Reporter: Adrianus Octaviano | Editor: Khomarul Hidayat
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Untuk merealisasikan program tiga juta rumah pemerintahan Prabowo-Gibran, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) turut menawarkan berbagai kebijakan strategis. Harapannya, itu bisa mempermudah dalam hal pembiayaan yang diberikan oleh pelaku jasa keuangan.
Ketua Dewan Komisioner OJK Mahendra Siregar memastikan tidak ada ketentuan OJK yang melarang pemberian kredit atau pembiayaan untuk debitur yang memiliki kredit dengan kualitas non-lancar. Termasuk apabila akan dilakukan penggabungan fasilitas kredit lain, khususnya untuk yang memiliki nominal kecil.
Ia bilang penggunaan Sistem Layanan Informasi Keuangan (SLIK) dalam proses pemberian kreditperumahan merupakan salah satu informasi yang dapat digunakan dalam analisis kelayakan calon debitur dan bukan merupakan satu-satunya faktor dalam pemberian kredit.
“SLIK yang kredibel sangat diperlukan dalam rangka menjaga iklim investasi di Indonesia,” ujar Mahendra, Selasa (14/1).
Baca Juga: Ada Program 3 Juta Rumah, OJK Proyeksikan Pembiayaan Alat Berat Bakal Positif
Di samping itu, Mahendra menyebutkan beberapa kebijakan strategis lainnya dalam mendukung pembiayaan sektor perumahan. Di antaranya mualitas KPR dapat dinilai hanya berdasarkan ketepatan pembayaran.
Mahendra menilai perlakuan penilaian kualitas aset tersebut bersifat lebih longgar dibandingkan kredit lainnya. Sebab, pada kredit lainnya, bank perlu menilai dengan tiga pilar, antara lain prospek usaha, kinerja debitur, kemampuan membayar.
“Penetapan kualitas aset poduktif untuk debitur dengan plafon sampai dengan Rp 5 miliar dapat hanya didasarkan atas ketepatan pembayaran pokok dan/atau bunga, yang juga berlaku untuk KPR,” jelasnya.
Mahendra bilang, Kredit Pemilikan Rumah (KPR) dapat dikenakan bobot risiko yang rendah dan ditetapkan secara granular dalam perhitungan aset tertimbang menurut risiko untuk risiko kredit (ATMR Kredit). Ia bilang ini lebih rendah dari kredit korporasi.
Mahendra menjelaskan dalam ketentuan tersebut bobot risiko ditetapkan secara granular dengan bobot terendah sebesar 20%, berdasarkan Loan To Value (LTV). Adapun LTV dalam konteks ATMR Kredit dihitung pada setiap posisi akhir bulan berdasarkan nilai tercatat kredit dibandingkan nilai agunan properti.
“Sehingga dengan adanya pembayaran cicilan kredit dan semakin mendekati jatuh tempo, akan terjadi penurunan LTV yang diikuti dengan penurunan bobot ATMR kredit,” ujarnya.
Baca Juga: OJK: EBA Bisa Jadi Alternatif Bank Mendanai Program Tiga Juta Rumah
Terakhir, OJK juga telah mencabut larangan pemberian kredit pengadaan atau pengolahan tanah sejak 1 Januari 2023. Ia menilai ini untuk mendukung sisi pendanaan kepada pengembang perumahan.
“OJK telah memberikan keleluasaan bagi pengembang perumahan untuk memperoleh pembiayaan dari perbankan untuk pengadaan/pengolahan tanah,” ujar Mahendra.
Hanya saja, dengan dicabutnya larangan tersebut, Mahendra mengingatkan bank agar lebih menekankan pada penerapan manajemen risiko yang baik.
Selanjutnya: Ekonom Ini Sindir Sri Mulyani Soal Tax Amnesty Jilid III
Menarik Dibaca: Hujan Turun di Daerah Mana Saja? Ini Ramalan Cuaca Besok (15/1) di Jawa Barat
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News