Reporter: Sanny Cicilia | Editor: Sanny Cicilia
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Perjuangan melawan pandemi Covid-19 masih terasa. Namun, di kawasan perumahan Rancaekek Kencana, Kabupaten Bandung mulai ramai di pengujung tahun 2020. Warga lalu lalang mengendarai motor sambil menggunakan masker. Sekitar 3 kilometer menuju jalan raya ada pemeriksaan penggunaan masker.
Ada yang berbeda dari pemandangan sepanjang jalan itu. Puluhan lapak yang biasa menjajakan dagangannya kini tutup. Efek pembatasan sosial telah membuat kawasan yang biasanya ramai pedagang itu hanya dilalui pengendara.
Kementerian Koperasi dan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) mencatat selama masa pandemi, 50% UMKM menutup usahanya akibat pengiriman produk yang terhambat, gangguan rantai pasokan dan kontrak yang dibatalkan akibat pandemi. Sebanyak 88% UMKM kehabisan uang, sementara akses kepada pembiayaan formal terbatas.
Hingga awal 2021, kondisi ini belum banyak berubah. Nasriah (48), penjual sembako dan gorengan di pintu gerbang I Rancaekek Kencana mengisahkan kebijakan pembatasan sosial berskala besar (PSBB) akhir Maret 2020 lalu membuat warungnya sepi pembeli.
“Sebelumnya, penjualan lancar. Setelah ada Covid-19, penjualan seret,” kata dia saat dihubungi Kontan, pertengahan Januari lalu.
Dia bilang, sebelum pandemi omzet rata-rata Rp 400.000 per hari, namun saat PSBB mulai berlaku anjlok jadi sekitar Rp 200.000 per hari. Padahal, pendapatan ini harus dibagi kembali menjadi barang modal sekaligus memenuhi kebutuhan rumah tangga.
Untuk mendapatkan modal, Nasriah memilih Koperasi Aneka Usaha Perempuan Kencana yang sudah diandalkannya sejak 2018. Pada pertengahan 2020, dia meminjam dana Rp 2 juta ke koperasi. Dana ini dia gunakan sedikit demi sedikit menjaga ketersediaan pasokan barang dagangan di warung.
Menurut Nasriah, meminjam ke koperasi lebih pas untuk dirinya karena prosesnya cepat. Apalagi sekarang koperasi memberi keringanan pembayaran cicilan. Seharusnya, Nasriah membayar cicilan Rp 125.000 per bulan kepada koperasi.
“Sekarang Rp 100.000, atau kalau adanya Rp 50.000, koperasi terima, jadi tidak terbebani,” kata dia.
Tidak pernah terpikirkan olehnya meminjam dari bank. ”Menabung di bank juga, enggak. Saya mah nabung kecil-kecilan saja di koperasi,” kata dia. Nasriah mengaku senang menjadi anggota koperasi karena bisa mendapatkan sisa hasil usaha (SHU).
Selektif menyalurkan pinjaman
Nani Rosana, Ketua Koperasi Aneka Usaha Perempuan Kencana di Rancaekek mengakui, Nasriah adalah salah satu anggota yang masih mendapat pinjaman ketika awal pandemi. Ketika itu, banyak anggota kesulitan membayar pinjaman, sehingga rasio kredit macet membengkak. Koperasi akhirnya selektif menyetujui pinjaman. Padahal jumlah orang yang mengajukan pinjaman makin banyak.
“Waktu awal-awal pandemi, ada 80% pinjaman macet,” kata Nani saat diwawancara (20/1/2021).
Koperasi Aneka Usaha Perempuan Kencana yang biasanya menyalurkan pinjaman Rp100 juta per bulan, sempat turun jadi Rp40 juta per bulan. Nani melihat, ada beberapa jenis usaha yang terdampak seperti konveksi. Di sisi lain, jenis usaha perdagangan dan bisnis makanan, masih relatif aman.
Selain selektif mengucurkan pinjaman, Koperasi Perempuan Kencana yang beranggotakan 142 anggota ini melakukan relaksasi pinjaman. Anggota koperasi yang merupakan karyawan pabrik juga mendapat tawaran pembayaran sisa pokok pinjaman tanpa biaya jasa pada Mei 2020 lalu. Kebetulan saat itu, karyawan pabrik mendapat tunjangan hari raya (THR).
“Tidak apa-apa cicilan masuk lambat, yang penting tertagih,” ujar Nani.
Saat ini, Koperasi Perempuan Kencana masih memberikan relaksasi kepada sejumlah anggota. Apalagi, banyak buruh pabrik yang kini menjadi pekerja lepas harian, sehingga kondisi anggota belum pulih benar. Dengan relaksasi, Nani bilang, tingkat pinjaman macet sudah turun jadi 40%.
“Berangsur-angsur pulih ya, mudah-mudahan,” kata Nani.
Baca juga: Di tengah pandemi, koperasi ini malah semangat ekspansi
Relaksasi Pembayaran
Relaksasi juga dilakukan Koperasi Simpan Pinjam (KSP) Makmur Mandiri untuk menghindari kredit macet. Daniel L Bakkara, Koordinator dan Manajer Jabar 6 KSP Makmur Mandiri, menjelaskan relaksasi itu ialah nasabah diberikan kelonggaran hanya membayar biaya jasa 1,8% dari nilai pinjaman selama 3 bulan, pada April-Juni 2020.
Namun setelah itu, anggota harus membayar kembali pokok pinjaman ditambah biaya jasa yang diturunkan jadi 1,2%. Relaksasi ini berlaku 6 bulan sejak Desember 2020.
“Ini upaya kami agar pinjaman macet tak membengkak,” kata Daniel saat diwawancara di kantor Jabar 6 di Cipacing, Rancaekek (29/12/2020). Kantor wilayah Jabar 6 menaungi 12 cabang di Bandung yakni Garut, Cirebon, Kuningan dengan sekitar 5.000 anggota.
Di wilayahnya, Daniel mematok rasio kredit bermasalah atau net performing loan (NPL) hanya 0,5%-0,9%. Untuk menjaga rasio ini, dia juga melakukan beberapa strategi pencegahan. Antara lain, selektif memilih anggota.
Saat pandemi, wilayah Jabar 6 memperluas segmen keanggotaan, yakni dengan mulai menggandeng segmen UMKM dari sebelumnya hanya didominasi buruh atau karyawan pabrik. Akibat pandemi, risiko pinjaman konsumtif untuk buruh meningkat karena banyak pabrik terdampak PSBB. Sementara segmen UMKM, masih bergeliat seperti sektor pertanian musiman.
“Kini proporsi anggota bersifat konsumtif dan produktif yakni UMKM berimbang,” ungkap Daniel.
Selain itu, dia mengutamakan kehati-hatian penyaluran pinjaman dengan menilai usaha dan kesesuaian nilai pinjaman. “Harus selektif dan tepat sasaran,” kata dia.
Besar pinjaman yang dikucurkan berkisar Rp 500.000 hingga Rp15 juta. Per kantor cabang, Koperasi wilayah Jabar 6 menyalurkan pinjaman Rp450 juta per bulan untuk 500 anggota.
“Pandemi mengubah mindset, mengubah pelayanan, dan mengubah sasaran,” kata Daniel.
Baca juga: Pandemi mendorong koperasi go digital
Bantuan likuiditas pemerintah
Dengan upaya preventif terhadap kredit macet, kondisi likuiditas di wilayah Jabar 6 diklaim terkendali. Selain simpanan wajib dan sukarela dari anggota, Koperasi Makmur Mandiri mendapat bantuan likuiditas dari Lembaga Pengelola Dana Bergulir (LPDB-KUMKM) Rp 50 miliar pada Mei 2020.
Di tengah perjuangan memperbaiki rasio kredit macet, bantuan likuiditas itu ibarat “air segar” bagi koperasi. Sekadar informasi, Koperasi Makmur Mandiri berkantor pusat di Bekasi memiliki 152 kantor cabang yang tersebar di 21 provinsi.
Kisah serupa dialami Koperasi Perempuan Kencana. Nani menyatakan Koperasi Perempuan Kencana mendapatkan bantuan likuiditas dengan bunga 7% dari Pemerintah Kabupaten Bandung
Melalui Bank Perkreditan Rakyat (BPR) Kerta Raharja pada November 2020. Dana ini segera disalurkan dalam bentuk pinjaman ke nasabah Rp104 juta pada November dan Rp 82 juta di Desember 2020.
Nani mengaku tak mencari pendanaan dari perbankan karena bunga bank dinilai berat dalam kalkulasi. Sebab nantinya koperasi masih harus mengenakan biaya jasa ke anggotanya.
“Biaya jasa koperasi 1%-3%, kalau kami pinjam ke bank terlalu mahal,” kata dia.
Baca juga: Koperasi perempuan ingin ibu-ibu mandiri finansial
Perubahan pola usaha
Dinas Koperasi dan UMKM Kabupaten Bandung melihat, pandemi telah mengubah pola usaha koperasi, baik koperasi produksi, konsumsi, hingga koperasi simpan pinjam.
Agus Firman Zaini, Kepada Dinas Koperasi dan UMKM Kabupaten Bandung menjelaskan, koperasi simpan pinjam mengalami keterlambatan mengoleksi piutang, serta adanya kebijakan penghentian penyaluran pinjaman selama 3 bulan, sehingga menyebabkan kredit macet. Kondisi ini akibat tekanan ekonomi dan pelemahan daya beli masyarakat anggotanya.
“Sehingga tadinya cadangan dana untuk mencicil pinjaman, digunakan untuk konsumsi rumah tangga,” ujarnya.
Menurut Agus, nasabah UMKM juga terdampak akibat kebijakan pembatasan sosial, sehingga pemasaran produk terhambat, utamanya yang berorientasi ekspor. Meski begitu, dia melihat untuk koperasi simpan pinjam, sudah ada pemulihan seiring dengan geliat perekonomian masyarakat.
Pada 5 bulan pertama di 2020, penyaluran pinjaman anjlok jadi hanya 30% dari level sebelum pandemi. Adapun memasuki kuartal IV 2020, penyaluran pinjaman sudah mulai meningkat jadi 70% dari level sebelum pandemi.
Selama pandemi, ada dua jenis pendanaan yang bisa diakses oleh koperasi. Dari pemerintah pusat yaitu penyaluran dari LPDB dengan skema penurunan bunga atau jasa dari 7% per tahun menjadi 3% per tahun. Fasilitas lainnya, penyertaan modal Pemkab Bandung kepada PT BPR Kerta Raharja untuk disalurkan kepada koperasi senilai Rp 3,5 miliar, khusus bagi koperasi di Kabupaten Bandung.
Peluang Pemulihan
Agus Firman melihat, ada peluang untuk koperasi cepat pulih di tahun 2021. Dengan prinsip kekeluargaan, Pemkab juga mendorong kerja sama antarkoperasi agar bisa saling bantu permodalan.
"Koperasi yang besar akan membantu yang kecil, sehingga dapat menjalankan operasionalnya baik melalui pinjaman modal maupun jaringan kerja sama antarkoperasi," kata dia, lewat pesan tertulis (12/1/2021).
Sekadar informasi, jumlah koperasi di Kabupaten Bandung pada awal 2020 sebanyak 1.609 dan ada peningkatan pendirian 45 unit, sehingga total 1.654 koperasi pada 2020. Rinciannya, 868 koperasi aktif dan 786 tidak aktif.
Secara lebih luas, Kepala Dinas Koperasi dan Usaha Kecil Provinsi Jawa Barat, Kusmana Hartadji menjelaskan bantuan pemerintah pusat lewat LPDB-KUMKM adalah bagian dari program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) khusus kepada koperasi.
"Relaksasi, bantuan LPDB dengan bunga 3% atau lewat Kredit Usaha Rakyat (KUR) membantu koperasi, khususnya yang kesulitan cashflow," kata pria yang akrab dipanggil Tutus ini (16/1/2021).
Tutus mengatakan, UMKM yang membangun ekosistem, salah satunya menjadi koperasi, bisa lebih diakses oleh perbankan atau penyalur dana. Untuk membangun ekosistem ini, Pemprov Jabar juga memberikan pendampingan. UMKM juga bisa berkonsultasi langsung lewat channel Kabayan Consulting.
Sumber: Kementerian Koperasi dan UKM, diolah
*Tulisan ini merupakan tugas akhir dalam program Banking Editors Masterclass 2020 yang diselenggarakan Sekolah Jurnalisme AJI - Commonwealth Bank
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News