kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 2.590.000   29.000   1,13%
  • USD/IDR 16.782   -20,00   -0,12%
  • IDX 8.538   -46,87   -0,55%
  • KOMPAS100 1.181   -4,39   -0,37%
  • LQ45 845   -3,52   -0,41%
  • ISSI 305   -2,17   -0,71%
  • IDX30 436   -0,64   -0,15%
  • IDXHIDIV20 511   0,73   0,14%
  • IDX80 132   -0,80   -0,61%
  • IDXV30 138   -0,07   -0,05%
  • IDXQ30 140   0,34   0,25%

NPF Multifinance Berpotensi Naik pada Akhir 2025, Ini Sebabnya


Rabu, 24 Desember 2025 / 20:31 WIB
NPF Multifinance Berpotensi Naik pada Akhir 2025, Ini Sebabnya
ILUSTRASI. Industri multifinance berhasil menjaga kualitas pembiayaan sepanjang 2025 dengan menekan rasio Non Performing Financing (NPF) (KONTAN/Cheppy A.Muchlis)


Reporter: Ferry Saputra | Editor: Handoyo

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Industri multifinance berhasil menjaga kualitas pembiayaan sepanjang 2025 dengan menekan rasio Non Performing Financing (NPF) ke level 2,47% per Oktober 2025, turun dibandingkan posisi 2,70% pada Desember 2024.

Meski demikian, sejumlah pengamat menilai tren NPF berpotensi mengalami kenaikan menjelang akhir tahun.

Praktisi dan Pengamat Industri Pembiayaan, Jodjana Jody, menilai potensi kenaikan NPF pada Desember 2025 dipengaruhi oleh peningkatan penyaluran pembiayaan yang biasanya terjadi di periode tersebut.

Hal ini sejalan dengan berbagai program promosi penjualan kendaraan serta dorongan target penjualan dari merek otomotif.

"Fleksibilitas multifinance lebih longgar dan sangat mungkin NPF akan meningkat sedikit. Namun, kenaikannya bukan murni karena pembiayaan baru dan berpotensi pembiayaan yang sudah berjalan pada beberapa bulan sebelumnya, bahkan pada tahun lalu," ujarnya kepada Kontan, Selasa (23/12/2025).

Baca Juga: Begini Strategi Multifinance Antisipasi Potensi Naiknya NPF pada Akhir Tahun

Menurut Jody, kenaikan NPF pada akhir tahun merupakan fenomena musiman (seasonal) yang kerap terjadi. Meningkatnya kebutuhan konsumsi masyarakat menjelang tahun baru sering kali membuat prioritas pembayaran cicilan menjadi terganggu.

"Jadi, prioritas cicilan kadang terabaikan. Tren seasonal tersebut tidak perlu dikhawatirkan, paling penting multifinance rajin menjalankan risk protocol dengan baik," ungkapnya.

Selain faktor musiman, Jody juga menyoroti maraknya praktik jual-beli kendaraan bermotor hanya menggunakan Surat Tanda Nomor Kendaraan (STNK) tanpa Buku Pemilik Kendaraan Bermotor (BPKB) yang banyak ditemukan di media sosial.

Menurutnya, praktik tersebut berpotensi meningkatkan risiko NPF karena kerap melibatkan pengalihan kredit secara ilegal oleh penjual, sementara pembeli bersedia menanggung risiko kepemilikan kendaraan.

"Apapun alasannya, jika ingin kredit mesti segera ke lembaga pembiayaan agar calon pembeli tidak dirugikan," kata Jody.

Sejalan dengan hal tersebut, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) turut menyoroti risiko yang timbul dari praktik jual-beli kendaraan tanpa BPKB.

Kepala Eksekutif Pengawas Lembaga Pembiayaan, Perusahaan Modal Ventura, Lembaga Keuangan Mikro, dan Lembaga Jasa Keuangan Lainnya OJK, Agusman, menegaskan bahwa praktik tersebut berisiko menimbulkan sengketa kepemilikan serta meningkatkan risiko kredit bagi perusahaan multifinance.

"Fenomena itu, antara lain dipicu oleh harga yang lebih murah, kemudahan transaksi, dan kurangnya edukasi konsumen," katanya dalam lembar jawaban tertulis RDK OJK, Rabu (17/12/2025).

Baca Juga: Tren NPF Multifinance Berpotensi Naik pada Akhir Tahun, Dipicu Hal Ini!

Oleh karena itu, OJK mendorong perusahaan pembiayaan untuk tetap menerapkan prinsip kehati-hatian, melakukan verifikasi dokumen secara menyeluruh, serta memastikan BPKB dijadikan sebagai agunan utama.

Selain itu, peningkatan edukasi publik dinilai penting agar transaksi kendaraan dilakukan melalui jalur resmi dengan dokumen lengkap.

Sementara itu, Ketua Umum Asosiasi Perusahaan Pembiayaan Indonesia (APPI), Suwandi Wiratno, menegaskan bahwa praktik jual-beli kendaraan STNK only memberikan dampak negatif bagi industri multifinance.

"Adanya komunitas-komunitas jual-beli kendaraan STNK only itu berarti BPKB-nya tak ada. Kerugian bisa terkait dengan Non Performing Financing (NPF) yang meningkat. Skalanya pasti banyak, tetapi kerugiannya di masing-masing perusahaan," ungkapnya kepada Kontan.

Suwandi menambahkan, maraknya praktik tersebut mendorong perusahaan pembiayaan untuk semakin memperketat proses persetujuan kredit.

Jika pengetatan dilakukan secara berlebihan dan berlangsung terus-menerus, hal ini berpotensi berdampak pada konsumen berkualitas yang justru menjadi sulit memperoleh pembiayaan kendaraan.

Selanjutnya: Indonesia Dinominasikan sebagai Presiden Dewan HAM PBB 2026

Menarik Dibaca: Kiat Cerdas Kelola Finansial untuk Pekerja Lepas

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×