kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.914.000   -10.000   -0,52%
  • USD/IDR 16.309   39,00   0,24%
  • IDX 7.109   12,18   0,17%
  • KOMPAS100 1.021   -4,15   -0,40%
  • LQ45 775   -2,51   -0,32%
  • ISSI 233   -0,70   -0,30%
  • IDX30 400   -1,51   -0,38%
  • IDXHIDIV20 460   -1,67   -0,36%
  • IDX80 115   -0,39   -0,34%
  • IDXV30 116   -0,42   -0,36%
  • IDXQ30 128   -0,62   -0,48%

Penetrasi Asuransi Masih Rendah, BRI Insurance Dorong Transformasi Bisnis


Senin, 14 Juli 2025 / 23:46 WIB
Penetrasi Asuransi Masih Rendah, BRI Insurance Dorong Transformasi Bisnis
ILUSTRASI. BRI Insurance.


Reporter: Tendi Mahadi | Editor: Tendi Mahadi

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Peran industri asuransi umum dalam sektor keuangan nasional masih tergolong kecil, tercermin dari kinerjanya sepanjang 2024. Berdasarkan data Otoritas Jasa Keuangan (OJK), pendapatan premi asuransi umum hanya tumbuh sebesar 5,36% menjadi Rp 117,71 triliun, menurun jauh dibandingkan pertumbuhan pada 2023 yaitu 19,52% .

Laba bersih bahkan anjlok drastis hingga minus Rp 8,94 triliun pada akhir 2024, mencerminkan penurunan sebesar 197,79% dari pertumbuhan positif tahun sebelumnya. Sementara itu, total aset asuransi umum hanya meningkat tipis 7,77% sebesar Rp 242,91 triliun.

"Data ini mengindikasikan bahwa sektor asuransi umum masih menghadapi tantangan besar dalam memperkuat kontribusinya terhadap dinamika industri keuangan nasional," ujar Pimpinan Corporate Planning and Strategy Division BRI Insurance, Aryo Swastika Nugroho dalam keterangannya, Senin (14/7).

Sebaliknya, sepanjang tahun 2025, industri perbankan menunjukkan kinerja positif dengan pertumbuhan kredit sebesar 9,16% secara tahunan (YoY) menjadi Rp 7.908 triliun. Peningkatan ini ditopang oleh pertumbuhan penyaluran kredit pada segmen investasi, konsumsi, dan modal kerja. Sementara itu, total aset perbankan meningkat 6,7% YoY, mencapai Rp 12.492,32 triliun.

Baca Juga: OJK Usulkan Aturan Tarif Asuransi Kendaraan Listrik, Ini Tanggapan Great Eastern

Berdasarkan data OJK per September 2024, penetrasi asuransi di Indonesia baru mencapai 2,6% terhadap PDB, jauh tertinggal dari negara lain seperti Malaysia (4,8%), Jepang (7,1%), dan Singapura (11,4%). Penetrasi asuransi umum bahkan lebih rendah, hanya 0,53%, mencerminkan kontribusi yang masih sangat terbatas terhadap perekonomian nasional.

Selain itu, densitas asuransi umum masih rendah, yaitu sekitar Rp417 ribu per kapita per tahun. Hal tersebut menandakan bahwa masyarakat rata-rata hanya mengalokasikan dana kecil untuk perlindungan risiko.

Rendahnya angka penetrasi menunjukkan terbatasnya peran asuransi dalam menopang stabilitas ekonomi, sementara densitas yang rendah mencerminkan produk asuransi belum menjangkau masyarakat secara luas, baik dari sisi aksesibilitas maupun keterjangkauan.

"Kondisi ini menjadi sinyal kuat perlunya reformasi strategi distribusi dan pengembangan produk yang lebih relevan dengan kebutuhan pasar," kata Aryo.

Fakta-fakta tersebut menunjukkan adanya ketimpangan antara pertumbuhan industri asuransi dan perbankan meskipun keduanya berada dalam satu sektor keuangan yang seharusnya tumbuh saling mendukung. Namun, realitas menunjukkan bahwa industri asuransi masih tertinggal jauh, baik dari sisi penetrasi maupun inklusi.

Ketimpangan ini juga tercermin dari kesenjangan antara literasi dan inklusi. Pada 2025, tingkat literasi asuransi masyarakat mencapai 45,45%. Namun, tingkat inklusinya hanya mencapai 28,5%. Artinya, meskipun pemahaman masyarakat terhadap asuransi semakin meningkat, hal ini belum sepenuhnya berujung pada penggunaan produk.

Sebaliknya, sektor perbankan mencatat capaian inklusi yang lebih baik, dengan 36% masyarakat dewasa telah memiliki akses terhadap layanan keuangan formal. Ini menunjukkan bahwa tantangan utama asuransi bukan hanya pada pemahaman, tetapi pada konversi pengetahuan menjadi partisipasi nyata.

Di sisi lain, inovasi produk asuransi juga belum sepenuhnya menjawab kebutuhan segmen masyarakat berpenghasilan menengah ke bawah. Saluran distribusi digital pun belum mampu mendorong penetrasi ke segmen pasar yang lebih luas.

Baca Juga: ACA: Penerapan Tarif Premi antara Kendaraan Konvensional dan Listrik Perlu Dibedakan

Selain itu, minimnya insentif fiskal bagi pemegang polis juga menjadi faktor pembatas, terutama jika dibandingkan dengan dukungan fiskal yang lebih besar terhadap sektor perbankan. Kombinasi hambatan ini memperlambat laju pertumbuhan asuransi umum untuk berkembang sejajar dengan perbankan.

Untuk menjawab tantangan tersebut, perusahaan asuransi perlu mengambil langkah strategis yang tidak hanya bersifat taktis tetapi juga berdampak jangka panjang. Salah satu strategi yang potensial adalah optimalisasi kanal bancassurance.

Kanal ini memungkinkan produk asuransi umum ditawarkan secara tepat sasaran, efisien, dan melekat pada kebutuhan nyata nasabah dengan memanfaatkan kepercayaan serta infrastruktur bank yang telah mapan.

Namun, berdasarkan data AAUI, kontribusi premi dari kanal bancassurance justru mengalami penurunan 27,4% pada 2024. Hal ini kontras dengan kanal seperti broker dan direct marketing yang justru mencatat pertumbuhan masing-masing 17,6% dan 17,5%.

"Fakta ini menunjukkan bahwa potensi bancassurance belum dioptimalkan secara strategis, bukan karena pasarnya kecil, tetapi karena pendekatannya belum terstruktur dan proaktif," ujar Aryo.

Dengan pertumbuhan jumlah nasabah dan volume kredit yang terus meningkat di sektor perbankan, semestinya pertumbuhan premi asuransi dapat sejalan. Sayangnya, minimnya interaksi langsung antara perusahaan asuransi dan debitur bank menyebabkan potensi pasar ini belum dimanfaatkan secara optimal.

Padahal skema kerja sama bancassurance baik dalam model referensi, distribusi, maupun integrasi memberikan fleksibilitas tinggi dalam penetrasi pasar. Melalui sinergi ini, perusahaan asuransi dapat menjangkau basis nasabah bank dengan biaya akuisisi yang lebih rendah, sementara bank memperoleh tambahan pendapatan non-bunga (fee-based income) yang signifikan.

Solusi lainnya adalah meningkatkan eksposur asuransi umum melalui integrasi dalam ekosistem layanan perbankan. Saat nasabah membuka rekening, mengajukan KPR, atau kredit kendaraan, kebutuhan proteksi muncul secara alami.

Pada momen inilah, produk seperti asuransi kebakaran, kendaraan, atau pengiriman barang sebaiknya ditawarkan secara otomatis dan dijelaskan dengan bahasa yang sederhana, sehingga menjadi bagian dari perjalanan finansial nasabah, bukan sekadar tambahan.

Edukasi juga dapat diperkuat melalui kanal komunikasi yang telah dipercaya nasabah, seperti push notification aplikasi mobile banking atau email resmi bank. Pendekatan ini mendorong nasabah untuk mengenali risiko yang dapat diasuransikan serta menjelajahi produk asuransi secara mandiri dan aman.

Terakhir, Inovasi produk asuransi umum perlu diarahkan pada konsep SMES (Sederhana, Murah, Ekonomis, dan Segera), mengingat tingkat densitas asuransi umum di Indonesia masih tergolong rendah. Hal ini mencerminkan preferensi masyarakat terhadap produk dengan premi terjangkau dan proses yang tidak rumit.

Produk asuransi dengan nilai pertanggungan besar serta fitur kompleks belum tentu sesuai dengan daya beli maupun kebutuhan pasar saat ini. Oleh karena itu, pengembangan produk seperti asuransi mikro untuk rumah tinggal, tempat usaha, UMKM, atau kebakaran skala kecil menjadi sangat relevan. Produk-produk ini idealnya dapat diakses secara digital dan dilengkapi dengan proses klaim yang sederhana.

Salah satu contoh penerapan strategi ini dilakukan oleh BRI Insurance melalui produk unggulan Asuransi Mikro BRINS. Produk ini dirancang secara praktis, dengan premi terjangkau mulai dari puluhan ribu rupiah, namun tetap memberikan perlindungan esensial terhadap risiko kebakaran, kebanjiran, pencurian, hingga kerusakan yang dapat mengganggu kelangsungan usaha.

Solusi ini relevan dengan kebutuhan pelaku usaha kecil seperti toko kelontong, warung makan, hingga kios pulsa. Selaras dengan semangat inklusi keuangan, produk ini ditujukan untuk menjangkau lapisan masyarakat yang paling rentan terhadap risiko, namun kerap terabaikan oleh proteksi formal.

Konsep SMES menjadi nilai utama dalam layanan ini. Proses pendaftaran dapat dilakukan secara digital melalui platform BRINS Mobile maupun BRI Mobile, tanpa memerlukan tatap muka. Formulir dan dokumen yang dibutuhkan juga disusun secara sederhana, cukup dengan data usaha dan identitas diri. Proses klaim pun mudah dan cepat dibayarkan.

Dengan biaya yang ekonomis, produk ini menjadi langkah strategis BRINS dalam memperkuat daya tahan finansial UMKM sekaligus memperluas penetrasi asuransi umum di Indonesia.

Inilah bukti bahwa proteksi tidak harus rumit dan mahal, tetapi cukup cerdas dan tepat guna. Dengan menciptakan solusi yang sesuai dengan realitas lapangan, industri asuransi umum dapat tumbuh lebih inklusif, berdaya saing, dan berkelanjutan.

Selanjutnya: Percepat Digitalisasi UMKM di Jawa Tengah, BNI Kolaborasi dengan Bea Cukai

Menarik Dibaca: Bitcoin di Atas US$ 120.000, Robert Kiyosaki Bilang Ini Saat Terbaik Menjadi Kaya

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
[Intensive Workshop] AI-Driven Financial Analysis Executive Finance Mastery

[X]
×