kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.541.000   6.000   0,39%
  • USD/IDR 16.200   -65,00   -0,40%
  • IDX 7.080   -2,93   -0,04%
  • KOMPAS100 1.048   -3,07   -0,29%
  • LQ45 822   1,36   0,17%
  • ISSI 211   -2,01   -0,94%
  • IDX30 422   2,45   0,58%
  • IDXHIDIV20 505   4,21   0,84%
  • IDX80 120   -0,32   -0,26%
  • IDXV30 123   -1,69   -1,35%
  • IDXQ30 140   1,02   0,74%

Kini Perusahaan Asuransi Tak Bisa Batalkan Klaim Sepihak Pasca Putusan MK


Sabtu, 04 Januari 2025 / 08:49 WIB
Kini Perusahaan Asuransi Tak Bisa Batalkan Klaim Sepihak Pasca Putusan MK
ILUSTRASI. Petugas keamanan merapikan berbagai logo perusahaan asuransi di kantor Asosiasi Asuransi Jiwa Indonesia (AAJI), Jakarta, Senin (2/12/2024). Dalam amar putusan, Mahkamah Konstitusi menyatakan bahwa norma Pasal 251 KUHD yang dimohonkan oleh pemohon merupakan inkonstitusional bersyarat.


Reporter: Ferry Saputra | Editor: Noverius Laoli

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Mahkamah Konstitusi (MK) mengabulkan permohonan uji materi atau judicial review terkait Pasal 251 Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD) yang dimohonkan oleh pemohon Maribati Duha, pada Jumat (3/1).

Adapun permohonan itu terdaftar dengan nomor perkara 83/PUU-XXII/2024.

Dalam amar putusan, Mahkamah menyatakan bahwa norma Pasal 251 KUHD yang dimohonkan oleh pemohon merupakan inkonstitusional bersyarat. Dengan demikian, diputuskan perusahaan asuransi tidak bisa membatalkan klaim secara sepihak.

Baca Juga: Putusan MK: Perusahaan Asuransi Tak Bisa Batalkan Klaim Sepihak

Adapun pasal tersebut menjadi dasar yang diterapkan di industri asuransi selama ini atau dikenal dengan prinsip dasar Utmost Good Faith.

Dengan adanya putusan MK tersebut, Pengamat Asuransi Irvan Rahardjo mengatakan Pasal 251 KUHD sudah tidak mempunyai daya untuk menangkal tindakan tidak jujur dari nasabah asuransi dalam mengisi formulir kontrak perjanjian asuransi.

"Dampak dari putusan MK tersebut sangat luas. Asuransi menjadi dituntut lebih profesional dan hati-hati menerapkan asas iktikad baik," ucapnya kepada Kontan, Jumat (3/1).

Selain itu, menurut Irvan, perusahaan asuransi harus menerapkan upaya mitigasi dengan melakukan assessment secara menyeluruh dan detail terhadap riwayat risiko setiap nasabah. Ditambah tidak mempercayakan begitu saja pendaftaran polis kepada agen. 

Baca Juga: Ridwan Kamil-Suswono Batal Ajukan Gugatan Pilkada ke MK, Simak Penjelasannya

"Sebab, agen hanya berorientasi pada penjualan untuk meraih komisi dan tidak berkepentingan pada tingkat risiko," tuturnya.

Irvan juga menilai perusahaan asuransi bersama asosiasi dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) perlu menyusun peraturan pengganti Pasal 251 KUHD sambil menunggu revisi Undang-Undang 40/2014 tentang Perasuransian.

Sebelumnya, Direktur Eksekutif Asosiasi Asuransi Jiwa Indonesia (AAJI) Togar Pasaribu sempat menerangkan apabila Pasal 251 KUHD dihilangkan, maka prinsip iktikad baik maksimal yang selama ini mengatur hubungan antara perusahaan asuransi dan nasabah akan terganggu. 

Baca Juga: Pengesahan RUU Pilkada Batal, Dasco: Tetap Gunakan Keputusan MK

"Ujungnya, berpotensi meningkatkan risiko moral dan penyalahgunaan informasi dari nasabah," tuturnya.

Togar bilang hal tersebut juga dapat berujung pada peningkatan kasus fraud dan ketidakpastian dalam proses klaim asuransi.

Baca Juga: Sejumlah Asuransi Umum Klaim Lini Bisnis Asuransi Aneka Punya Prospek Cerah

Oleh karena itu, dia mengatakan bahwa perusahaan asuransi perlu mempersiapkan langkah mitigasi guna menjaga kualitas layanan sekaligus memastikan integritas data yang diperoleh dari nasabah. 

Di sisi lain, Ketua Dewan Pengurus AAJI Budi Tampubolon sempat menyatakan prinsip dasar Utmost Good Faith atau kejujuran mutlak menjadi bagian yang sangat penting dalam menjalankan bisnis asuransi.

Diketahui, prinsip Utmost Good Faith dalam asuransi adalah kewajiban bagi kedua belah pihak, baik perusahaan asuransi maupun nasabah, untuk memberikan informasi yang benar dan lengkap terkait risiko yang akan diasuransikan.

Artinya, nasabah harus memberitahukan semua informasi yang relevan kepada perusahaan asuransi, termasuk hal-hal yang berpotensi memengaruhi risiko yang diasuransikan.

"Oleh karena itu, penting untuk saling memahami prinsip penegakan utmost good faith yang menjadi dasar dalam melakukan kontrak perjanjian," ucap Budi dalam konferensi pers di Kantor AAJI, Jakarta Pusat, Jumat (29/11).

Baca Juga: Sejumlah Asuransi Umum Klaim Lini Asuransi Marine Hull Punya Prospek yang Cerah

Secara rinci, Budi menyampaikan bisnis asuransi jiwa merupakan bisnis kepercayaan antara perusahaan asuransi dengan pemegang polis (pempol) atau nasabah. Hal itu didorong oleh prinsip iktikad baik dari kedua belah pihak, dalam hal ini adalah perusahaan asuransi jiwa dan pempol. 

Dari sisi perusahaan sebagai penyedia layanan proteksi, wajib memenuhi tanggung jawabnya untuk membayarkan klaim dan memberikan pelayanan yang optimal kepada pempol sesuai dengan kontrak perjanjian yang telah disepakati kedua belah pihak. 

Budi mengatakan begitu juga dari sisi pempol, wajib memahami dan mematuhi setiap ketentuan yang tercatat dalam polis, termasuk berperilaku jujur. Oleh karena itu, prinsip Utmost Good Faith wajib untuk ditegakkan di dunia asuransi.

Baca Juga: China Memberi Izin Usaha Asuransi BNP Paribas dan Prudential

Sebagai informasi, pemohon mengajukan permohonan uji materi tersebut untuk menilai kesesuaian Pasal 251 KUHD dengan Undang-Undang Dasar (UUD) Negara Republik Indonesia Tahun 1945, mengingat pasal tersebut dianggap berpotensi memberikan peluang bagi perusahaan asuransi untuk memanfaatkan aturan demi keuntungan sepihak. 

Selanjutnya: Emiten Ritel Gencar Diversifikasi dan Rebranding, Cek Rekomendasi Analis

Menarik Dibaca: Simak 4 Manfaat Oral Seks yang Ternyata Bisa Bantu Kontrol Tekanan Darah

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Bond Voyage Mastering Strategic Management for Business Development

[X]
×