kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 2.561.000   59.000   2,36%
  • USD/IDR 16.802   8,00   0,05%
  • IDX 8.585   -61,06   -0,71%
  • KOMPAS100 1.186   -11,81   -0,99%
  • LQ45 849   -10,77   -1,25%
  • ISSI 307   -1,83   -0,59%
  • IDX30 437   -3,43   -0,78%
  • IDXHIDIV20 510   -2,95   -0,57%
  • IDX80 133   -1,59   -1,18%
  • IDXV30 138   -0,57   -0,42%
  • IDXQ30 140   -0,82   -0,59%

Tren NPF Multifinance Berpotensi Naik pada Akhir Tahun, Dipicu Hal Ini!


Selasa, 23 Desember 2025 / 19:34 WIB
Tren NPF Multifinance Berpotensi Naik pada Akhir Tahun, Dipicu Hal Ini!
ILUSTRASI. Peningkatan Pembiayaan-Calon NAsabah di Kantor Cabang BFI Finance (KONTAN/Baihaki)


Reporter: Ferry Saputra | Editor: Avanty Nurdiana

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Industri multifinance berhasil menekan tren Non Performing Financing (NPF) hingga sebesar 2,47% per Oktober 2025 dari sebesar 2,70% per Desember 2024.

Praktisi dan Pengamat Industri Pembiayaan Jodjana Jody berpendapat tren NPF industri berpotensi mengalami peningkatan pada akhir tahun ini dipicu sejumlah hal. Dia mengatakan salah satunya karena sikap multifinance yang cenderung akan menyalurkan pembiayaan lebih besar pada Desember 2025. Biasanya disebabkan adanya promo penjualan kendaraan dan tekanan penjualan dari brand. 

"Fleksibilitas multifinance lebih longgar dan sangat mungkin NPF akan meningkat sedikit. Namun, kenaikannya bukan murni karena pembiayaan baru dan berpotensi pembiayaan yang sudah berjalan pada beberapa bulan sebelumnya, bahkan pada tahun lalu," ujarnya kepada Kontan, Selasa (23/12/2025).

Baca Juga: AFPI: Skema Pembayaran Tadpole di Fintech Lending Banyak Diminati Masyarakat

Menurut Jody, tren NPF yang naik saat akhir tahun merupakan tren seasonal saja. Dia menilai banyaknya keperluan masyarakat untuk menghabiskan dana menjelang tahun baru menjadi penyebab utama sehingga pembayaran cicilan bisa saja terganggu.

"Jadi, prioritas cicilan kadang terabaikan. Tren seasonal tersebut tidak perlu dikhawatirkan, paling penting multifinance rajin menjalankan risk protocol dengan baik," ungkap dia.

Lebih lanjut, Jody juga menyoroti maraknya praktik jual-beli kendaraan hanya dengan Surat Tanda Nomor Kendaraan (STNK) tanpa Buku Pemilik Kendaraan Bermotor (BPKB) di media sosial. Dia mengatakan praktik tersebut berpotensi menaikkan NPF multifinance karena si penjual biasanya akan mengalihkan kredit secara ilegal. Di sisi lain, pembeli juga kadang nakal dan bersedia tanggung resiko dari pembelian kendaraan.  "Apapun alasannya, jika ingin kredit mesti segera ke lembaga pembiayaan agar calon pembeli tidak dirugikan," kata Jody.

Sebelumnya, Kepala Eksekutif Pengawas Lembaga Pembiayaan, Perusahaan Modal Ventura, Lembaga Keuangan Mikro dan Lembaga Jasa Keuangan Lainnya OJK Agusman mengatakan maraknya jual-beli kendaraan hanya menggunakan STNK tanpa BPKB, berisiko menimbulkan sengketa kepemilikan dan risiko kredit bagi multifinance. 

"Fenomena itu, antara lain dipicu oleh harga yang lebih murah, kemudahan transaksi, dan kurangnya edukasi konsumen," katanya dalam lembar jawaban tertulis RDK OJK, Rabu (17/12).

Oleh karena itu, Agusman menyampaikan perusahaan multifinance perlu tetap menerapkan prinsip kehati-hatian, melakukan verifikasi dokumen secara memadai, dan menjadikan BPKB sebagai agunan. Dia bilang peningkatan edukasi publik juga menjadi hal yang penting agar transaksi kendaraan dilakukan melalui jalur resmi dengan dokumen lengkap.

Sementara itu, Ketua Umum Asosiasi Perusahaan Pembiayaan Indonesia (APPI) Suwandi Wiratno mengatakan praktik tersebut berdampak buruk dan merugikan bagi perusahaan pembiayaan atau multifinance.

Baca Juga: CNAF Pacu Penyaluran Kredit di Bulan Terakhir Tahun 2025

"Adanya komunitas-komunitas jual-beli kendaraan STNK only itu berarti BPKB-nya tak ada. Kerugian bisa terkait dengan Non Performing Financing (NPF) yang meningkat. Skalanya pasti banyak, tetapi kerugiannya di masing-masing perusahaan," ungkapnya kepada Kontan.

Suwandi menerangkan akibat praktik yang marak dilakukan tersebut, multifinance menjadi makin memperketat persetujuan pemberian kredit. Dia bilang apabila pengetatan itu terus dilakukan, bukan tak mungkin masyarakat yang ternyata berkualitas baik dan ingin mengajukan kredit, malah menjadi terdampak dan tak bisa kredit. (*)

Selanjutnya: Ekonomi Kreatif Tumbuh 5,69%, Nilai Ekspor Lampaui Target 2025

Menarik Dibaca: KAI Dorong Pelanggan Manfaatkan Access by KAI untuk Mudahkan Perjalanan Nataru

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×