kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45931,36   3,72   0.40%
  • EMAS1.320.000 -0,38%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Bunga Mini Deposito Valas Bank di Dalam Negeri, Risiko Capital Outflow Tetap Ada


Rabu, 03 Agustus 2022 / 10:51 WIB
Bunga Mini Deposito Valas Bank di Dalam Negeri, Risiko Capital Outflow Tetap Ada
ILUSTRASI. Petugas menghitung uang dolar AS di Cash Pooling Bank Mandiri, Jakarta, Kamis (23/6/2022).. ANTARA FOTO/Muhammad Adimaja/YU


Reporter: Selvi Mayasari | Editor: Rizki Caturini

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Suku bunga deposito valuta asing (valas) perbankan di Tanah Air relatif mini. Rata-rata bunga deposito valas sekitar 0,25% atau setara dengan bunga penjaminan deposito valas dari Lembaga Penjamin Simpanan (LSP) untuk simpanan valas. Return sebesar itu kurang menarik jika dibanding tawaran bunga deposito di negara lain seperti Singapura. 

Sebagai contoh, HSBC Singapura dalam situs resminya menawarkan bunga deposito berdenominasi dollar Amerika Serikat (AS) berkisar 0,05% hingga 1,40% per tahun untuk tenor satu bulan hingga 12 bulan. 

Secara nilai, deposito valas di perbankan Tanah Air tercatat mengalami kontraksi sebesar 8% year on year (yoy) menjadi Rp 282,5 triliun per Juni 2022. Sementara giro valas tumbuh 12,4% yoy dan tabungan valas tumbuh tertinggi hingga 23% yoy.

Di sisi lain LPS belum memberi sinyal untuk meningkatkan penjaminan bunga simpanan di dalam negeri. LPS tentu mengikuti kebijakan bank sentral yang saat ini masih menahan suku bunga acuan di level rendah.   

Pengamat Perbankan Paul Sutaryono berpendapat, Bank Indonesia (BI) memiliki alasan kuat untuk tetap mempertahankan suku bunga acuan sejak 18 bulan lalu. Sebab inflasi inti masih 2,86% di bawah target inflasi 3% meskipun inflasi IHK sudah mencapai 4,94% per Juli 2022.

Baca Juga: Naik 9,3%, DPK Valas BCA Tercatat Capai Rp 69,3 Triliun di Juni 2022

Selain itu, karena BI sudah menerapkan giro wajib minimum (GWM) per 1 Juli 2022 dan diteruskan tahap berikutnya per 1 September 2022. Upaya itu bertujuan untuk menyerap kelebihan dana di industri perbankan nasional hingga sekitar Rp 400 triliun.

"Tentu tidak dapat dihindari bahwa suku bunga acuan yang tetap bertahan itu akan mendorong pelarian modal dari negara-negara berkembang (emerging markets) termasuk Indonesia ke luar negeri, termasuk Singapura," ujar Paul kepada Kontan.co.id, Selasa (2/8).

Untuk itu, kata Paul, bank wajib menjaga posisi valas di tengah gejolak valas yang fluktuatif. Selanjutnya, BI bisa jadi harus melakukan operasi pasar ketika nilai tukar rupiah semakin terdepresiasi terhadap dollar AS. Potensi cadangan devisa akan terkikis pelan menjadi hal yang perlu diperhatikan BI lebih jauh.

Sementara itu, Vera Margaret, Executive Director, Wealth & Retail Liabilities Product Head, UOB Indonesia mengatakan, di Indonesia, kemampuan bank untuk menyalurkan kredit dalam mata uang asing terutama dollar AS cenderung terbatas, karena kebutuhan bank untuk menggalang dana dalam mata uang asing seperti dollar AS pun relatif rendah. Ini tercermin dari tingkat suku bunga simpanan yang ditawarkan.

Selain itu, karena sebagian investor lokal menilai simpanan atau investasi mereka sejak pandemi lebih menarik ditempatkan dalam deposito berjangka rupiah atau investasi obligasi negara. Oleh sabab itu tingkat suku bunga deposito mata uang asing cenderung tidak naik banyak.

Kondisi bunga yang rendah disebut Vera, mencerminkan sokongan dari pembuat kebijakan moneter (bank sentral) terhadap proses pemulihan pertumbuhan ekonomi agar lebih konsisten.

Baca Juga: Tak Agresif, DPK Valas BTN Hanya Sumbang 1,21% dari Total Dana Pihak Ketiga

"Tentunya tidak menutup kemungkinan apabila imbal hasil di pasar luar negeri lebih menarik, tentunya capital outflow dapat terjadi. Namun sinergi antara para pembuat kebijakan fiskal, moneter, dan juga termasuk otoritas sektor keuangan Indonesia dirasa baik adanya. Maka risiko capital outflows dapat diminimalisir," jelas Vera.

Ke depannya, kata Vera, dengan melihat perkembangan kebijakan ekonomi global dan geopolitik yang saat ini dihadapkan pada tekanan inflasi yang tinggi, tidak dapat dipungkiri bahwa risiko capital outflow tentunya akan ada.

"Terutama hingga kuartal III-2023 ketika bank sentral di berbagai negara telah sampai pada jeda siklus kenaikkan tingkat suku bunganya, dengan catatan inflasi pun berhasil diredam," kata Vera.

Di sisi lain, Kepala Ekonom Bank Central Asia (BCA) David Sumual menyebut, deposito valas di luar negeri masih mengikuti suku bunga The Fed yang saat ini sudah naik sampai 2,5%. Sementara di dalam negeri masih memberikan bunga sesuai dengan suku bunga penjaminan yakni 0,25%.

Kendati demikian, menurut David, melakukan capital outflow dengan rekening valas  berpindah ke luar negeri tidak mudah dilakukan. 

"Karena kalau tidak ada underlying transactionnya tidak bisa dana itu keluar. Misalnya ada kepentingan impor barang, investasi di luar, atau misal untuk anak sekolah itu mungkin bisa. Sekarang di batasi hanya sampai US$ 100.000. Di atas itu tidak bisa tidak menggunakan underlying," kata David.

David menyebut, ke depan mungkin akan berpengaruh kepada likuiditas valas, karena kredit valas pertumbuhannya juga cukup kencang akhir-akhir ini.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
EVolution Seminar Supply Chain Management on Sales and Operations Planning (S&OP)

[X]
×