Reporter: Nina Dwiantika | Editor: Djumyati P.
JAKARTA. Selalu ada peluang di setiap krisis. Kalimat ini mungkin tepat menggambarkan kondisi trade finance perbankan saat ini. Ketika ekspor melesu, imbas menurunnya perekonomian global, bisnis pembiayaan dagang tetap tumbuh pesat. Penopangnya, pembiayaan impor.
Kondisi tersebut tecermin dari trade finance beberapa bank pada semester I-2012. Melihat data-data itu, tak heran jika bank tetap agresif menggenjot lini usaha ini sampai akhir tahun nanti. Namun demikian, bank tetap hati-hati menyeleksi debitur.
Bank BNI misalnya, menargetkan trade finance mencapai US$ 20,4 miliar atau naik 81% dibandingkan perhitungan semester I-2012. Perseroan menggeber pembiayaan ekspor dan impor untuk keperluan infrastruktur hingga di atas 50%. Sedangkan sisanya pengadaan pembangkit listrik dan pelabuhan. Bank pelat merah ini mengklaim menguasai pangsa trade finance hingga 29% .
Direktur Tresuri dan Financial Institutions BNI, Adi Setianto, mengatakan hingga Juni 2012 total trade finance mencapai US$ 11,5 miliar, ini di luar bank garansi. Komposisi terbesar adalah impor hingga 65%, sedangkan sisanya ekspor.
General Manager Internasional BNI, Abdullah Firman Wibowo, menuturkan untuk mencapai target, perseroan telah menjalin kerjasama dengan 35 bank regional Jepang dan memanfaatkan 5 cabang luar negeri, seperti di Singapura, Hong Kong, Tokyo, New York dan London. "Kami juga akan meningkatkan produk trade finance kami," katanya.
Firman menambahkan, kenaikan ini meningkatkan pendapatan komisi atau fee based income. Hingga Juni 2012, fee income dari trade finance mencapai Rp 150 miliar.
Kendati begitu, bank berlogo angka 46 ini tetap memperhitungkan risiko saat memberikan kredit dagang. Misalnya, selektif membiayai pengusaha yang tidak berpenghasilan valuta asing (valas). Maklum krisis Eropa belum kelar, sehingga bank mesti hati-hati.
Bank Rakyat Indonesia (BRI), yang fokus membiayai kredit mikro, juga ikut mencatat kenaikan trade finance. BRI menargetkan trade finance hingga Rp 136 triliun sampai akhir tahun. Hingga Juni, pembiayaan ekspor impor naik 90%, menjadi Rp 97,6 triliun. "Kami targetkan trade finance naik 30% - 40%," kata Sekretaris Perusahaan BRI Muhammad Ali.
Kenaikan ini mengerek kontribusi trade finance terhadap fee based income sebanyak 94% atau p 97,52 miliar dari sebelumnya Rp 50,78 miliar. Sedangkan kontribusi fee trade finance terhadap total seluruh fee based income meningkat dari 3,2% menjadi 5,4%.
Pembiayaan impor BRI sebagian besar terkait impor raw material, yakni untuk kegiatan produksi. Ke depan, BRI akan meningkatkan layanan trade finance, misalnya pembuatan trade processing centre (TPC) serta penempatan trade finance officer di beberapa kota, seperti Medan, Jakarta, dan Surabaya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News