Reporter: Selvi Mayasari | Editor: Herlina Kartika Dewi
KONTAN.CO.ID-JAKARTA. Kondisi likuiditas perbankan terlihat mulai ketat. Kondisi ini tercermin dari mininya pertumbuhan duit simpanan nasabah atau dana pihak ketiga (DPK) perbankan. Pertumbuhan yang melambat ini salah satunya datang dari simpanan giro.
Berdasarkan laporan Analisis Uang Beredar yang dirilis Bank Indonesia (BI), per Mei 2025 DPK perbankan hanya tumbuh 3,9% secara tahunan atau year on year (yoy) menjadi Rp 8.756,5 triliun. Realisasi ini melambat dibanding pertumbuhan pada April 2025 sebesar 4,4% capai Rp 8.742,1 triliun.
Perlambatan DPK salah satunya datang dari giro yang hanya tumbuh 4,1% menjadi Rp 2.675,4 triliun. Padahal di bulan sebelumnya masih tumbuh 4,9% capai Rp 2.642,7 triliun.
Baca Juga: Likuiditas Memadai, BCA Tegaskan Belum Berencana Terbitkan Obligasi
Anggota Dewan Komisioner Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) Didik Madiyono mengatakan, perlambatan pertumbuhan giro merupakan salah satu strategi korporasi dalam mengoptimalkan cash internal untuk investasi dan modal kerja. Langkah ini disebut positif, karena strategi tersebut dinilai berpotensi mendorong peningkatan aktivitas produksi.
"Tantangannya memang ada pada pengelolaan likuiditas yang berhati-hati dari sisi internal bank," ujar Didik kepada kontan.co.id.
Adapun Direktur Eksekutif Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira mengatakan, yang terjadi sekarang ini memang situasi perang perebutan dana dan perang bunga.
"Karena kalau dilihat itu DPK agak rendah pertumbuhannya karena pertumbuhan simpanan perorangannya juga turun, artinya memang masyarakat tertekan daya belinya sehingga uang yang tersisa untuk ditabung semakin berkurang. Sementara lapangan pekerjaan, pendapatan ini kan tidak meningkat signifikan," kata Bhima.
Selain itu, faktor dari penerbitan surat utang pemerintah yang cukup agresif, jadi banyak yang beralih dari deposito ke surat utang. Bima menyebut selisih gap bunga yang cukup lebar dari Deposito yang membuat lebih menarik bagi para deposan untuk menabung dalam bentuk surat utang negara. SUN atau SBN retail, dan sukuk.
"Kalau situasi ini terus terjadi efeknya kan likuiditas akan mengetat di bank sehingga bank juga akan lebih hati-hati dalam menyalurkan kredit. Jadi performa pertumbuhan kreditnya juga akan melambat ke depannya. Karena memang isunya adalah soal likuiditas," jelas Bhima.
Menurut Bhima ada risiko usaha juga yang membuat bank lebih selektif memilih beberapa sektor terutama setelah adanya efek efisiensi anggaran, perang Israel-Iran, dan perang dagang.
Baca Juga: Bank-Bank Besar Ramai Terbitkan Obligasi, Pertanda Apa?
"Regulator bisa apa? Sebenarnya kalau dari regulator ini masalahnya di pemerintah. Jadi harus dikomunikasikan antara KSSK, BI, OJK, LPS, Kemenkeu. Kemenkeu butuh surat utang untuk membayar utang jatuh tempo besar sekali, taopi ini jangan sampai menyedot likuiditas pasar dalam negeri. Jika pemerintah mau menerbitkan surat utang, terbitkan surat utang valas atau utang luar negeri saja, jangan berebut dengan perbankan," ungkapnya.
Sementara dari sisi perbankan masih mencatatkan peningkatan pada DPK giro. Ambil contoh Bank Central Asia (BCA) yang hingga Mei 2025, dana giro tumbuh 12,1% yoy menjadi Rp 380 triliun.
Adapun secara keseluruhan, total DPK BCA secara bank only naik 5,6% YoY mencapai Rp 1.155 triliun per Mei 2025. Dana Giro dan Tabungan (CASA) tumbuh 7,3% YoY mencapai Rp961 triliun, atau sekitar 83% dari total DPK.
EVP Corporate Communication and Social Responsibility BCA Hera F. Haryn mengatakan, dana CASA menjadi kontributor utama pendanaan BCA seiring dengan peningkatan transaksi secara berkelanjutan. Pada kuartal I-2025, total frekuensi transaksi BCA tumbuh 19% YoY.
"Di tengah dinamika perekonomian saat ini, kami mencermati bahwa DPK dan CASA tetap menunjukkan tren positif, sejalan dengan peningkatan aktivitas transaksi perbankan dan perluasan basis nasabah," ujar Hera.
Secara bersamaan, BCA disebut senantiasa mengembangkan berbagai channel layanan di seluruh touch point untuk menjawab kebutuhan nasabah yang semakin beragam.
"Kami terus berinovasi dalam menyediakan layanan transaksi yang menggabungkan pengalaman online dan offline (hybrid), serta memperluas ekosistem layanan untuk mendukung pertumbuhan DPK dan CASA secara berkelanjutan," imbuhnya.
Baca Juga: Perbankan Dapat Tambahan Likuiditas Jumbo
Presiden Direktur Bank CIMB Niaga Lani Darmawan juga mengatakan, Giro kami di Mei secara yoy masih tumbuh sekitar 7% capai Rp 87,55 triliun. Pertumbuhan ini berasal dari operating account, perusahaan non retail, dan cash management, serta merchant bisnis.
"Kami harapkan DPK giro bisa tumbuh tahun ini sekitar 7%-9%," ucapnya.
Adapun Corporate Secretary Bank Mandiri, M. Ashidiq Iswara mengungkapkan, pencapaian giro (bank only) sampai dengan Juni 2025 tumbuh 10,3% yoy, dimana pertumbuhan didorong oleh nasabah korporasi maupun instansi.
"Dalam upaya meningkatkan pertumbuhan giro, Bank Mandiri fokus pada peningkatan transaksi melalui KOPRA, Wholesale Digital Super Platform yang berperan menjadi enabler untuk mendukung transaksi sesuai kebutuhan Nasabah Korporasi dan ekosistem value chain-nya,” jelas Ashidiq.
Selanjutnya: xAI Milik Elon Musk Gaet Kontrak Rp3,2 Triliun dari Departemen Pertahanan AS
Menarik Dibaca: Edukasi Hidup Bersih dan Sehat, Guardian Gelar Guardiancares
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News