Reporter: Ferry Saputra | Editor: Tri Sulistiowati
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menyampaikan Lembaga Penjaminan Polis (LPP) kini masih dalam tahap pembahasan dengan berbagai pihak, termasuk Lembaga Penjamin Simpanan (LPS). Adapun PPP ditargetkan mulai diimplementasikan pada 2028.
Pengamat Asuransi dan Dosen Program MM Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Gajah Mada (UGM) Kapler Marpaung menilai adanya LPP dapat berdampak baik bagi industri asuransi.
"LPP tentu akan ikut membangun industri asuransi yang lebih sehat dan kuat dan akhirnya makin meningkatkan kepercayaan masyarakat akan asuransi," ungkapnya kepada Kontan, Kamis (25/9).
Dengan adanya Lembaga Penjaminan Polis, Kapler menyebut akan ada mitra kerja OJK dalam hal pengawasan dan pembinaan industri perasuransian. Jadi, dia bilang kehadiran Lembaga Penjaminan Polis akan memberikan manfaat kepada regulator, perusahaan asuransi, dan masyarakat.
Baca Juga: Kebijakan Risk Sharing, Meringankan atau Tambah Beban Konsumen?
Meskipun demikian, Kapler menyoroti sebenarnya LPP merupakan amanat Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2014 tentang Perasuransian dan seharusnya sudah berdiri lebih awal. Oleh karena itu, dia menilai perlu adanya percepatan pembentukan LPP.
"Saya percaya Lembaga Penjaminan Polis akan berdiri, tetapi seharusnya jangan terlalu lama," tuturnya.
Kapler menerangkan sebenarnya LPS bisa menggunakan mekanisme simpanan bank sebagai tolok ukur dalam membentuk mekanisme LPP. Lebih lanjut, dia juga menyarankan agar peserta LPP nantinya hanya perusahaan yang sehat. Selain itu, produk yang dijamin sementara adalah polis-polis individual.
"Dengan perusahaan asuransi sehat yang boleh ikut menjadi peserta Lembaga Penjaminan Polis, maka akan membuat perusahaan yang tidak sehat perlu untuk menjadi sehat supaya bisa menjadi perusahaan asuransi pilihan masyarakat juga," kata Kapler.
Sementara itu, mengenai mekanisme LPP, Asosiasi Asuransi Umum Indonesia (AAUI) menilai produk yang perlu dijamin terlebih dahulu adalah produk asuransi yang bersifat ritel, massal, dan memiliki keterkaitan langsung dengan kepentingan konsumen.
"Contohnya, seperti asuransi kendaraan bermotor, asuransi kredit yang terkait pembiayaan UMKM, serta produk asuransi mikro yang menyasar masyarakat luas," ucap Ketua Umum AAUI Budi Herawan kepada Kontan, Kamis (25/9).
Untuk usulan nilai pertanggungan, Budi melihat penting untuk ada batasan tertentu (cap) agar sistem penjaminan tetap sehat dan tidak membebani keberlangsungan industri. Meskipun demikian, dia bilang besarannya tentu perlu dikaji lebih lanjut bersama regulator dan Lembaga Penjamin Polis (LPP), dengan mempertimbangkan kondisi pasar asuransi Indonesia.
Saat ini, Budi menyampaikan AAUI terus mengikuti perkembangan penyusunan regulasi, serta pembentukan kelembagaan LPP, sekaligus menyiapkan kerangka kerja sama untuk memperkuat diskusi teknis.
"AAUI siap memberikan masukan terkait penetapan cakupan produk yang dijamin, besaran kontribusi industri, serta mekanisme klaim," ungkapnya.
Budi berharap implementasi LPP dapat berjalan efektif, menjaga kepercayaan konsumen, sekaligus tidak mengganggu stabilitas industri asuransi.
Sebelumnya, Kepala Eksekutif Pengawasan Perasuransian, Penjaminan dan Dana Pensiun OJK Ogi Prastomiyono mengatakan salah satu mengenai mekanisme PPP yang tengah dibahas, yakni perihal besaran limit polis yang dijamin per pertanggungan. Ogi bilang sudah ada usulan mengenai besarannya.
"Sudah mulai kami diskusikan dengan LPS. Kalau untuk likudasinya misalnya berapa kira-kira penjaminan per polisnya. Kalau di bank, simpanannya itu Rp 2 miliar, kalau di kami (asuransi), sudah pasti di bawah Rp 2 miliar. Sudah ada angka-angka sekitar Rp 500 juta hanya maksimum," ungkapnya saat rapat Panja Revisi Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (UU P2SK) dengan Komisi XI DPR RI, Selasa (23/9/2025).
Ogi menegaskan bahwa usulan besaran yang disampaikan dalam rapat bersama DPR RI tersebut belum final dan masih akan dibahas kembali dengan berbagai stakeholder. Dia juga menerangkan produk dan jenis asuransi yang dijamin oleh PPP juga masih dalam tahap pembahasan. Nantinya, tak semua produk akan dijamin oleh PPP.
"Tidak semua polis itu dijamin, seperti polis untuk unitlink misalnya. Untuk yang porsi investment pasti sudah tidak dijamin, hanya yang proteksinya saja yang dijamin. Selain itu, apakah kalau asuransi yang wajib itu juga harus masuk dalam Program Penjaminan Polis? Itu juga masih diskusikan," tuturnya.
Ogi menerangkan OJK bersama stakeholder lain masih akan mengkaji mengenai mekanisme dalam PPP. Salah satu kajiannya dengan melihat praktik-praktik yang ada di negara lain mengenai Program Penjaminan Polis.
Baca Juga: BI Rate Turun, AAUI: Strategi Investasi Asuransi Umum Bisa Difokuskan ke Surat Utang
Selanjutnya: 10 Pelatih Sepak Bola dengan Gaji Tertinggi di Dunia Tahun 2025
Menarik Dibaca: 2 Resep Misoa Versi Manis dan Pedas untuk Sajian Hangat Keluarga
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News