Reporter: Selvi Mayasari | Editor: Tri Sulistiowati
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. PT Allo Bank Indonesia Tbk (BBHI) berhasil membukukan kinerja yang positif hingga delapan bulan tahun 2025. Hal ini tercermin dari laba bersih yang meningkat 18,86% secara tahunan atau year on year (yoy) menjadi Rp 311,46 miliar. Sebagai perbandingan, pada Agustus 2024 labanya mencapai Rp 262,04 miliar.
Salah satu faktor pertumbuhan laba tersebut adalah kenaikan pendapatan bunga bersih. Di mana, pertumbuhannya mencapai 28,79% YoY menjadi Rp 927,75 miliar.
Dari sisi intermediasi, Allo Bank telah menyalurkan kredit sebesar Rp 7,1 triliun pada Agustus 2025, capaian ini terlihat menurun 13,49% dari periode sama tahun sebelumnya sebesar Rp 8,27 triliun.
Di sisi dana pihak ketiga (DPK), Allo Bank membukukan pendanaan sebesar Rp 7,78 triliun, meningkat 22,90 yoy dari Agustus 2024 sebesar Rp 6,33 triliun.
Baca Juga: Saham BBCA Turun ke Rp 7.500, Jadi Harga Penutupan Terendah Sepanjang Tahun 2025
Corporate Secretary Allo Bank, Stacey Aryadi Suryoputro menyampaikan, sepanjang year to date hingga bulan Agustus 2025, kontribusi utama pertumbuhan laba Allo Bank adalah optimalisasi/peningkatan kredit khususnya pada segmen Retail Business melalui penyaluran produk PayLater/InstantCash yang terus menunjukkan pertumbuhan yang cukup baik dari sisi nasabah maupun volume transaksinya.
Stacey menyebutkan, sejak diluncurkan pada 20 Mei 2022 hingga akhir Agustus 2025, jumlah nasabah telah menembus lebih dari 13 juta di seluruh Indonesia. Penyaluran kredit melalui produk PayLater juga melonjak lebih dari 200% sepanjang 2024 hingga 2025, baik dari sisi jumlah nasabah maupun volume transaksi.
“Optimalisasi produk PayLater menjadi salah satu kontributor utama pertumbuhan laba Allo Bank. Jumlah aplikasi yang masuk terus meningkat, mencerminkan tingginya permintaan di segmen ritel,” ungkap Stacey kepada kontan.co.id, Rabu (1/10).
Memasuki semester II/2025, pihaknya melihat tantangan cukup besar seiring revisi Bank Indonesia (BI) atas proyeksi pertumbuhan kredit perbankan nasional menjadi 8–11%, turun dari perkiraan awal 11–13%. Kondisi makroekonomi global dan domestik yang masih penuh ketidakpastian juga menjadi faktor yang dicermati.
Kendati demikian, perseroan tetap menargetkan pertumbuhan positif di atas rata-rata industri perbankan.
“Data makroekonomi yang kurang kondusif tidak kami pandang sebagai alasan untuk berhenti menyalurkan kredit, melainkan momentum untuk mengkalibrasi kembali strategi agar lebih selektif, presisi, dan berbasis data,” jelas Stacey.
Untuk menjaga kinerja, Allo Bank mengandalkan sistem credit scoring yang terus diperbarui. Model ini mengintegrasikan indikator makroekonomi, data perilaku digital, dan sinyal pasar dalam proses underwriting kredit, sehingga dapat menjaga kualitas penyaluran di segmen ritel yang resilien.
Di sisi wholesale banking, perseroan tetap membuka peluang pembiayaan pada sektor-sektor dengan prospek jangka menengah dan panjang yang sehat. “Prinsip kami adalah tumbuh berkelanjutan dengan tetap menjaga kualitas aset,” lanjutnya.
Dari sisi pendanaan, Allo Bank fokus menjaga rasio likuiditas dan margin bunga bersih (NIM). Produk tabungan fleksibel Allo Grow menjadi salah satu andalan untuk menekan cost of fund dan menghindari persaingan suku bunga yang terlalu agresif.
Selain itu, efisiensi operasional juga terus ditingkatkan. Per Juni 2025, rasio BOPO Allo Bank tercatat 71,0%, jauh lebih rendah dari rata-rata industri yang sebesar 85,9% berdasarkan data OJK.
“Kami berkomitmen menjaga efisiensi tanpa mengorbankan investasi pada infrastruktur teknologi informasi, yang menjadi fondasi penting bagi pertumbuhan jangka panjang Allo Bank,” tuturnya.
Baca Juga: Studi Kelayakan Pembangunan 17 Kilang Pertamina Hampir Rampung, Ini Lokasinya
Selanjutnya: Saham BBCA Turun ke Rp 7.500, Jadi Harga Penutupan Terendah Sepanjang Tahun 2025
Menarik Dibaca: 7 Zodiak yang Paling Kompetitif, Capricorn Salah Satunya
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News