Reporter: Tendi Mahadi | Editor: Yudho Winarto
JAKARTA. Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Ketenagakerjaan (BPJS Ketenagakerjaan) mencatatkan kinerja kinclong sampai akhir September. Fluktuasi instrumen investasi di pasar modal tak banyak berpengaruh bagi hasil investasi hingga akhir kuartal ketiga lalu.
Berdasarkan data yang dihimpun sementara hingga akhir September 2014, hasil investasi BPJS Ketenagakerjaan mencapai 92% dari target tahun ini yang dipatok sebesar Rp 15,8 triliun. "Namun, itu belum data resmi karena masih harus dicocokkan dengan laporan dari bagian akuntansi," kata Jeffry Haryadi, Direktur Investasi BPJS Ketenagakerjaan, Selasa (14/10).
Bila tak ada perubahan, hasil investasi BPJS Ketenagakerjaan ini sudah mencapai sekitar Rp 14,5 triliun. Artinya ada kenaikan hasil investasi hampir 24% dibanding periode yang sama di tahun lalu.
Meski sudah makin mendekati target, bukan berarti BPJS Ketenagakerjaan bisa berleha-leha. Pasalnya, secara prognosa, hasil investasi yang diharapkan adalah sebesar Rp 18 triliun hingga akhir 2014. Angka tersebut didapat dengan memasukan aspek potential gain dalam hasil investasi yang bisa didapat.
Dalam tiga bulan tersisa, Jeffry masih optimistis angka prognosis dari hasil investasi tersebut bisa tercapai. Ia yakin, instrumen investasi di pasar modal akan segera membaik meski sempat tertekan karena pengaruh politik sejak awal bulan ini.
Menurutnya, setiap pergantian pemerintahan secara tradisi bakal diikuti oleh optimisme investor di pasar modal, termasuk di tahun ini. Sampai akhir bulan ini, ia memprediksi, koreksi masih akan terjadi. Tapi setelah itu pasar diprediksi bakal terus membaik.
Tambah deposito
Hingga saat ini, BPJS Ketenagakerjaan masih terus menambah investasi di instrumen deposito. Dari dana investasi yang saat ini mencapai sekitar Rp 176 triliun, sekitar 34% di antaranya diparkir di deposito. Hal itu tidak disebabkan oleh kondisi pasar modal yang fluktuatif, tetapi karena beberapa sebab lain.
Alasan yang pertama karena setelah bertansformasi dari PT Jamsostek menjadi BPJS, sesuai PP Nomor 99/2013, BPJS Ketenagakerjaan harus mengatur ulang portofolio investasi. Penempatan di deposito menjadi pilihan agar dapat meningkatkan likuiditas.
Sebab lainnya, lanjut Jeffry adalah beberapa investasi di obligasi sudah jatuh tempo. BPJS Ketenagakerjaan juga menjual beberapa investasi di saham karena kinerjanya kurang memuaskan. Nah dana dari pembayaran obligasi yang jatuh tempo dan penjualan saham ini untuk sementara ditempatkan di deposito.
Tapi, portofolio obligasi masih mendominasi investasi BPJS Ketenagakerjaan dengan porsi 43%. Obligasi memang menjadi andalan karena suku bunga yang cenderung lebih tinggi ketimbang deposito dan risiko lebih rendah ketimbang saham.
Sedangkan investasi saham sebesar 16,3% diikuti reksadana 5,6%. Sisanya merupakan investasi dalam bentuk penyertaan langsung dan properti. Jika ada obligasi dan saham yang menarik, BPJS Ketenagakerjaan akan menambah penempatan dana di kedua instrumen ini.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News