kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 2.299.000   5.000   0,22%
  • USD/IDR 16.585   5,00   0,03%
  • IDX 8.258   6,92   0,08%
  • KOMPAS100 1.128   -3,16   -0,28%
  • LQ45 794   -6,53   -0,82%
  • ISSI 295   3,34   1,15%
  • IDX30 415   -3,30   -0,79%
  • IDXHIDIV20 467   -5,39   -1,14%
  • IDX80 124   -0,60   -0,48%
  • IDXV30 134   -0,53   -0,39%
  • IDXQ30 130   -1,48   -1,13%

Fintech Lending Bermasalah Kembali Bertambah, Terbaru Ada Dana Syariah Indonesia


Minggu, 12 Oktober 2025 / 20:11 WIB
Fintech Lending Bermasalah Kembali Bertambah, Terbaru Ada Dana Syariah Indonesia
ILUSTRASI. Kepala Eksekutif Pengawas Lembaga Pembiayaan, Perusahaan Modal Ventura, Lembaga Keuangan Mikro, dan Lembaga Jasa Keuangan Lainnya OJK Agusman.


Reporter: Ferry Saputra | Editor: Ignatia Maria Sri Sayekti

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Fintech peer to peer (P2P) lending bermasalah kembali bertambah. Asal tahu saja, ada beberapa fintech lending yang masalahnya belum kelar sampai saat ini, seperti PT Igrow Resources Indonesia atau PT LinkAja Modalin Nusantara (iGrow), PT iGrow Resources Indonesia, PT Akseleran Keuangan Inklusif Indonesia (Akseleran), PT Lunaria Annua Teknologi (KoinP2P), hingga PT Crowde Membangun Bangsa (Crowde).

Paling terbaru, masalah menimpa fintech lending berbasis syariah, PT Dana Syariah Indonesia (DSI). Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menyampaikan masalah yang menimpa Dana Syariah Indonesia terjadi karena adanya kesulitan penarikan dana lender. Alhasil, OJK melakukan pengawasan ketat terhadap fintech lending syariah PT Dana Syariah Indonesia.

"Terkait permasalahan kesulitan penarikan dana oleh lender, kami sedang melakukan pengawasan ketat terhadap PT Dana Syariah Indonesia," ucap Kepala Eksekutif Pengawas Lembaga Pembiayaan, Perusahaan Modal Ventura, Lembaga Keuangan Mikro dan Lembaga Jasa Keuangan Lainnya OJK Agusman dalam konferensi pers RDK OJK, Kamis (9/10/2025).

Sebagai tindak lanjut, Agusman menerangkan OJK juga telah melakukan pemanggilan terhadap pengurus dan pemegang saham PT Dana Syariah Indonesia. Dia bilang pemanggilan itu dilakukan untuk memperoleh tambahan penjelasan mengenai permasalahan yang terjadi dan upaya konkret penyelesaian, termasuk dalam menjaga keberlangsungan usaha perusahaan.

Baca Juga: Kredit Macet Fintech Lending Membaik Jadi 2,60% per Agustus 2025, Ini Kata AFPI

Untuk tindak pidana, Agusman mengatakan OJK tentunya akan melakukan langkah-langkah penegakan kepatuhan dan berkoordinasi dengan aparat penegak hukum sesuai ketentuan perundang-undangan yang berlaku. Salah satu penegakan yang dilakukan OJK, yakni melakukan Penilaian Kembali Pihak Utama (PKPU).

Mengenai masalah Dana Syariah Indonesia, Pengamat sekaligus Direktur Ekonomi Digital Center of Economic and Law Studies (Celios) Nailul Huda berpendapat seharusnya pendanaan lewat Dana Syariah Indonesia bisa lebih aman dibandingkan model bisnis lainnya, karena mereka berfokus pada bisnis properti dan ada jaminan aset propertinya. 

"Seharusnya pendanaan lewat Dana Syariah Indonesia lebih karena ada aset yang secara kasat mata bisa dilihat," ungkapnya kepada Kontan, Sabtu (11/10).

Namun, Nailul menilai masalah yang menimpa Dana Syariah Indonesia tak terlepas dari kondisi perekonomian yang masih lesu, sehingga menyebabkan permintaan rumah cenderung melambat. Alhasil, pengembalian dana di sektor properti cenderung lebih lambat. 

"Pengembalian dana menunggu rumah jadi dan terjual, sedangkan prosesnya lama. Jadi, pengembalian dana jangka pendek (bulanan), tetapi proses penjualan hingga uang diterima oleh pengembang bisa lama. Kecuali, permintaan modalnya hanya sebagian kecil atau sisa biaya pembangunan," tuturnya.

Dengan demikian, Nailul beranggapan model bisnis fintech lending untuk pembiayaan proyek properti memiliki risiko keterlambatan pembayaran bunga yang cukup tinggi. Untuk mengatasi masalah itu, dia bilang harus ada perbaikan-perbaikan dalam model bisnis, terutama yang memiliki karakteristik tertentu. 

"Pembiayaan untuk properti tentu berbeda siklus arus kasnya, dibandingkan sektor ritel. Risiko keterlambatan pembayaran harus bisa diminimalkan melalui sistem yang lebih adaptif terhadap semua model bisnis," kata Nailul.

Kabar Terakhir Fintech Lending Bermasalah

Berdasarkan catatan Kontan, sejauh ini belum ada penyelesaian yang konkret dari sejumlah fintech lending bermasalah. Sebut saja, iGrow yang masih belum bisa mengembalikan dana para lender. 

Meski telah melakukan peningkatan atau penyuntikkan modal untuk memenuhi ketentuan ekuitas minimum sebesar Rp 12,5 miliar, iGrow tampaknya masih harus berupaya keras untuk mengembalikan dana lender.

Baca Juga: OJK Beri Sanksi kepada 24 Multifinance dan 19 Fintech Lending pada Agustus 2025

Agusman menerangkan pengembalian dana lender iGrow tetap menjadi kewajiban borrower sesuai perjanjian pendanaan. Pengembalian itu dapat ditempuh, antara lain melalui penagihan langsung dan proses litigasi.

Sebelumnya, Direktur Utama iGrow Edoardus Satya Adhiwardana mengatakan kepada Kontan bahwa iGrow telah melakukan langkah pemenuhan modal untuk memenuhi syarat minimum ekuitas sebagaimana diatur oleh OJK guna menjaga keberlangsungan bisnis.

Edoardus menerangkan suntikan modal itu bukan secara langsung digunakan untuk pembayaran kepada lender, melainkan sebagai upaya pemenuhan regulasi dan penataan struktur keuangan perusahaan. Dia menyampaikan iGrow saat ini telah menghentikan sementara penyaluran pembiayaan baru dan mengalihkan fokus penuh pada pemulihan kredit bermasalah. 

Terkait penyelesaian kredit bermasalah, Edoardus mengatakan fokus utama iGrow adalah mengoptimalkan upaya penagihan kepada borrower aktif, melakukan restrukturisasi pinjaman yang diperlukan, serta menempuh langkah hukum terhadap pihak yang tidak kooperatif. Dia menyebut seluruh proses itu dilakukan secara hati-hati dan berkoordinasi erat dengan regulator.

Sementara itu, masalah KoinP2P yang muncul akibat dugaan tindak pidana salah satu peminjam atau borrower berinisial M yang merupakan pemilik grup bisnis MPP juga belum terselesaikan. Akibat masalah itu, pembayaran dana kepada lender harus tertunda. Salah satu upaya penyelesaian yang sempat disampaikan, yakni melakukan suntik modal, tetapi tampaknya upaya itu belum terealisasi.

Agusman sempat mengatakan OJK telah melakukan pertemuan dengan pemegang saham KoinP2P untuk memastikan komitmen dalam peningkatan modal. Dia menyebut upaya KoinP2P itu akan diawasi secara ketat.

Selain peningkatan modal, KoinP2P juga berupaya melakukan penundaan pembayaran (standstill) kepada sebagian pemberi dana (lender) yang terdampak. Mengenai hal itu, Agusman menerangkan proses standstill sedang dilakukan KoinP2P.

Baca Juga: OJK: 2 Fintech Lending Syariah Berencana Merger untuk Penuhi Ketentuan Permodalan

"Berdasarkan laporan dari KoinP2P, proses standstill sedang dilakukan sesuai dengan kesepakatan dengan lender," kata Agusman.

Fintech P2P lending Akseleran juga masih berupaya menyelesaikan masalah gagal bayar. Saat bertemu dengan Kontan, Komisaris Utama & Co-Founder Akseleran Ivan Nikolas Tambunan mengungkapkan gagal bayar tersebut disebabkan 6 borrower belum bisa mengembalikan pinjaman yang kondisinya terjadi secara bersamaan pada Maret 2025. 

Kontan juga mendapat informasi bahwa Akseleran telah menyampaikan identitas para borrower yang tak bisa mengembalikan pinjaman kepada para lender. Ivan sempat menyampaikan bahwa pihaknya masih terus melakukan berbagai upaya penyelesaian, seperti menagih para borrower yang bermasalah untuk mengembalikan pinjaman dan ada beberapa borrower juga yang telah dilaporkan ke polisi. 

Berikutnya, masalah gagal bayar Crowde diketahui juga belum terselesaikan. Masalah itu terjadi karena adanya dugaan penyelenggara tersebut melakukan penggelapan dana atas fasilitas kredit yang diberikan oleh PT Bank JTrust Indonesia Tbk (J Trust Bank). Khususnya, penyaluran pembiayaan kepada end-user, yakni petani. Indikasinya, banyak end user bodong atau palsu serta pemalsuan dokumen-dokumen.

OJK sempat menyampaikan telah melakukan pemeriksaan terhadap dugaan pelanggaran ketentuan yang terjadi di Crowde dan telah melakukan proses penegakan hukum, serta pengenaan sanksi sesuai ketentuan yang berlaku. 

Baca Juga: OJK Beri Sanksi kepada 23 Multifinance dan 14 Fintech Lending pada September 2025

Selanjutnya: Konflik AS-China Meruncing, Bakal Berefek ke Pasar Saham Indonesia?

Menarik Dibaca: Cara Mengelola Keuangan yang Tepat demi Mencapai Kebebasan Finansial

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
AYDA dan Penerapannya, Ketika Debitor Dinyatakan Pailit berdasarkan UU. Kepailitan No.37/2004 Pre-IPO : Explained

[X]
×