Reporter: Adrianus Octaviano | Editor: Anna Suci Perwitasari
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Di tengah isu likuiditas ketat yang kerap dikeluhkan oleh bankir, secara mengejutkan Dana Pihak Ketiga (DPK) industri perbankan melesat pada Juni 2025. Namun, hal tersebut belum cukup menunjukkan tanda-tanda pemulihan kondisi ekonomi masyarakat.
Bank Indonesia (BI) mencatat DPK perbankan per Juni 2025 melesat 6,96% secara tahunan (YoY). Padahal, bulan sebelumnya, DPK hanya tumbuh 3,9% YoY.
Menariknya, pertumbuhan DPK di Juni 2025 ini menjadi yang tertinggi sepanjang 2025 berjalan. Mengingat, laju pertumbuhan DPK sebelumnya konsisten melambat sejak awal tahun ini.
Ketika ditelisik lebih lanjut, pertumbuhan DPK ini nyatanya bukan berasal dari simpanan nasabah ritel. Deputi Gubernur BI Juda Agung mengungkapkan pertumbuhan DPK ini berasal dari dana pemerintah.
Baca Juga: Penyebab dan Cara Mengatasi Reversal Rekening saat Transaksi Perbankan
Juda bilang pada Juni 2025 ini tampaknya pemerintah mulai menempatkan dananya di perbankan.
“Penempatan dana Pemerintah di perbankan untuk berbagai keperluan belanja Pemerintah,” ujar Juda kepada KONTAN, Kamis (17/6).
Sejalan dengan itu, laporan asesmen transmisi suku bunga BI menuliskan bahwa memang perbaikan yang terjadi dalam satu bulan terakhir. Di mana, ada pertumbuhan DPK dan penyesuaian portofolio aset oleh nasabah.
Dalam hal ini, terutama disebabkan oleh nasabah segmen korporasi yang asetnya berubah dari dana mahal ke dana murah dalam rangka mendukung strategi pengelolaan likuiditas dan operasional nasabah.
Sependapat, Presiden Direktur Maybank Indonesia Steffano Ridwan mengungkapkan bahwa saat ini pertumbuhan DPK lebih terlihat di dana-dana murah seperti tabungan dan giro. Di mana, itu berasal dari nasabah non ritel.
“Sampai dengan Juni 2025, dana murah atau CASA tumbuh hampir 9% YoY,” ujar Steffano.
Baca Juga: OJK Sebut Perbankan Nasional Tetap Stabil di Tengah Ketidakpastian Global
Lebih lanjut, bilang untuk simpanan dari nasabah ritel justru masih terbilang ketat. Oleh karenanya, ia tak ingin terlalu terbawa untuk mengejar simpanan dari nasabah ritel karena bisa meningkatkan biaya dana.
“Kami tidak mau terbawa dengan kondisi perang harga,” tambahnya.
Sementara itu, EVP Corporate Communication and Social Responsibility BCA Hera F. Haryn bilang DPK tetap menunjukkan tren positif sejalan dengan peningkatan aktivitas transaksi perbankan dan perluasan basis nasabah.
Secara keseluruhan, total DPK BCA secara bank only naik 5,6% YoY mencapai Rp1.155 triliun per Mei 2025. Dana giro dan tabungan tumbuh 7,3% YoY mencapai Rp961 triliun, atau sekitar 83% dari total DPK.
“Dana CASA menjadi kontributor utama pendanaan BCA seiring dengan peningkatan transaksi secara berkelanjutan,” ujar Hera.
Kepala Ekonom Bank Permata Josua Pardede pun berpandangan faktor utama pertumbuhan DPK in berasal dari stimulus fiskal pemerintah pusat yang tercermin dari peningkatan pengeluaran pemerintah sekitar Rp 389 triliun pada Juni 2025.
Menurutnya, pengeluaran pemerintah ini berkontribusi besar terhadap peningkatan likuiditas di masyarakat dan korporasi, sehingga sebagian dana tersebut kembali masuk ke dalam sistem perbankan.
Baca Juga: Penurunan Suku Bunga Buka Peluang Emiten Cari Pendanaan Lewat Perbankan
Meskipun, tak bisa dipungkiri kepercayaan konsumen tetap terjaga, yang membuat masyarakat cenderung lebih aktif dalam menabung.
“Meskipun porsi terbesar peningkatan DPK kemungkinan berasal dari dana korporasi,” ujarnya.
Ke depan, ia melihat keberlanjutan tren ini akan sangat bergantung pada efektivitas transmisi kebijakan moneter BI, respons sektor perbankan dalam menurunkan suku bunga simpanan dan kredit.
“Serta kemampuan perbankan dalam menjaga daya tarik simpanan di tengah persaingan ketat instrumen investasi lainnya,” tandasnya.
Selanjutnya: Equities Little Changed; US Yields Dip as Investors Look to Tariffs, Economic Data
Menarik Dibaca: Rekomendasi 5 Film Animasi Pendek yang Cocok untuk Semua Umur
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News