Reporter: Ferry Saputra | Editor: Tri Sulistiowati
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kementerian Pekerjaan Umum (PU) mendapat anggaran sebesar Rp 118,5 triliun untuk 2026. Nilai tersebut naik 38,27%, dibandingkan anggaran 2025 yang sebesar Rp 85,7 triliun. Hal itu tertuang dalam Buku II Nota Keuangan dan Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2026.
Mengenai hal itu, Pengamat Asuransi sekaligus Ketua Umum Komunitas Penulis Asuransi Indonesia (KUPASI) Wahyudin Rahman menilai kenaikan anggaran Kementerian PU akan berdampak positif terhadap potensi pasar asuransi rekayasa. Sebab, sebagian besar dana tersebut berpotensi dialokasikan untuk pembangunan infrastruktur strategis, seperti jalan tol, bendungan, irigasi, perumahan rakyat, maupun infrastruktur dasar lain.
Wahyudin berpendapat semua proyek pembangunan itu membutuhkan perlindungan asuransi konstruksi dan rekayasa, mulai dari Contractor’s All Risks (CAR), Erection All Risks (EAR), Machinery Breakdown (MB), Civil Enginering Completed Risk (CECR), hingga Third Party Liabillity (TPL).
Baca Juga: Great Eastern General Insurance (GEGI) Bidik Pendapatan Premi Rp 953 Miliar di 2025
"Artinya, lini asuransi rekayasa di asuransi umum bisa memanfaatkan peluang tersebut untuk mendorong pertumbuhan premi pada 2026," ujarnya kepada Kontan, Selasa (26/8).
Lebih lanjut, Wahyudin memproyeksikan kinerja asuransi rekayasa diperkirakan masih akan mencatatkan pertumbuhan positif hingga akhir tahun ini. Dia bilang hal tu seiring dengan berlanjutnya pembangunan infrastruktur.
"Dengan demikian, potensi pertumbuhan premi asuransi rekayasa akan makin besar, jika perusahaan asuransi mampu menjalin kerja sama dengan kontraktor besar, BUMN karya, maupun perusahaan swasta yang terlibat dalam tender proyek pemerintah," tuturnya.
Untuk menangkap peluang hingga akhir tahun ini di lini asuransi rekayasa, Wahyudin mengatakan perusahaan asuransi umum sebaiknya memperkuat kualitas underwriting, memanfaatkan reasuransi untuk menjaga kapasitas pada proyek bernilai besar, serta menawarkan paket proteksi yang lebih lengkap termasuk perlindungan terhadap risiko keterlambatan proyek (delay in start-up).
Selain itu, dia menyebut perusahaan asuransi umum juga perlu menjalin kemitraan dengan bank dan multifinance, sehingga bisa menjadi strategi untuk memastikan setiap pembiayaan proyek dikaitkan langsung dengan perlindungan asuransi rekayasa.
Meski prospeknya menjanjikan, Wahyudin tak memungkiri lini asuransi rekayasa masih menghadapi sejumlah tantangan. Dia menerangkan tantangannya, seperti persaingan premi yang sangat ketat, khususnya pada proyek pemerintah, sehingga sering membuat tarif menjadi tipis dan berpotensi menekan profitabilitas. Selain itu, eksposur risiko proyek yang besar menuntut kapasitas reasuransi yang memadai agar perusahaan asuransi tidak terbebani sendiri.
"Tantangan lainnya, yakni keterbatasan sumber daya manusia dengan kompetensi teknis di bidang underwriting rekayasa masih menjadi kendala di beberapa perusahaan. Ditambah, faktor eksternal seperti fluktuasi harga material, serta cuaca ekstrem dapat meningkatkan potensi klaim," kata Wahyudin.
Sebagai informasi, data Asosiasi Asuransi Umum Indonesia (AAUI) mencatat pendapatan premi lini asuransi rekayasa di industri asuransi umum sebesar Rp 1,74 triliun pada kuartal I-2025. Nilainya meningkat 64,8%, jika dibandingkan periode sama tahun sebelumnya.
Baca Juga: Anggaran Kementerian PU Naik, Jasindo Nilai Berdampak Positif bagi Asuransi Rekayasa
Selanjutnya: Ekonom Ingatkan Potensi UMKM Pecah Omzet untuk Tetap Nikmati Pajak 0,5%
Menarik Dibaca: Promo Sociolla Payday Rewards 25-31 Agustus 2025, Hair Dryer-Serum Diskon hingga 60%
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News