Reporter: Ferry Saputra | Editor: Anna Suci Perwitasari
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengatakan, ada 10 perusahaan asuransi insolvent atau bermasalah yang telah dicabut izin usahanya sejak 2015.
Kepala Eksekutif Pengawasan Perasuransian, Penjaminan dan Dana Pensiun OJK Ogi Prastomiyono merinci, total kerugian dari 10 perusahaan asuransi insolvent yang telah dicabut izin usaha itu mencapai Rp 19,41 triliun.
"Melibatkan pemegang polis yang terdampak 30.170, kemudian estimasi penurunan nilai manfaat sebesar 59,02%," ungkapnya saat rapat Panja RUU Nomor 4 Tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (UU P2SK) dengan Komisi XI DPR RI, Selasa (23/9/2025).
Selain itu, Ogi mengatakan terdapat juga 2 perusahaan yang saat ini masih dalam proses restrukturisasi, yakni Asuransi Jiwa Bersama (AJB) Bumiputera 1912 dan PT Asuransi Jiwasraya (Persero).
Untuk AJB Bumiputera, Ogi menerangkan proses restrukturisasi masih berjalan. Rata-rata penurunan nilai manfaatnya sebesar 47,3%, dengan nilai mencapai Rp 13,2 triliun. Adapun jumlah polis yang terdampak mencapai 1,9 juta.
Baca Juga: OJK Usulkan Program Penjaminan Polis Bisa untuk Penyelamatan Asuransi Bermasalah
Untuk Asuransi Jiwasraya, Ogi menyebut saat ini proses restrukturisasi masih berjalan dan sebagian portofolio polisnya sudah dialihkan ke entitas baru, yakni PT Asuransi Jiwa IFG (IFG Life), tetapi belum 100% rampung. Adapun Jiwasraya sudah dicabut izin usahanya oleh OJK.
Dia menjelaskan penurunan nilai manfaat (restrukturisasi) Jiwasraya sekitar 30% dengan nilai sebesar Rp 15,8 triliun. Jumlah polis yang terdampak sebanyak 314.067.
Sementara itu, sejak 2015, Ogi mengatakan terdapat juga 7 perusahaan yang berpotensi mengalami penurunan nilai manfaat karena masuk dalam penetapan status intensif dan khusus. Jadi, dia bilang kategori pengawasan OJK ada pengawasan normal, pengawasan intensif, dan pengawasan khusus.
Ogi menerangkan 7 perusahaan itu berpotensi mengalami kerugian sebesar Rp 19,34 triliun, kemudian penurunan nilai manfaat sebesar 52,91%.
Atas dasar itu, Ogi mengusulkan perlu adanya Program Penjaminan Polis (PPP) yang diterapkan juga untuk mekanisme resolusi penyelamatan asuransi insolvent demi perlindungan pemegang polis ke dalam perubahan UU P2SK. Dia bilang UU P2SK saat ini hanya mengatur PPP untuk proses likuidasi saja.
Baca Juga: Prudential Indonesia Beberkan Tantangan Genjot Pertumbuhan Aset, Simak Strateginya
"Beberapa tugas dari Program Penjaminan Polis yang ada di UU P2SK saat ini adalah melakukan likudasi terhadap perusahaan asuransi insolvent dan telah dicabut izin usahanya oleh OJK. Jadi, tidak melakukan restrukturisasi, tidak melakukan resolusi penyelamatan terhadap industri perusahaan asuransi," tuturnya.
Dengan demikian, kata Ogi, penyelesaian yang terjadi saat ini jika ada asuransi yang insolvent adalah melakukan atau meminta kepada pemegang saham untuk menambah modal, kemudian pemegang saham melakukan upaya-upaya penurunan manfaat, seperti melakukan restrukturisasi polis. Dengan demikian, manfaatnya itu turun dari 100%.
"Hal itu juga dilakukan untuk restrukturisasi terhadap penyelamatan Asuransi Jiwasraya dan AJB Bumiputera," kata Ogi.
Selanjutnya: 10 Maskapai Paling Kaya di Dunia Tahun 2025: Delta Kalahkan Emirates
Menarik Dibaca: Promo PHD Online Tiap Rabu, QU4RZTA Pizza dengan 4 Topping Favorit Cuma Rp 89.000
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News