Reporter: Dina Mirayanti Hutauruk | Editor: Anna Suci Perwitasari
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pandemi Covid-19 membuat perbankan kurang efisien dalam menjalankan kegiatan operasionalnya. Hal itu tercermin dari rasio biaya operasional terhadap pendapatan operasional (BOPO) yang kian meningkat.
Data Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menunjukkan, BOPO bank umum konvensional per Juni 2020 tercatat mencapai 84,94%. Itu naik dari dari level 80,24% pada periode yang sama tahun 2019. Biaya operasional perbankan mencapai Rp 437,48 triliun dan pendapatan operasional mencapai Rp 515,03 triliun.
Salah satu yang mencatat kenaikan rasio BOPO tersebut adalah PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BRI). Per Juni, BOPO bank pelat merah ini secara konsolidasi ada di level 78,78%, naik dari level 73,23% pada periode yang sama tahun lalu.
Haru Koesmahargyo, Direktur Keuangan BRI mengatakan, kenaikan BOPO tersebut disumbang adanya tekanan pada pendapatan bunga akibat restrukturisasi kredit yang masif dilakukan perseroan sejak akhir Maret 2020 guna menyelamatkan UMKM terdampak Covid-19.
Baca Juga: Meski DPK melambat, bank BUKU II mampu jaga likuiditas
"Selain itu, di tahun ini kami juga membentuk biaya pencadangan sebagai mitigasi risiko kredit akibat krisis," kata dia pada Kontan.co.id, Senin (7/9). BRI pun memperkirakan BOPO sampai akhir tahun akan ada di kisaran 80% karena masih berlanjutnya tekanan pada tekanan pendapatan bunga.
Namun, Haru menyebut, pihaknya sudah melakukan berbagai upaya menekan BOPO. Diantaranya dengan tetap tumbuh secara selektif di segmen UMKM khususnya Mikro dan di sektor tidak terdampak Covid-19 secara signifikan seperti sektor pangan, sembako, dan kesehatan.
Lalu, BRI melakukan efisiensi biaya dana dengan fokus pada penghimpunan dana murah (CASA), mengoptimalkan fee based income dari transaksi e-channel/e-banking sejalan dengan perubahan behavior masyarakat di tengah pandemi yang beralih ke transaksi digital, serta efisiensi biaya operasional lainnya.
BOPO BPD pun menanjak
PT BPD Jawa Timur Tbk (Bank Jatim) juga mengalami kenaikan rasio BOPO dari 63,47% menjadi 68,9% pada Juni 2020. Ferdian Satyagraha Direktur Keuangan Bank Jatim menyebut kenaikan tersebut didorong oleh pembentukan Cadangan Kerugian Penurunan Nilai (CKPN).
Bank Jatim memproyeksi BOPO masih akan meningkat sampai akhir tahun di kisaran 70%-72%. Namun, Ferdi bilang, pihaknya akan tetap berupaya agar BOPO tidak semakin meningkat dengan melakukan penyehatan kredit lewat restrukturisasi kredit dan melakukan ekspansi kredit secara pruden.
Sedangkan BPD Sumsel Babel (BSB) memperkirakan BOPO sampai akhir tahun ada di kisaran 81,89%. Per Juni 2020, rasio BOPO bank ini ada di level 82,59%, meningkat dari 81,7% dari periode yang sama tahun 2019 akibat pemupukan CKPN terutama untuk memenuhi PSAK71.
Antonius Prabowo, Direktur Pemasaran BSB mengatakan, proyeksi tersebut masih bisa ditekan dengan langkah efisiensi terutama pada biaya-biaya yang masih bisa dikontrol.
Baca Juga: Pandemi corona tak ganggu target perbankan untuk naik kelas
"Pos-pos yang menjadi fokus utama untuk menjaga BOPO antara lain efisiensi lewat biaya dana dengan memanfaatkan dana secara maksimal sehingga tidak idle dan menjaga kualitas kredit sehingga beban CKPN kredit dapat dikendalikan," terang Anton.
Bank Sumut berbeda karena masih mampu menekan rasio BOPO dari 80,94% per Juni 2019 menjadi 74,8% pada Juni 2020. Namun, sampai akhir tahun BOPO tersebut diperkirakan bisa naik ke level 79,18%.
Hanya saja, Syahdan Siregar Sekretaris Perusahaan Bank Sumut mengatakan, pihaknya akan tetap berupaya menekan BOPO. Salah satunya mengurangi beban bunga dengan mendorong dana murah tabungan. Lalu, pereroan juga akan melakukan efisiensi biaya operasional.
Selanjutnya: Bank pelat merah dibayangi lonjakan kredit macet
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News