kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45985,97   -4,40   -0.44%
  • EMAS1.249.000 2,21%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Marak akuisisi, pemegang saham bank meraup untung besar


Sabtu, 14 Desember 2019 / 08:30 WIB
Marak akuisisi, pemegang saham bank meraup untung besar
ILUSTRASI. Pelayanan nasabah di Bank Permata, Jakarta, Selasa (8/3). Standard Chartered Bank dan Astra International akan meraup dana total Rp 37 triliun dari penjualan saham Bank Permata.


Reporter: Anggar Septiadi | Editor: Wahyu T.Rahmawati

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pengumuman transaksi jual beli saham PT Bank Permata Tbk (BNLI) menjadi aksi merger dan akuisisi perbankan Indonesia terkini sebelum tutup tahun 2019. Bangkok Bank secara mengejutkan berhasil meminang Bank Permata setelah melangkahi sejumlah pesaing.

Setelah akuisisi ini, pemegang saham Bank Permata yaitu PT Astra International Tbk (ASII), dan Standard Chartered Bank (SCB) diperkirakan bakal meraup untung besar.

Kamis (12/12) Astra dan SCB menyepakati perjanjian jual beli 89,12% kepemilikan saham mereka di Bank Permata. Ketiganya sepakat transaksi akan dilakukan seharga 1,77 kali nilai buku Bank Permata dengan harga indikatif per September 2019 Rp 1.498 per saham. merujuk hal tersebut, nilai yang akan digelontorkan Bangkok Bank untuk aksi ini bisa mencapai Rp 37,43 triliun atau setara US$ 2,6 miliar. Sebagai catatan, nilai pasti yang akan dikeluarkan Bangkok Bank bakal disesuaikan dengan laporan keuangan terakhir sebelum penyelesaian transaksi.

Baca Juga: Akan diakuisisi Bangkok Bank, bagaimana rekomendasi saham Bank Permata (BNLI)?

Standard Chartered Bank dalam pengumumannya di Bursa London, Kamis (12/12) menyatakan dari transaksi tersebut, pihaknya bakal meraih untung bersih US$ 500 juta atau setara Rp 7 triliun. Nilai yang sama juga diperkirakan bakal diraih Astra. Sedangkan dalam keterangan, Astra dan Standard Chartered mengaku keuntungan hasil penjualan ini bakal digunakan untuk mendukung modal masing-masing perusahaan dan investasi selanjutnya.

“Transaksi ini bakal meningkatkan rasio common equity tier 1 kami 50 bps senilai US$ 100 juta. Serta mengurangi risk-weighted asset menjadi sekitar US$ 9,5 miliar. Meski demikian nilai akhir baru akan ditentukan setelah penyelesaian transaksi,” tulis Standard Chartered.

Jika angka-angka tersebut tak berubah banyak, maka investasi Standard Chartered dan Astra bakal tercatat sangat menguntungkan.

Secara historis, konsorsium Standard Chartered dan Astra mengempit kepemilikan di Bank Permata pada 2004, setelah memenangi tender oleh Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) untuk mengakuisisi 51% saham senilai Rp 1,38 triliun.

Baca Juga: Usai diakuisisi BBCA, Bank Royal Minta Nasabah Tutup Rekening dan Tarik Dana premium

Kemudian pada 2016, konsorsium kembali menambah kepemilikan saham dengan membeli 25,9% saham Bank Permata yang dipegang PT Perusahaan Pengelola Aset senilai Rp 1,80 triliun.

Investasi Rp 1,59 triliun yang masing-masing digelontorkan Standard Chartered dan Astra kini kembali berkali lipat hingga masing-masing akan meraup Rp 7 triliun.

Untung besar yang diraih pemegang saham pascajual entitas bank nasional sejatinya bukan pertama kali ini terjadi. Belum lama ini Temasek Holdings via Asia Financial juga mengeruk cuan jumbo atas aksinya melepas kepemilikan Bank Danamon kepada Mitusbishi Financial UFJ Group (MUFG).

Temasek tercatat juga mendapatkan Bank Danamon dari lelang BPPN. 2003, Temasek berhasil memenangi lelang 51% saham Bank Danamon dengan mahar Rp 3,08 triliun. Perlahan kepemilikan Temasek juga meningkat hingga akhirnya mencapai 73,83% saham Bank Danamon.

Hingga pada akhirnya pada akhir 2017, Temasek mulai melepas seluruh kepemilikan 73,83% saham Bank Danamon dengan nilai total Rp 67,2 triliun. Ini tercatat sebagai nilai akuisisi perbankan paling besar di Nusantara.

Analis Artha Sekuritas Frederik Rasali menyatakan tren akuisisi perbankan nasional oleh investor global masih bakal marak ke depannya. Utamanya karena ada regulasi yang mendorong konsolidasi perbankan nasional via ketentuan single presence policy (SPP) alias kepemilikan tunggal bank.

“Tren ini akan berlanjut mengingat ketentuan SPP masih berlaku. Alih-alih mengajukan izin baru, akuisisi akan lebih efektif,” kata Frederik kepada Kontan.co.id, Jumat (13/12).

Baca Juga: BI optimistis potensi aliran modal asing masuk Indonesia kian besar, ini penyebabnya

Meski demikian, ia bilang tren dengan nilai transaksi tinggi bakal berkurang. Sebab menurutnya bank yang menarik bagi investor adalah bank yang sudah melantai di bursa dengan nilai valuasi yang kecil.

Selain itu, pertumbuhan ekonomi nasional yang diperkirakan bakal bertahan di kisaran 5% dalam beberapa tahun mendatang ditambah masih besarnya marjin bunga bersih perbankan nasional juga jadi magnet untuk menarik investor global mencaplok bank nasional.

Sebagai perbandingan, Bangkok Bank yang diklaim sebagai bank terbesar di Thailand per September 2019 memiliki rasio net interest margin (NIM) sebesar 2,35%. Sedangkan Bank Permata yang masih bercokol di kelas bank umum kegiatan usaha (BUKU) 3 punya NIM hampir dua lipat sebesar 4,23%.

“Terkait harga yang disepakati, kami cukup puas. Karena kami juga sudah melakukan uji tuntas saat peluang akuisisi muncul. Sudah kami analisis, dan evaluasi. Harga ini cukup bagus,” kata Presiden Direktur Bangkok Bank Chartsiri Sophonpanich menjawab pertanyaan terkait harga Bank Permata di Hotel Indonesia, Kamis (12/12).

Baca Juga: Bangkok Bank Akan Menguasai Bank Permata premium

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
Mastering Financial Analysis Training for First-Time Sales Supervisor/Manager 1-day Program

[X]
×