Reporter: Titis Nurdiana | Editor: Titis Nurdiana
KONTAN.CO.ID -JAKARTA.. Lewat Otoritas Jasa Keuanga (OJK), pemerintah terus berupaya memberikan nafas bagi pebisnis di tengah pandemi corona (Covid-19).
Setelah menebar sejumlah relaksasi atas kredit usaha kecil, menengah dan mikro, pemerintah bergegas menelurkan program baru klaster restrukturisasi kredit perusahaan milik negara (BUMN) dan korporasi.
Royke Tumilaar, Direktur Utama PT Bank Mandiri Tbk (BMRI) dalam teleconference dengan Kompas Grup, Senin (11/5) mengatakan, Bank Mandiri secara intensif terlibat dalam pembahasan klater utang BUMN dan korporasi.
“Yang utama memang restrukturisasi utang ke UMKM dulu,” ujar Royke. Berbeda dengan krisis sebelumnya tahun 1997/1998, UMKM masih Berjaya, krisis akibat pandemi corona atau Covid 19 memukul pebinis kecil.
Efeknya memang luar biasa lantaran pebisnis UMKM adalah supply chain dari pebisnis besar. “Ini harus segera ditolong . Jika saat pemulihan tiba, mereka masih sakit efeknya akan terasa di pebisnis besar. Startnya akan terlambat karena menghidupkan mesin agar hidup butuh waktu,” ujar Roy.
Baca Juga: Ini yang membedakan pandemi Covid-19 dengan krisis sebelumnya menurut Bank Mandiri
Merujuk data OJK sampai 10 Mei, restrukturisasi kredit yang dilakukan perbankan terhadap debitur yang terdampak pandemi virus corona (Covid-19) sudah mencapai Rp 336,97 triliun.
Adapun, total restrukturisasi dari segmen UMKM mencapai Rp 167,1 triliun dengan jumlah debitur sebanyak 3,42 juta.
Bank Mandiri saat ini menangangi restrukturisasi kredit UMKM sebanyak 1 juta. “Kredit mereka layak atau eligible untuk direstrukturisasi, mayoritas ritel” ujar Roy. Dari 1 juta debitur tersebut sekitar 35% sudah diberi keringanan kredit.
Lantas bagaimana dengan utang BUMN dan korporasi?
Hingga saat ini, total debitur Bank Mandiri dari sektor korporasi (wholesale) dan ritel ada sekitar 5,1 juta debitur dengan baki debit sebesar Rp 755 triliun.
Menurut Roy berbeda dengan krisis 1997/1998, dan 2008, kredit BUMN dan korporasi hingga sejauh ini masih dalam kondisi terkendali. “BUMN seperti karya kendalanya di cashflow, tapi seperti Jasa Marga akan membaik cashflownya jika lalu lintas tol kembali normal,” ujar Roy.
Tak menyebut besaran kredit BUMN dan korporasi ‘bermasalah’ dalam portfolio Bank Mandiri, Roy menegaskan bahwa kondisi utang mayoritas BUMN dan korporasi di Bank Mandiri aman. “Jika ada utang valas, hedging sudah dilakukan,” ujar Roy.
Hanya, Roy tak memungkiri bahkan dalam portfolio kredit Bank Mandiri ada sejumlah debitur bermasalah. Antara lain PT Krakatau Steel Tbk (KRAS) serta PT Garuda Indonesia Tbk.
Catatan KONTAN, Bank Mandiri tercatat sebagai kreditur terbesar KRAS adalah dengan kredit sebanyak US$618,28 juta. Dengan kurs rupiah Rp 14.895 per dollar AS, utang itu setara Rp Rp 9,2 triliun. “Terkait utang KRAS ini tak terkait Covid 19, kami diminta mencarikan investor, ada bebarapa yang berminat, ternyata bisnis baja tetap ada prospeknya,” ujar Roy.
Baca Juga: Masih ada kesalahpahaman, ini curhat Dirut Bank Mandiri soal restrukturisasi kredit
Sementara di PT Garuda Indonesia, Bank Mandiri juga tercatat sebagai kreditur Garuda Indonesia. Per akhir Desember 2019, nilainya mencapai US$180,49 juta, naik dari posisi akhir 2018 sebesar US$135,69 juta. Ini setara Rp 2,7 triliun. “Kalau ini tannya ke Pak Tiko (Kartika Wirjoatmadjo, Wamen BUMN),” ujar Roy.
Yang jelas, saat ini Garuda tengah meminta restrukturisasi utang baik ke kreditur bank maupun sukuk holdernya..
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News