Reporter: Nina Dwiantika | Editor: Hendra Gunawan
JAKARTA. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) tengah memantau ketat rasio daya tahan likuiditas bank saat menghadapi krisis alias liquidity coverage ratio (LCR).
Berdasarkan laporan ketahanan likuiditas per Desember 2014, rasio LCR rata-rata bank di atas 60% atau memenuhi kewajiban minimum LCR sebesar 60% pada awal tahun ini. Rasio minimum LCR naik bertahap menjadi 70% pada Desember 2015, hingga 100% pada tahun 2018 mendatang.
Dody Arifianto, Kepala Subdivisi Risiko Perekonomian dan Sistem Perbankan Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) menilai, perbankan mampu memenuhi aturan LCR minimum 60%. Namun, aturan tersebut dinilai bakal berdampak terhadap penyaluran kredit. Sederhananya, bank harus mengubah sebagian likuiditas menjadi aset likuid demi memenuhi ketentuan.
"Bank harus penuhi LCR. Jika ada indikasi nasabah menarik dana, bank memiliki cadangan (buffer) yang bisa dijual," katanya. Instrumen yang masuk kategori aset likuid LDR di antaranya adalah uang tunai dan surat berharga negara (treasury bond) yang jumlahnya sama atau lebih besar dari kas bersih bank selama periode 30 hari terakhir. Rasio minimum LCR bakal berlaku juga bagi kantor cabang bank asing (KCBA).
Sekadar informasi, OJK memulai uji coba pelaporan data LCR pada akhir Januari lalu. Bank wajib memberikan data LCR per Desember 2014 kepada pihak otoritas.
Uji coba pelaporan ini mengawali pemberlakuan resmi LCR mulai tahun depan. “Aturan LCR akan diterapkan pada semester I tahun 2016 untuk bank umum kelompok usaha (BUKU) 3 dan BUKU 4,” ujar Mulya E. Siregar, Deputi Komisioner Pengawasan Perbankan OJK, akhir pekan lalu.
Dalam proses uji coba, dia menjelaskan, OJK membuka ruang bagi para bankir untuk menyampaikan usulan terhadap penerapan LCR. Misalnya, kesulitan bank dalam menerapkan aturan LCR. “Kami telah menyerahkan consultative paper kepada bank. Kerangka LCR di consultative paper akan diproses menjadi Peraturan OJK (P-OJK),” tambahnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News