kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.520.000   12.000   0,80%
  • USD/IDR 15.880   50,00   0,31%
  • IDX 7.205   64,31   0,90%
  • KOMPAS100 1.106   11,04   1,01%
  • LQ45 878   11,56   1,33%
  • ISSI 221   1,08   0,49%
  • IDX30 449   6,43   1,45%
  • IDXHIDIV20 540   5,72   1,07%
  • IDX80 127   1,45   1,15%
  • IDXV30 135   0,62   0,46%
  • IDXQ30 149   1,69   1,15%

Peminjam Usia Muda Jadi Penyumbang Terbesar Kredit Macet Pinjol


Jumat, 08 Maret 2024 / 21:29 WIB
Peminjam Usia Muda Jadi Penyumbang Terbesar Kredit Macet Pinjol
ILUSTRASI. Pengguna sosial media mengamati iklan platform pinjaman online alias pinjol di Tangerang Selatan, Minggu (24/9/2023). (KONTAN/Carolus Agus Waluyo)


Reporter: Ferry Saputra | Editor: Yudho Winarto

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat industri fintech peer to peer (P2P) lending atau dikenal pinjaman online (pinjol) masih didominasi oleh borrower (peminjam dana) usia muda.

Kepala Eksekutif Pengawas Lembaga Pembiayaan, Perusahaan Modal Ventura, Lembaga Keuangan Mikro dan Lembaga Jasa Keuangan Lainnya (PVML) OJK Agusman menerangkan, per Januari 2024 jumlah borrower berusia di bawah 34 tahun memiliki porsi sebanyak 59,47% dari total borrower aktif perorangan atau sebanyak 9,85 juta rekening borrower aktif.

Baca Juga: Fintech 360Kredi: Peminjam Usia Muda Jadi Penyumbang Kredit Macet

Dengan demikian, Agusman menyatakan kredit macet juga didominasi oleh borrower usia di bawah 34 tahun. Per Januari 2024, usia di bawah 34 tahun memiliki porsi 63,36% dari total jumlah borrower yang macet.

Mengenai hal itu, fintech P2P lending 360Kredi menyebut usia muda menjadi yang dominan dalam menyumbang kredit macet.

CEO 360Kredi Kuseryansyah mengatakan data yang disampaikan oleh OJK itu selaras dengan data internal 360kredi. 

"Usia muda, Milenial, dan Gen Z menduduki urutan teratas dalam profil peminjam kami. Jika dibedah lebih lanjut, usia Milenial menjadi kelompok yang dominan sebagai peminjam dibandingkan Gen Z," katanya kepada Kontan.co.id, Jumat (8/3).

Kuseryansyah berpendapat, banyaknya peminjam dari kalangan usia muda tak terlepas dari populasi mereka yang memang mengalami pertumbuhan cukup signifikan. 

Secara keseluruhan, Kuseryansyah mengatakan persoalan kredit macet sebetulnya dipengaruhi oleh beragam faktor dan semua golongan usia memiliki risiko yang berbeda terhadap kredit macet.

Baca Juga: Kredit Macet Fintech Lending Berpotensi Naik Saat Ramadan, Ini Kata Pengamat

Dalam catatan 360Kredi, dia menyebut kalangan usia muda produktif menjadi yang dominan dalam penyumbang kredit macet tersebut. 

"Namun, kami memiliki optimisme bahwa peminjam usia muda juga memiliki peran yang signifikan terhadap pertumbuhan perusahaan serta industri fintech P2P lending," ungkapnya.

Meskipun demikian, Kuseryansyah menyampaikan pihaknya memiliki pandangan yang optimis terhadap semua profil peminjam, termasuk kalangan usia muda.

Dia melihat usia muda bukan menjadi faktor penghalang, melainkan peluang bagi 360Kredi untuk dapat berperan lebih banyak dan berkontribusi positif bagi anak muda terhadap hal-hal yang dibutuhkan mereka. 

"Untuk mendukung hal tersebut, kami taat dan patuh pada regulasi OJK, yang mana kegiatan sosialisasi dan literasi keuangan kepada masyarakat, khususnya anak muda, menjadi salah satu kewajiban kami sebagai platform. Hal itu sangat penting untuk terus melakukan edukasi lintas kalangan dan lintas daerah, agar pemahaman keuangan digital dapat merata," tuturnya.

Baca Juga: OJK Perkirakan Penyaluran Pembiayaan Bakal Meningkat Saat Ramadan

Kuseryansyah mengatakan, 360Kredi mencatatkan penyaluran pendanaan secara akumulatif hingga Februari 2024 mencapai Rp 2,3 triliun.

Dia optimistis angka itu akan terus tumbuh sejalan dengan tingkat kepercayaan masyarakat dan OJK yang mendukung penuh industri fintech P2P lending. Adapun TKB90 360Kredi tercatat sebesar 99% pada 8 Maret 2024.

Fintech P2P lending PT Pembiayaan Digital Indonesia (AdaKami) menilai, masalah kredit macet tidak relevan dengan tingkat usia dari pengguna pinjaman, tetapi masih kurangnya kesadaran masyarakat terkait manajemen dan tanggung jawab keuangan.

Oleh karena itu, Brand Manager AdaKami Jonathan Kriss menyebut untuk meningkatkan kualitas pendanaan, pihaknya secara aktif melakukan edukasi dan sosialisasi terkait literasi keuangan bagi masyarakat melalui sejumlah kegiatan, seperti penyampaian informasi berupa unggahan dan interaksi virtual (IG Live) di media sosial, talk show di radio, temu media, dan kegiatan tatap muka seperti Campus Visit. 

"Lewat kegiatan itu, kami berharap bisa membantu membangun pemahaman dan kesadaran masyarakat terkait manajemen dan tanggung jawab keuangan," ujarnya kepada Kontan.co.id

Selain itu, Jonathan bilang AdaKami juga menjalankan dan terus memperketat proses Know Your Customer (E-KYC) untuk mengukur kemampuan bayar nasabah.

Baca Juga: OJK Catat Borrower di Bawah 34 Tahun Penyumbang Terbesar Kredit Macet Fintech Lending

Dia mengatakan, hal itu sebenarnya juga menjadi salah satu cara AdaKami untuk melindungi pengguna agar terhindar dari potensi gagal bayar.

Sementara itu, Pengamat sekaligus Direktur Ekonomi Digital Celios Nailul Huda mengatakan platform fintech lending harus memiliki sistem credit scoring yang ketat agar kenaikan penyaluran pendanaan tidak diiringi dengan kenaikan angka kredit macet, khususnya dalam menilai peminjam usia muda.

Menurut Nailul, penerapan sistem credit scoring yang ketat bisa juga menggunakan data tambahan lainnya, seperti SLIK OJK atau BI Checking. 

"Sebab, saat ini credit scoring cuma menggunakan data alternatif. Saya beberapa kali mendorong untuk menggunakan data SLIK OJK atau BI Checking, terutama sebagai data pembanding. Data pembanding itu bukan data sebagai pengukur scoring-nya, tetapi mengecek data scoring yang dimunculkan oleh machine learning platform itu relatif valid dan sama dengan data SLIK yang ada di OJK," ungkapnya saat ditemui di kawasan Jakarta Selatan, Selasa (5/3).

Nailul juga menyoroti bahwa banyak sekali kasus fintech lending yang menjerat anak muda, khususnya terkait kredit macet.

Nailul berpendapat, seharusnya credit scoring dan kemampuan bayar borrower kategori anak muda harus dianalisis dengan benar. 

Dia bilang jangan sampai anak muda yang mungkin belum punya pekerjaan menjadi tidak terdeteksi, kemudian bisa meminjam di fintech lending. 

"Kalau anak muda ingin meminjam, harus ada pertanggungjawaban dari orang tua selaku wali dari orang tersebut untuk meminjam," katanya.

Baca Juga: OJK Masih Mengkaji dan Mempertimbangkan Pencabutan Moratorium Fintech Lending

Lebih lanjut, Kepala Eksekutif Pengawas Lembaga Pembiayaan, Perusahaan Modal Ventura, Lembaga Keuangan Mikro dan Lembaga Jasa Keuangan Lainnya (PVML) OJK Agusman mengatakan belum terdapat rencana untuk membatasi batas minimal usia.

Adapun saat ini telah diatur dalam SEOJK 19/SEOJK 06/2023 tentang Penyelenggaraan Layanan Pendanaan Bersama Berbasis Teknologi Informasi terkait penilaian (credit scoring) calon penerima dana yang memperhatikan kelayakan dan kemampuan untuk memenuhi kewajiban. 

Dia bilang pada saat ini repayment capacity sebesar 50% atau perbandingan antara jumlah pembayaran pokok dengan penghasilan penerima dana.

Dalam penyelenggaraan bisnis fintech lending, Agusman menyebut calon borrower harus memiliki NIK untuk dapat dilayani sebagai penerima dana pinjaman. 

Sebagai informasi, TWP90 industri fintech P2P lending pada Januari 2024 sebesar 2,95%.

Apabila dilihat dari tren sebelumnya, angka TWP90 pada Januari 2024 mengalami sedikit kenaikan 0,02%, jika dibandingkan posisi Desember 2023 yang sebesar 2,93%.

Angka TWP90 pada Desember 2023 juga terbilang naik 0,12%, jika dibandingkan dengan posisi TWP90 pada November 2023 yang sebesar 2,81%.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Working with GenAI : Promising Use Cases HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective

[X]
×