kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45906,29   2,96   0.33%
  • EMAS1.310.000 -0,23%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Dituding lemah dalam melakukan pengawasan, OJK: Kami tak tinggal diam


Selasa, 07 Juli 2020 / 19:43 WIB
Dituding lemah dalam melakukan pengawasan, OJK: Kami tak tinggal diam
ILUSTRASI. Sejumlah peserta menyimak paparan Direktur Inovasi Keuangan Digital Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Tris Yulianta sosialisasi layanan sistem elektronik pencatatan inovasi keuangan digital di ruangan OJK 'Innovation Center for Digital Financial Technology' (I


Reporter: Anggar Septiadi | Editor: Tendi Mahadi

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Dituding sana-sini akibat lemahnya pengawasan yang lemah sehingga menimbulkan sejumlah masalah di industri keuangan, Deputi Komisioner Humas dan Logistik Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Anto Prabowo membantahnya.

Sebaliknya, ia menyatakan sejumlah masalah tersebut merupakan temuan hasil pengawasan OJK. “Masalah-masalah tersebut muncul dari hasil pengawasan OJK. Bukan sebaliknya, masalah muncul karena tidak ada pengawasan,” katanya kepada Kontan.co.id, Selasa (7/7).

Baca Juga: OJK pastikan Kookmin berkomitmen selesaikan masalah di Bank Bukopin

Ia mencontohkan bagaimana sejumlah masalah di industri keuangan non bank (IKNB) mulanya yang ditemukan OJK seperti, Asuransi Bumiputera, Asuransi Jiwasraya, dan SNP Finance.

Perkara Jiwasraya misalnya bermuara dari kondisi kurang modal pada 2004. Langkah penambahan modal yang mestinya dilakukan pemerintah sebagai pemilik tak dilakukan, ini yang selanjutnya memicu sejumlah strategi yang justru membuka peluang fraud.

Alih-alih menambahkan modal, Jiwasraya justru melakukan strategi rekayasa keuangan melalui reasuransi. Tanpa skema ini pada 2012, Jiwasraya mestinya mencatat defisit Rp 3,2 triliun, alih-alih surplus Rp 1,6 triliun sebagaimana di laporan keuangannya. Anto mengaku sejak 2013, tak lama setelah dibentuk, OJK sudah menghentikan reasuransi Jiwasraya.

Sayangnya, masalah Jiwasraya terlanjur kompleks, Anto pun mengaku OJK memiliki keterbatasan kewenangan. Apalagi jika sudah menyangkut soal modal, di sini OJK disebutnya punya dilema. Karena membubarkan Jiwasraya akan berdampak negatif yang lebih besar.

Baca Juga: Bentuk Nusantara Life, Jiwasraya segera ditutup

“Kita hentikan reasuransinya pada 2013, atau 2014. Termasuk juga soal goreng saham, itu juga hasil dari pengawasan OJK setelah mengubah pengawasan yang sebelumnya manual menjadi by system. sehingga makin mudah mendeteksi masalah. Kami juga mengukur dampaknya, konsekuensinya masalah mesti diproses hukum,” paparnya.

Ini pula yang terjadi di SNP Finance alias PT Sunprima Nusantara Pembiayaan. Pemalsuan jaminan kredit yang dilakukan SNP Finance kepada sejumlah bank diklaim Anto mulanya ditemukan oleh OJK yang menyisir cabang-cabang SNP Finance di daerah secara khusus untuk memeriksa laporan keuangannya.

Temuan tersebut yang kemudian diserahkan dan ditindaklanjuti kepolisian hingga mencuat ke publik.

Baca Juga: Duh, argo bunga jalan terus, liabilitas Jiwasraya menembus Rp 52,9 triliun

Anto bilang sejatinya semua masalah yang mendera industri keuangan, dan spesifik kepada sebuah perusahaan sejatinya mesti diselesaikan oleh pemilik perusahaan itu dahulu. Ini pula yang menjadi fokus dalam menyelesaikan masalah permodalan di sejumlah bank.

PT Bank Muamalat Tbk misalnya proses penambahan modalnya masih terkatung-katung hingga kini. Perseroan mesti tiga kali menyusun ulang rencana penambahan modal sejak 2017.

Komitmen ketersediaan dana, dan pemenuhan regulasi disebut Anto jadi aspek paling penting buat OJK merestui calon-calon investor bank.

Baca Juga: Bank Mandiri akan jaga biaya dana di kisaran 2,6%-2,8% hingga akhir tahun

Sebagai catatan, pada Bank Muamalat sejumlah nama investor seperti Minna Padi Investama Sekuritas Tbk, Dato Sri Tahir sempat digadang jadi pemilik Muamalat selanjutnya. Sayang OJK tak memberi restu.

Adapun selanjutnya ada konsorsium LynkAsia yang menawarkan skema asset swap buat jadi pemegang saham Muamalat. OJK juga menolaknya.

“Siapapun kalau punya uang, dan mau menjadi pemegang saham bank harus memenuhi ketentuan OJK. Dan pasti akan kami pertimbangkan opsi-opsinya, tentu dengan tetap memperhatikan aspek kehati-hatian,” sambung Anto.

Baca Juga: Terdorong sentimen merger, saham BRI Syariah (BRIS) melesat 46,75% dalam sepekan

Hal berbeda justru terjadi di PT Bank Bukopin Tbk (BBKP). Saat calon pengendali baru perseroan yaitu KB Kookmin Bank menempatkan dana US$ 200 juta untuk tambah modal perseroan, OJK disebutnya bergerak cepat.

OJK bahkan sempat memberi ultimatum buat PT Bosowa Corporation, pemegang saham Bank Bukopin lainnya untuk tak menghalang-halangi rencana Kookmin menjadi pengendali anyar.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
EVolution Seminar Practical Business Acumen

[X]
×