kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.884.000   -21.000   -1,10%
  • USD/IDR 16.625   -20,00   -0,12%
  • IDX 6.833   5,05   0,07%
  • KOMPAS100 987   -1,19   -0,12%
  • LQ45 765   1,61   0,21%
  • ISSI 218   -0,33   -0,15%
  • IDX30 397   1,17   0,30%
  • IDXHIDIV20 467   0,48   0,10%
  • IDX80 112   0,13   0,12%
  • IDXV30 114   0,08   0,07%
  • IDXQ30 129   0,38   0,29%

Bank Belum Tentu Bisa Tingkatkan Penyaluran Kredit meski Cost of Fund Turun, Kenapa?


Selasa, 13 Mei 2025 / 19:53 WIB
Bank Belum Tentu Bisa Tingkatkan Penyaluran Kredit meski Cost of Fund Turun, Kenapa?
ILUSTRASI. Salah satu alasan yang kerap muncul terkait lambatnya kredit adalah cost of fund tinggi sehingga mengganggu likuiditas bank untuk ekspansi. (KONTAN/Baihaki)


Reporter: Adrianus Octaviano | Editor: Herlina Kartika Dewi

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Penyaluran kredit perbankan yang kian melambat hingga kuartal I-2025. Adapun, salah satu alasan yang kerap muncul terkait lambatnya kredit adalah biaya dana (cost of fund) tinggi sehingga mengganggu likuiditas bank untuk ekspansi.

Dalam kondisi makro ekonomi global saat ini, beberapa analis mengamati ada peluang suku bunga acuan untuk turun kembali di sisa tahun 2025. Alhasil, hal tersebut memberikan harapan bank bisa mengurangi biaya dana yang membuat ekspansi kredit bisa lebih kencang.

Analis Maybank Sekuritas Jeffrosenberg Chenlim dan Faiq Asad dalam riset terbarunya mengungkapkan bahwa penurunan suku bunga akan menjadi salah satu faktor yang bisa mempengaruhi kinerja bank di tahun ini. Sebab, hal tersebut membantu menurunkan biaya dana.

Mereka bilang, untuk melakukan ekspansi kredit, perbankan tentunya membutuhkan tambahan likuiditas. Nah, tambahan likuiditas tersebut yang bisa menyebabkan biaya dana meningkat, kecuali jika bank tersebut tidak mengalami permasalahan likuiditas.

Baca Juga: Pertumbuhan Kredit Konsumsi Tergerus Daya Beli

“Misalnya BCA dan CIMB Niaga tidak mengalami tekanan likuiditas, sehingga tetap nyaman meskipun pertumbuhan DPK mereka lebih rendah,” tulis mereka dalam riset tersebut.

Meski demikian, tampaknya biaya dana yang turun bisa membuat ekspansi kredit bank yang saat ini sedang lambat. Sebagai informasi, penyaluran kredit perbankan per Maret 2025 hanya tumbuh sekitar 9% dan trennya terus melambat.

Presiden Direktur CIMB Niaga Lani Darmawan bilang bahwa penurunan bunga acuan yang dilakukan bertahap bisa menurunkan biaya dana dan menjadi stimulus kredit. Namun, ia menegaskan bahwa itu bukan satu-satunya cara agar kredit bisa tumbuh kembali kencang.

“Tentu saja daya beli yang akan menentukan secara umum, yang saat ini terlihat melemah,” ujar Lani.

Oleh karenanya, Lani mengungkapkan bahwa saat ini yag diperlukan tak hanya tingkat bunga acuan yang bisa turun. Menurutnya, perlu kebijakan-kebijakan lain yang bisa semakin menggairahkan penyaluran kredit.

Ambil contoh, Lani menyoroti kebijakan insentif makroprudensial yang dikeluarkan oleh Bank Indonesia dalam beberapa tahun terakhir. Di mana, BI menurunkan kewajiban rasio GWM untuk kredit-kredit di sektor tertentu.

“Kami harap ini bisa terus di assess untuk lebih menggairahkan sisi kredit,” ujar Lani.

Baca Juga: Kredit Konsumsi Melambat, Bank Akan Revisi Target Tahun Ini?

Adapun, biaya dana CIMB Niaga di kuartal I-2025 berada di level 3,61%. Tren tersebut meningkat dari posisi kuartal I-2024 di level 3,41% dan di posisi kuartal IV-2024 yang berada di level 3,58%

Lebih lanjut, Lani bilang pihaknya akan mencoba tahan biaya dana yang dimiliki agar tidak kembali naik. Salah satu caranya adalah dengan fokus di dana murah yang sudah mulai meningkat dari ratio dana murah yang meningkat hingga 67.4% di tiga bulan pertama 2025.

Sependapat, Direktur Kepatuhan Bank OK Efdinal Alamsyah bilang bahwa dalam praktiknya, penurunan bunga saja tidak cukup. Meskipun, ia juga membenarkan bahwa biaya dana yang tinggi menjadi salah satu faktor utama yang menekan margin dan membatasi ruang ekspansi kredit perbankan.

Adapun, Efdinal mengungkapkan saat ini tren cost of fund relatif masih tinggi dan mengalami sedikit kenaikan. Menurutnya, agar ekspansi kredit bisa kembali agresif, cost of fund perlu berada di level yang lebih kompetitif bisa di kisaran 3% hingga 4% tergantung pada segmen pasar dan profil risiko bank masing-masing.

“Masih dibutuhkan kebijakan pendukung lain dari pemerintah dan regulator, seperti stimulus fiskal, insentif sektor prioritas, atau kebijakan prudensial yang lebih akomodatif untuk mendorong permintaan kredit,” ujar Efdinal.

Ia mencontohkan relaksasi aturan prudensial sementara, seperti pelonggaran rasio Loan to Value (LTV) atau GWM untuk dorong likuiditas. Tak hanya itu, perlu ada insentif pajak atau subsidi bunga untuk sektor-sektor prioritas seperti UMKM, perumahan, dan pertanian.

Sementara itu, Presiden Direktur BCA Jahja Setiaatmadja juga mengungkapkan bahwa saat ini, biaya dana BCA sejatinya cukup tinggi. Meski demikian, kredit BCA juga masih cukup lambat dengan secara kuartalan hanya tumbuh 2,1%

“Permintaan kredit Masih lemah bukan masalah bunga kredit,” ujarnya.

Selanjutnya: Honda Perkenalkan Varian Baru Honda CR-V TrailSport di Amerika Serikat

Menarik Dibaca: 4 Rekomendasi Cysteamine Cream yang Ampuh dan Aman, Sudah Berizin BPOM

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Cara Praktis Menyusun Sustainability Report dengan GRI Standards Strive

[X]
×