Reporter: Vina Destya | Editor: Yudho Winarto
Optimisme ini datang dari pembayaran digital sebagai pintu masuk ekosistem ekonomi baru di mana tidak hanya terbukti menjadi solusi kebutuhan sehari-hari, bahkan memiliki potensi juga untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi Indonesia.
Sharon juga melihat prospek cerah industri dompet digital dapat dilihat dari laporan Bank Indonesia (BI) yang menyebutkan bahwa pertumbuhan nilai transaksi uang elektronik tumbuh sebesar 30,84% pada tahun 2022.
“Melihat akseptasi masyarakat tersebut, tidak dapat dipungkiri bahwa dompet digital masih akan tumbuh secara berkelanjutan,” ujar Sharon.
Sementara itu, LinkAja melihat bahwa maraknya pemain dompet digital bisa menjadi peluang besar untuk LinkAja.
Di mana penerapan layanan keuangan digital akan kian menjadi norma baru, dan tidak lagi hanya sebagai metode pembayaran tetapi bisa juga menjadi solusi penyedia layanan keuangan digital (digital financial solution).
LinkAja akan mengutamakan low-cost user acquisition & retention pada segmen B2C. Sedangkan pada segmen B2B, akan berpusat pada end-to-end value chain dari sisi tradisional maupun digital.
“Untuk strategi kami akan tetap berfokus pada model bisnis dua sisi (two sided business model) B2B2C,” ujar Yogi.
Baca Juga: Bersaing Ketat dengan QRIS, Industri Dompet Digital Diproyeksi Meredup
LinkAja juga akan melakukan digitalisasi rantai pasok tradisional secara end-to-end dari tingkat principal hingga pengecer, selain itu akan menggandeng beberapa perusahaan di bawah kementerian BUMN di mana LinkAja akan menjadi penyedia layanan disbursement insentif.
“Kami optimistis, melalui strategi ini dapat terus melanjutkan perkembangan bisnis yang lebih sehat dan sustainable dengan persentase perbandingan yang baik antara jumlah pengguna aktif dengan nilai transaksi yang dilakukan,” jelas Yogi.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News