
Endro Sucahyono, Kepala Divisi Teknis BPJS Ketenagakerjaan mengungkapkan, selama ini, jaminan pensiun yang dilaksanakan pemerintah untuk Pegawai Negeri Sipil, Tentara Nasional Indonesia dan Kepolisian (PNS/TNI/Polri) menggunakan skema manfaat pasti. Tak heran, anggarannya bengkak tahun ke tahun yang diperoleh dari APBN.
“Mereka memperoleh pensiun hingga bertahun-tahun. Jika pensiunannya meninggal, diteruskan kepada istri sampai anak-anak mereka. Dan itu diberikan selama bertahun-tahun. Berbeda jika skemanya iuran pasti, mereka hanya akan terima sesuai dana pensiun mereka, serta hasil pengembangannya,” ujarnya, Jumat (21/2).
Namun, patut diingat, itu pun baru usulan sementara. Skema awalnya, jaminan pensiun yang diterapkan BPJS Ketenagakerjaan menggunakan manfaat pasti. Memang palu belum diketok, mengingat Peraturan Presiden (Perpres) itu sendiri belum terbit. “Kekhawatirannya, manfaat pasti akan membebani negara,” terang Endro.
Sekadar informasi, manfaat pasti merupakan program yang memberikan formula tertentu atas manfaat yang akan diterima peserta pada saat mencapai usia pensiun. Bagi si pensiunan, program ini menarik karena manfaat yang akan diterimanya mendekati jumlah penerimaan gaji terakhir yang diperoleh. Dalam, iuran pasti, manfaatnya dihitung berdasarkan akumulasi iuran ditambah hasil investasinya.
Di Industri Dana Pensiun Lembaga Keuangan (DPLK), pesertanya hanya memiliki program iuran pasti. Tidak ada program manfaat pasti seperti yang diberlakukan di PT Taspen (Persero) atau PT Asabri (Persero).
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News