Reporter: Ferry Saputra | Editor: Noverius Laoli
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Data statistik Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menunjukkan bahwa kalangan anak muda yang terjebak kredit macet mengalami peningkatan.
Secara rinci, jumlah peminjam di bawah 19 tahun yang pinjamannya macet mencapai 21.774 akun pada semester I-2025, atau melonjak 763% dari posisi semester I-2024 yang sebanyak 2.521 akun.
Adapun pinjaman macet usia 19 tahun sampai 34 tahun juga naik sebesar 54,4% secara tahunan, menjadi 438.707 akun pada semester I-2025.
Baca Juga: Kredit Macet Fintech Naik, GandengTangan dan Amartha Perkuat Mitigasi Risiko
Mengenai hal itu, Kepala Eksekutif Pengawas Lembaga Pembiayaan, Perusahaan Modal Ventura, Lembaga Keuangan Mikro dan Lembaga Jasa Keuangan Lainnya OJK, Agusman, mengatakan peningkatan kredit macet pada borrower di bawah 19 tahun salah satunya disebabkan oleh rendahnya literasi di kalangan anak muda.
"Selain itu, disebabkan rendahnya kesadaran pengelolaan keuangan di kalangan generasi muda," ungkapnya dalam lembar jawaban tertulis RDK OJK, Selasa (11/11/2025).
Lebih lanjut, Agusman menerangkan bahwa OJK telah memperkuat aturan melalui Surat Edaran OJK (SEOJK) Nomor 19 Tahun 2025, salah satunya bertujuan untuk meminimalkan tingkat kredit macet dari kalangan anak muda.
Dalam SEOJK itu, tertuang aturan pembatasan usia penerima dana (borrower) minimal 18 tahun dan penghasilan minimal Rp 3 juta.
"OJK juga terus melakukan edukasi terhadap masyarakat agar bijak dalam menggunakan layanan fintech lending," kata Agusman.
Baca Juga: Kredit Macet Fintech Lending Membaik Jadi 2,60% per Agustus 2025, Ini Kata AFPI
Sementara itu, Pengamat sekaligus Direktur Ekonomi Digital Center of Economic and Law Studies (Celios) Nailul Huda mengatakan ada beberapa faktor yang membuat kalangan anak muda terjerat kredit macet.
Dia menerangkan salah satunya ada kebutuhan yang besar, tetapi tak diimbangi dengan pendapatan yang cukup.
"Selain itu, mereka juga terpapar dengan informasi terkait dengan gagal bayar, sehingga membuat mereka mencoba peruntungan. Jadi, peningkatannya sangat tajam dalam hal akun, tetapi rata-rata nominal pinjaman yang macet itu rendah," ungkapnya kepada Kontan.
Padahal, Nailul mengatakan risiko bagi kalangan muda cukup tinggi ke depannya jika ada tunggakan utang di fintech lending.
Misalnya, dia bilang kalangan muda bisa saja kesulitan ketika ingin mengajukan pinjaman ke lembaga pembiayaan.
Nailul juga angkat bicara adanya ketentuan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) yang tertuang dalam Surat Edaran OJK (SEOJK) Nomor 19 Tahun 2025 berupa pembatasan umur hingga rasio penghasilan borrower.
Baca Juga: OJK: Roadmap Fintech Lending Punya Konsep yang Jelas dan Diatur Bersama Industri
Dia melihat adanya kebijakan itu dapat membantu mengurangi risiko gagal bayar. "Ketika dibatasi usia dan pendapatan nominal tertentu, saya rasa platform bisa menyaring awal borrower yang berkualitas," ujarnya.
Namun, Nailul menerangkan sistem credit scoring juga harus dilihat terkait dengan konfirmasi pendapatan borrower secara rinci. Kalau tidak rinci, bisa saja menjadi tidak valid. Begitu juga jika menggunakan slip gaji, ketika mereka bukan karyawan bisa saja kesulitan meminjam.
"Oleh karena itu, harus ada mekanisme yang mampu menjangkau semua pihak," kata Nailul.
Selanjutnya: Singles’ Day China Lesu, Diskon Besar Tak Mampu Dongkrak Gairah Belanja Konsumen
Menarik Dibaca: Ramalan Cinta Zodiak Tahun 2026, Ada yang Bertemu Cinta Sejati
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News













