Reporter: Nina Dwiantika, Roy Franedya | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie
JAKARTA. Bank Indonesia (BI) mewajibkan perbankan lebih serius mencegah tindak pencucian uang (APU) dan pendanaan terorisme (PPT). Hal ini tertuang dalam Surat Edaran (SE) BI No. 15/21/DPNP tetang penerapan program anti-pencucian uang dan pencegahan pendanaan terorisme bagi bank umum.
Di beleid yang terbit akhir Juni 2013 lalu, BI memaparkan tugas pokok yang wajib dijalankan oleh penjabat bank untuk membatasi kriminalisasi bank di bidang terorisme. Misalnya, direktur bertugas dan bertanggung jawab memantau penerapan program APU dan PPT.
Kemudian memberikan persetujuan terhadap laporan transaksi keuangan mencurigakan dan mengevaluasi laporan transaksi keuangan mencurigakan, serta memberikan rekomendasi kepada direktur utama mengenai pejabat yang menangani tindak pidana pencucian uang dan terorisme. "Bank juga harus membentuk unit kerja khusus untuk mencegah pencucian uang terorisme," ujar Direktur Eksekutif Pengaturan BI, Joni Swastanto, pekan lalu.
Dalam pembentukan unit khusus, BI menuntut karyawan bank yang menjalankan tugas ini memiliki pengetahuan mengenai tindak pidana pencucian uang dan pendanaan terorisme dan ditambah pengetahuan tentang kemanan sistem perbankan, penilaian risiko atau risk assessment dan mitigasi risiko (risk mitigation).
Joni menambahkan, penempatan karyawan yang mencegah tindak pidana pencucian uang tersebut hanya sampai kantor cabang. Pasalnya, kantor cabang pembantu dan kantor operasional di bawah pengawasan kantor cabang. "Pendekatannya harus berdasarkan risiko. Bank wajib meneliti profil nasabah jika transaksi mereka di luar kebiasaan," tambah Joni.
Nah, untuk menjalankan program ini, BI mewajibkan bank bank membuat action plan pelaksanaan program APU dan PPT. Dalam rencana tersebut bank harus mencantumkan rencana penyesuaian sistem, perjanjian pembukaan hubungan usaha dan memitigasi risiko terkait penerapan customer due diligence (CDD), pengelompokan nasabah berdasarkan risiko, penyempurnaan infrastruktur teknologi informasi, pembangunan single customer identification file (CIF), dan persiapan sumber daya manusia (SDM).
Analis Senior Divisi Pengembangan Instrumen BI, Susianti Dewi, mengatakan BI juga mewajibkan nasabah melaporkan data pribadi dan penerimaan dana kepada Pusat Pelaporan Analisa Transaksi Keuangan (PPATK) bila transaksi mereka di atas Rp 500 juta. "BI tidak membatasi pengiriman yang dilakukan nasabah tetapi ada batasan , saat nasabah harus melaporkan transaksi," terangnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News